Sebagai musik yang kerap diasosiasikan dengan era postmodern, musik noise mencoba menghadirkan berbagai bunyi yang ada di sekitar lalu diolah kembali menjadi sebuah musik yang menabrak kaidah-kaidah notasi dan irama menjadi sebuah karya estetis yang lain pula bising. Kebisingan ini tentu tidak semua orang dapat menikmatinya. Kolektif Jogja Noise Bombing hadir sebagai tempat bagi sekumpulan penikmat maupun pelaku music noise.
Kolektif Jogja Noise Bombing menawarkan pengalaman mendengarkan musik yang berbeda dalam pagelaran bertajuk Jogja Noise Bombing Festival 2020 dengan tema ‘Film Dokumenter’ pada tanggal 25-26 Januari. Di tengah keramaian wisatawan maupun warga Jogja yang memadati titik nol Jogja sore hari, penampil Jogja Noise Bombing mempersiapkan diri untuk membelah bisingnya suara mesin dan klakson jalan. Berbekal genset, amplifer kecil dan juga synthesizer yang dirangkai sedemikian rupa dan mereka bersiap untuk menambah kebisingan jalan.
Baca juga: Tri Aman, Pustakawan Indie dari Krapyak
Semua berjalan terasa begitu spontan dan mandiri, terasa tidak ada waktu yang harus dikejar dan tidak ada rundown yang harus berjalan sempurna. Suasana hangat khas kolektif ataupun komunitas skena musik bawah tanah pun begitu terasa. Genset dan ampli digunakan bergantian, penampil satu dan lainnya pun saling membantu mempersiapkan synth yang mereka bawa masing-masing.
Acara ini berhasil menarik perhatian warga dan wisatawan yang lewat, entah bapak pengayuh becak ataupun siswa SMA yang sedang study tour pun menyempatkan diri untuk melongok masuk ke kerumunan penonton yang lain. Tentu saja mereka berhasil menarik perhatian, dengan musik yang terdengar aneh dan penonton yang banyak warga negara asing. Dengan raut muka kebingungan dan telinga kadang ditutup, banyak dari mereka yang berlalu karena mungkin tidak bisa menahan noise berfrekuensi tinggi.
Baca juga: Grunge, It’s Gonna Be Huge!
Jogja Noise Bombing Festival 2020 pada hari pertama sungguh menawarkan pengalaman menikmati musik dengan genre yang berbeda dari selama ini didengarkan masyarakat. Kebingungan, tutup telinga, dan raut wajah tidak suka menjadi respon yang dirasa wajar atas pengalaman baru dalam mendengarkan musik dengan warna yang berbeda.
Editor: TIm sudutkantin.com
Foto sampul: Daniel Yosta
Seru, ya!
Jangan lupa baca keseruan lainnya dari mas Keceng ya kak..