A Hero (2021): Sebuah Kabar dari Kebaikan yang Dipertanyakan

film A Hero (2021)/Amazon.co.uk

Rahim yang tak bisa menghadirkan sosok pemilik tas, juga permainannya untuk menyelesaikan masalah dengan cara sedikit berbohong inilah yang memulai drama emosional dalam film A Hero (2021).


A Hero (2021) adalah film karya Ashgar Farhadi. Ia kembali dengan drama yang dibalut oleh dialog-dialog yang cerdik dan akting dari para pemeran yang begitu alami. A Hero menyajikan sebuah nuansa ketegangan, tetapi tak memiliki satu pun adegan berbau ketegangan. Bahkan, scoring musik pun tak mengiringi film ini sepenuhnya . 

Itulah kehebatan yang dimiliki oleh sutradara Iran yang satu ini, Ashgar Farhadi. Setelah berhasil dengan A Separation, About Elly, dan The Salesman, Farhadi kembali dengan A Hero. Satu film dengan pemantik yang sedemikian kecil, tapi berhasil membakar emosi para penontonnya.

A Hero ditulis dan diarahkan sendiri oleh Farhadi.  Film ini, dibintangi oleh Amir Jadidi, Mohsen Tanabandeh, Alireza Jahandideh dan  banyak lagi. Filmnya berhasil menyabet Grand Prix pada perhelatan Festival Film Cannes kemarin. Namun sayangnya, karya ini tak berhasil membawa pulang Palme D’or yang banyak orang harapkan untuknya.

Film ini berfokus kepada Rahim Soltani, seorang narapidana yang memiliki kesempatan bebas dan keluar dari penjara selama dua hari. Rahim sendiri berakhir di penjara akibat memiliki hutang kepada Bahram. jumlahnya sebesar 150 juta tomans. Di Iran, sistem semacam ini masuk ke hukum diyyeh. Kesempatan yang singkat itu digunakan Rahim untuk mengunjungi kakaknya dan iparnya, Malileh & Hossein, serta anaknya, Siavash, yang mengalami keterbatasan berbicara.

Tidak dengan tujuan itu saja, Rahim memiliki kekasih yang bernama Farkhondeh. Beruntungnya, Farkhondeh mempunyai siasat yang bisa digunakannya untuk membantu Rahim.

Farkhondeh menemukan tas yang berisi 17 koin emas. Rencananya, mereka akan mencairkan koin itu menjadi uang. Harapannya hasil dari penjualan ini akan digunakan untuk melunasi utang yang dimiliki Rahim.

Namun ternyata di luar dugaan, 17 koin emas itu harganya turun. Hasil penjualannya tak cukup untuk melunasi utang yang ditanggung oleh Rahim.

Di sini, Ashgar Farhadi menyuguhkan sebuah dilema dari karater Rahim ketika kesusahan bertemu dengan keberuntungan. Rahim diuji dengan tawaran apakah ia harus mengembalikan 17 koin emas tersebut, yang tanpa ia tahu itu akan menjadi akar dari permasalahan. Atau, menggunakan 17 koin emas untuk membersihkan kesusahannya. Sehingga, ia dapat menemukan kebebasan dan tak lagi mendekam di dalam penjara. 

Rahim lantas membawa tas itu ke rumah kakaknya, Malileh. Malileh mengetahui tas itu berisikan barang berharga. Malileh meminta Rahim untuk mengembalikan tas tersebut. Pada dasarnya, Rahim memang berkeinganan demikian. Oleh sebab itu, keesokan harinya ia membuat pengumuman.

Ketika masa bebas sementara itu sudah berakhir, Rahim kembali berada di penjara. Tanpa diketahui, pemilik tas menemui kakaknya, Malileh. Ia ingin menagih tas yang Rahim umumkan di iklan.

Tak berselang lama, pihak penjara mengetahui kebaikan Rahim. Namun, mereka justru memanfaatkan kebaikannya tersebut.

Sontak, Rahim diliput banyak media. Dalam sekejap, ia menjadi panutan yang dipuji oleh banyak orang atas kebaikannya. Padahal, di samping itu, hidupnya begitu sengsara dan tak memiliki apa-apa.

Bagaimana tidak? Alih-alih menggunakan 17 koin emas di dalam tas itu untuk meringankan utangnya, Rahim malah memilih untuk mengembalikan dengan ikhlas tanpa imbalan apapun. 

Awalnya, kebaikan Rahim memang berbuah manis. Rahim mendapatkan imbalan kebebasan lagi untuk berusaha melunasi uutangnya, juga badan amal menjanjikan sebuah pekerjaan untuknya. Namun, ketika Rahim datang dan mengkonfimasikan itu ke perusahaan yang disebutkan, ia justru mendapat sambutan yang tak mengenakkan. 

Kedatangan itu yang berbuah pahit untuknya. Perusahaan tersebut malah memampang wajah pesimis atas kebaikan yang telah diperbuat Rahim. Mereka menyuruh Rahim mendatangkan si pemilik tas, tetapi Rahim sama sekali tak pernah melihat pemilik tas tersebut, juga tak mempunyai kontaknya sama sekali.

