Kita baru saja kehilangan maestro musik era 80 hingga 90-an bernama Oddie Agam. Beliau meninggal dunia dalam usia 68 tahun karena penyakit ginjal di hari Rabu, 27 Oktober 2021. Laki-laki bernama asli Imran Madjid ini ialah seorang penyanyi dan pencipta lagu terkenal sejak era 80-an. Lagu-lagunya melegenda, bahkan hingga saat ini.
Oddie Agam menghadirkan karya-karya fenomenal dan menjadi influence bagi beberapa kalangan musisi di dunia musik Indonesia. Oddie juga menjadi “penengah” dunia musik tanah air yang terbelah di era 80-an.
Benarkah musik kita pernah terbelah? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Saya akan membahas terlebih dahulu tentang kondisi musik di era 80-an.
Membelah Dua Kutub Musik
Dunia musik kita, Indonesia, pada era 80-an didominasi oleh dua kutub yang saling berseberangan, yaitu kutub Melankolis (baca: mellow atau cengeng), dan kutub Kreatif-Festival.
Kutub Melankolis dipelopori oleh Rinto Harahap, Pance Pondaag, dan Obbie Messakh. Musik mereka simpel dengan chord yang tidak banyak, bernada sendu, lirik sederhana, dan dibawakan oleh penyanyi berwajah cantik. Karena lagunya yang gampang dinikmati, lagu-lagu kutub Melankolis ini mendominasi pangsa pasar musik saat itu.
Contoh lagu bernuansa mellow misalnya lagu Jangan Sakiti Hatinya (Rinto Harahap) yang dipopulerkan kembali oleh Iis Sugianto,
“Jangan-jangan kau sakiti hatinya,
Jangan lagi sayang.
Jangan-jangan kau hancurkan cintanya. Jangan lagi sayang.
Sedangkan bunga tak ingin layu
Sedangkan hujan bernyanyi merdu
Jangan-jangan lagi, Kau redupkan cinta yang indah ini.”
Bukan hanya itu, Rinto Harahap juga melahirkan beberapa karya fenomenal, antara lain Tangan Tak Sampai yang dinyanyikan oleh Christine Pandjaitan, Betharia Sonata menyanyikan Kau Tercipta Untukku, dan Gelas-gelas Kaca yang dinyanyikan si cantik Nia Daniaty.
Pance Pondaag menciptakan lagu Untuk Sebuah Nama yang dibawakan Meriam Bellina, dan sebuah lagu hits berjudul Tak Ingin Sendiri yang dinyanyikan Dian Pishesa. Lagu ini melambungkan nama penyanyinya, sampai-sampai banyak penggemar yang memberi nama anaknya dengan nama sang penyanyi, Dian. Termasuk saudara sepupu saya. 😁
Nah, kutub Mekankolis ini disempurnakan dengan hadirnya lagu-lagu ciptaan Obbie Messakh. Kehadiran pria asal pulau Rote, NTT ini makin menegaskan hegemoni Triumvirat di dunia musik cengeng yaitu Rinto Harahap, Pance Pondaag, dan Obbie Messakh.
Obbie Messakh mengorbitkan banyak penyanyi baru dengan lagu-lagu yang sangat digemari beragam kalangan saat itu. Para artis yang menyanyikan karya-karyanya antara lain Ria Angelina (Birunya Rinduku), Helen Sparingga (Birunya Cintaku), Heidy Diana (Istilah Cinta), dan Fanny Bauty (Aku Untukmu).
Puncaknya, di tahun 1987, tembang berjudul Hati yang Luka berhasil meledak di pasaran. Lagu ini dibawakan oleh Betharia Sonata dan menjadi lagu paling populer. Ini ditandai dengan video musik yang tayang tiap hari di stasiun televisi TVRI. Saat itu, TVRI adalah satu-satunya media televisi yang ada.
Kepopuleran lagu Hati yang Luka ternyata mengusik benak seorang menteri bernama Harmoko. Pria yang menjabat sebagai Menteri Penerangan itu menilai, lagu Hati yang Luka hanya menjual kesedihan dan merusak semangat pembangunan yang tengah digelorakan oleh pemerintah. Harmoko lantas meminta lagu itu dan lagu-lagu cengeng lainnya dihentikan tayangannya. Larangan yang disampaikan Harmoko pada perayaan ulang tahun TVRI ke 26 tanggal 24 Agustus 1988 itu membuat para musisi melankolis kehilangan pasarnya.
Masih di era yg sama, dunia musik tanah air juga memiliki kutub yang lain, yaitu kutub musik kreatif dan festival. Penyebutan kreatif di atas hanya untuk mempermudah pembedaan antar kutub yang ada. Ciri khas dari musik ini adalah lagu-lagu dihadirkan dengan bermacam gaya, khususnya seperti pop dan jazz/bossanova dengan chord yang “miring” dan lirik yang tidak sederhana.
Contoh lagu dengan lirik tidak sederhana adalah lagu Dunia yang Kudamba (Rully Djohan),
“Kadang kala aku berjalan
berpikir lepas tiada menentu
Tak kuharap kesuramanmu
cuma kuharap ceriamu
Entah di sana
atau di sini
bahagia semua di dunia ini.”
Di kelompok ini, kita bisa menyebut nama Dodo Zakaria, James F. Sundah, Adie MS, hingga Ireng Maulana sebagai musisi dan pencipta lagu. Sementara untuk penyanyi, ada Harvey Malaiholo, Utha Likumahuwa, Ruth Sahanaya, dan Vina Panduwinata.
Harvey punya hits lagu Terpana yang diciptakan Ireng Maulana. Utha Likumahuwa menyanyikan lagu Esok Kan Masih Ada karya Dodo Zakaria. Vina Panduwinata dengan lagu-lagunya Di Dadaku Ada Kamu (Dodo Zakaria), dan September Ceria (James F. Sundah).
Ruth Sahanaya hadir dengan hitsnya Astaga karya James F Sundah di album Seputih Kasih, tahun 1986. Di album ini, Oddie Agam sudah ikut menyumbangkan lagu berjudul Memory, yang ngehits hingga kini.
Selain produktif di rekaman dalam negeri, para penyanyi ini juga turut berkecimpung di berbagai lomba dan festival, baik di dalam maupun luar negeri. Misalnya saja Harvey Malaiholo. Ia pernah ikut sebuah festival World Popular Song Festival di Tokyo Jepang tahun 1982. Di ajang ini, Harvey berhasil mengalahkan penyanyi dunia Celine Dion dan Bryan Adams.
Vina Panduwinata memenangi festival musik di tanah air sebagai penyanyi dengan penampilan terbaik selama tiga kali berturut-turut di ajang Festival Lagu Populer Nasional lewat lagu Salamku Untuknya bersama Irianti Erningpradja di tahun 1983, Aku Melangkah Lagi (1984), dan Burung Camar (1985).
Ruth Sahanaya memenangi festival musik internasional Live Music Concert di Kuala Lumpur, Malaysia. Utha Likumahuwa jadi juara dua dalam ASEAN Pop Song Festival di Manila, Filipina. Lagunya yang berjudul Sesaat Kau Hadir menjadi lagu terbaik di ajang itu.
Walau banyak prestasi dari para musisi musik kreatif ini, lagu-lagunya tidak lantas disukai oleh penggemar musik saat itu. Alasannya, lagunya agak sulit untuk dinikmati dan dinyanyikan. Begitulah kondisi musik kita saat itu.
Kehadiran Oddie Agam
Melihat kondisi ini, musisi senior Deddy Dhukun berpendapat bahwa musisi kelas festival dan penyanyi pop kreatif harus mau menurunkan standar bermusiknya agar bisa diterima oleh mayoritas pecinta musik. Hal itulah yang ia lakukan bersama pasangan berduetnya, Dian Pramana Putra, di gup 2D. Lagu Masih Ada yang mereka bawakan pun meledak di pasaran.
Petuah Deddy itu rupanya dihayati oleh Oddie Agam. Oddie lantas menciptakan lagu sesuai kriteria Deddy. Untuk diketahui, Deddy Dhukun adalah orang yang pertama kali mengorbitkan Oddie Agam di blantika musik nasional lewat lagu berjudul Akhirnya. Dari sanalah titik awal Oddie meniti karir.
Dalam menciptakan lagu, Oddie memadukan musik kreatif dengan lirik yang lebih sederhana. Odie membuat lagu kelas festival menjadi lebih merakyat. Pengalamannya melanglang buana ke banyak negara dalam bermusik memberinya banyak pengetahuan dan pengalaman.
Kepada penyanyi bersuara serak Vina Panduwinata, Oddie menciptakan lagu Surat Cinta dan Logika. Kepada Utha Likumahuwa, ia menciptakan lagu Puncak Asmara. Untuk penyanyi Malaysia, Sheila Madjid ia menciptakan lagu Antara Anyer dan Jakarta. Untuk Ruth Sahanaya ia menciptakan lagu Memory. Untuk Mus Mujiono, ia menciptakan lagu Arti Kehidupan dan Tanda-tanda.
Tidak itu saja, Oddie juga menciptakan lagu hits yang dinyanyikan seorang desainer ternama bernama Itang Yunasz. Lagu itu berjudul Aku Cinta Padamu.
Tidak hanya bagi penyanyi solo, Oddie juga menciptakan lagu yang dinyanyikan secara duet. Kepada Harvey Malaiholo dan Sheila Majid, ia menciptakan lagu Begitulah Cinta. Lagu Bahasa Cinta yang dinyanyikan duo Broery Pesolima dan Vina Panuwinata. Lalu, Oddie Agam sendiri berduet dengan Dewi Yull di lagu Kesempatan, dan beduet dengan Vina di lagu Tamu Istimewa. Dan masih banyak lagi lagu-lagu karya Oddie Agam.
Kemampuan Oddie menciptakan lagu berkualitas banyak terbantu oleh kemampuannya dalam memainkan piano. Kehebatannya dalam memainkan nada di tuts ini membuatnya mendapat julukan Billie Joel-nya Indonesia.
Pada tahun 1991, Oddie bersama Indra Bakrie dan Addie MS, mendirikan sebuah grup orkestra simfoni bernama Twilite Orchestra. Lewat Twilite Orchestra, mereka menerima penghargaan internasional melalui kolaborasi dengan artis mancanegara seperti Natalie Cole, David Foster, dan lain-lain.
Tidak sampai di situ, Oddie juga menggelar konser bersama penyanyi-penyanyi ternama seperti Dewi Yull, Mus Mujiono, Utha Likumahuwa, Vina Panduwinata hingga Yuni Shara dan Mulan Kwok.
Oddie juga sempat mengerjakan album bersama sejumlah musisi muda seperti Fatin Shidqia Lubis dan Yovie & Nuno dengan tajuk The Great Composers: James F. Sundah & Oddie Agam. Album ini berhasil menembus penjualan hingga 135.000 keping.
Begitulah sebagian karya emas Oddie Agam di blantika musik nasional. Berkat Odie Agam, musik Indonesia mengalami pencerahan di masanya. Karya-karya beliau menginspirasi musisi-musisi selanjutnya untuk menciptakan musik kreatif yang enak untuk didengar dan dinyanyikan tanpa mengurangi kualitas.
Terima kasih Oddie Agam. Semoga kau damai di alam sana.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Mantul Om Jul… jadi tau sedikit sejarah musik Indonesia di tahun 80 an 👍🏻🙏🏻