Aku adalah Lautan: Kumpulan Puisi Kind Shella

Kumpulan puisi ini: Burung dan Takdir, Aku adalah Lautan, dan Nyala Cinta yang Membakarku ditulis oleh Kind Shella. Seorang mahasiswa tingkat akhir yang mengidolakan orang-orang alim.


Burung dan Takdir

O, burung yang malang
Demi apa kau mesti tersungkur dalam lumpur, dadanya yang menyala tiada lagi beraroma api, apalagi sesuatu yang abadi
Sayapnya, kasihan, aku melihat bagian kirinya robek seperti habis diterjang peluru angin beruntun
Kedua kakinya, sangat lemah, jatuh bangun sempoyongan berdiri saja tak mampu
Paruhnya merah nanar, berkelindan darah dari pangkal sampai ujungnya yang runcing
Bulunya yang coklat keperakan basah tenggelam dikekeruhan, bau tanah mengulitinya di keramaian
O, burung yang malang
kemarilah, ambil sesuatu dalam mataku dan rasakan berkali-kali ledakan yang membuatmu paham, bahwa cintalah yang membuat segalanya terjadi dan satu-satunya yang terbaik dari takdir

Aku adalah Lautan

mengeja kembali diriku
memaknai dari angin-angin laut yang bertabrakan memecah ombak 
aku di kedalaman adalah laut tenang, tapi berdenyut, sesekali bergelombang

kapal karam dan pertanyaan, bersamanya aku berlayar
beberapa kali membawaku ke arah pantai, menapak di tanah
—ada ibu di sana. 

aku selalu terlena dengan lautan, ia penuh haru dan merintih setiap saat
hanya nelayan dan burung-burung kecil di udara yang mampu menangkap isyarat darinya
tapi, itulah laut—sekilas hanya sampai pada satu-dua langkah.
ia akan senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya.

Nyala Cinta yang Membakarku

sedikit yang ingin aku bicarakan padamu, tentang cinta, bagaimana semua ini terjadi bukan sebuah kesengajaan atau perbuatan jahil anak kecil, bukan pula jalan yang kubuat untuk menderita

tapi segalanya terjadi sebab malam-malam, lampu-lampu, masa depan dan mimpi-mimpi memberiku isyarat bahwa segala dukalara tak mampu kurengkuh sendiri, begitu pula kau

aku hanya ingin mencintaimu dengan leluasa, meskipun nanti pada akhirnya kita sama tahu, hal yang membelenggu adalah perasaan yang meggebu-gebu

aku hanya ingin kau megerti bahwa aku sedang terbakar, aku tidak berharap kau akan mengguyurku dengan air sebanyak di laut, aku hanya ingin kita sama terbakar, menjadi abu dan pulang pada tanah sisa-sisa peperangan panjang


Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Akwila Chris Santya Elisandri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Pameran 'Life of Our Years': Merenungi Kecemasan pada Wajah-Wajah Bergeming

Next Article

Wildground Live 2024: Konser Pertama dan Terakhir Sum 41 di Yogyakarta

Related Posts