Di sini agaknya bisa kita bayangkan akan seperti apa selanjutnya. Latar masalah mencuat, dinamika semakin menjadi-jadi, sosok Rahim yang polos kemudian tak memiliki kepercayaan dari orang lain. Sebagai narapidana, kebaikannya dipertanyakan. Orang-orang di sekitarnya pun selalu mengait-ngaitkan kebaikannya dengan masa lalunya yang kontradiktif

Dari Rahim yang tak bisa menghadirkan sosok pemilik tas, juga kehadiran permainannya untuk menyelesaikan masalah dengan cara sedikit berbohong inilah memulai drama yang emosional.

Skenario yang ditindihkan kebohongan dengan maksud membenahi kesalahpahaman, tak kunjung dapat pengertian dari semua pihak. Hal itu turut berjalan terus-menerus. Adegan-adegan itu mengaduk perasaan penonton untuk menaruh keberpihakan pada kedua pihak. Di sini, Farhadi sepertinya tak membiarkan penonton memilih siapa yang benar dan siapa yang salah.

Bahkan, Bahram pun menaruh curiga, kebaikan Rahim itu merupakan rekayasa belaka yang dibuatnya. Bahram terus menyudutkan Rahim. Ia menyebarkan rumor-rumor tentang masa lalunya yang tak pernah menepati janji kepada Bahram. 

Entah apa yang dipikirkan semua orang, sedang Bahram pun memang sudah tak mempercayai lagi apa yang disampaikan oleh Rahim karena hubungan mereka di masa lalu. Di sini memang tak disebutkan secara terperinci oleh Farhadi tentang kehidupan masa lalu Rahim. Yang mana, Bahram sampai-sampai enggan mempercayainya. 

Namun melihat di setiap film garapan Ashgar Farhadi, saya menganggap itu satu kesengajaan yang biasa darinya. Farhadi tak menempatkan komponen kecil semacam itu, sebab fokus filmnya ada pada masalah sederhana, yang nantinya digoreng dengan berbagai macam bumbu.

Kecurigaan orang-orang atas kebaikan Rahim terus berlanjut. Kecurigaan yang bersinggungan tersebut menjadi tragedi yang sedemikian rumit. Hal ini memulai drama moralitas yang begitu menyeluruh. Pertumbuhan dari runtutan kisah serta peran karakter-karakter di sekitar Rahim menjadikan kita bersimpati kepada Rahim yang selalu kalah. Apalagi orang di sekutarnya selalu berusaha ‘menenggelamkannya’ ketika bersuara.

Namun, krisis kepercayaan dari setiap karakter di film ini juga tak patut untuk kita salahkan. Sebab, dapat dilihat dari kebohongan Rahim yang meskipun bertujuan memecahkan masalah sepele, menjadi keberlanjutan yang terus dilakukan. Terkadang, kita sulit untuk memihak mana yang benar dan mana yang salah. Ashgar Farhadi seperti tak memberikan kesempatan bagi kita untuk memilih.

A Hero hadir bukan untuk membuat kita memilih siapa yang berhak kita bela. A Hero hadir hanya sebagai pandangan untuk kita dapat melihat bagaimana orang kecil serupa Rahim. Mereka sama sekali tak punya kesempatan mengambil perhatian banyak orang sepenuhnya.  Bahkan ketika Rahim telah melakukan kebaikan, tidak ada orang yang percaya. 

Lagipula, kebohongan dari skenarionya pun tak dapat kita curigai. Apakah Rahim mengambil sebuah keuntungan? Sebab  penonton dapat melihat, dia selalu terpojokkan dan tak diberi ruang sama sekali untuk mengklarifikasi segalanya.

Keterbatasan ruang bagi Rahim untuk bersuara ketika mayoritas meragukannya membuat kita berpikir. Kenyataannya, masa lalu yang buruk masih akan tetap melekat. Itu akan menjadi sorotan pertama bagi masyarakat dalam menilai seseorang. 

Ashgar Farhadi dengan kemampuannya, mengulas permasalahan sederhana. Ia telah memoles A Hero menjadi film yang memiliki getaran alur yang memukau. Alurnya, selalu bergerak ke arah-arah yang sensitif. Tak jarang para penonton selalu melihat objek apa yang sedang disinggung oleh sutradara kondang ini.

Permasalahan sosial di sekitar dan kebengisan oknum yang selalu mengambil keuntungan atas tindakan karakter utama dalam film tersebut, turut hadir dengan begitu subtil. Hal tersebut terhidang sembari mewarnai gejolak emosi para penonton. 

Seperti film garapannya yang lain, Ashgar Farhadi selalu berhasil membuat para penonton berpikir kritis. Penonton diharap dapat memberikan pandangan tersendiri lewat sajian drama masyarakatnya yang tak biasa. Meski bagi saya tak sesempurna A Separation dan About Elly,  Ashgar Farhadi telah berhasil menjahit setiap adegan dengan ketegangan narasi yang luar biasa kompleks.

 

Editor: Tim Sudutkantin.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts