Taman Budaya Yogyakarta Gelar Workshop Penulisan Artikel Seni dan Budaya bersama 50 Penulis Muda

Menurut Satmoko, kegiatan ini untuk menumbuhkan penulis muda baru yang mempunyai analisa bagus terhadap fenomena seni yang ada di Yogyakarta.

Workshop & Lomba: Penulisan Artikel Seni dan Budaya resmi digelar ketika Satmoko Budi Santosa dan Latief S. Nugraha memaparkan materi pada hari Selasa, 16 Mei 2023 di Taman Budaya Yogyakarta. Sesi ini dipandu oleh moderator Rheisnayu Cyntara dan merupakan pertemuan pertama untuk kegiatan yang berlangsung selama dua hari.

Dalam ruang seminar yang diikuti oleh 50 penulis muda, Satmoko maupun Latief memberikan arahan terkait kriteria penulisan artikel seni budaya yang berkualitas. Menurut Satmoko, kegiatan ini untuk menumbuhkan penulis muda baru yang mempunyai analisa bagus terhadap fenomena seni yang ada di Yogyakarta.

Ada beberapa hal penting yang menurut Satmoko yang diperlukan dalam menulis sebuah artikel budaya. Poin pertama yang ditekankan adalah kualitas gagasan penulis. Dari suatu peristiwa seni yang terjadi, intelektual muda agaknya mampu menarik suatu pandangan atau gagasan yang menarik untuk ditulis. Sehingga tulisan mereka dapat menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca oleh banyak orang. Namun perlu juga digaris bawahi bahwa gagasan yang diambil oleh penulis harus berdasarkan fakta yang ada agar lebih kontekstual.

Satmoko Budi Santosa saat sesi workshop (dok. TBY)

“Kontekstualitas itu misalnya anda kaitkan dengan apa yang aktual saat peristiwa seni itu berlangsung,” ungkap Satmoko.

Dari situ, penulis diharapkan mampu mengaitkan peristiwa seni yang berlangsung dengan kejadian di sekitar yang sedang ramai dibicarakan. Misalnya saja pertujukan seni yang mengangkat isu lingkungan dapat dikaitkan dengan isu sampah yang terjadi di Yogyakarta. Sehingga hal yang menginspirasi peristiwa seni tersebut dapat terlihat.

“Anda bisa kaitkan dengan hal di luar estetika, hal di luar peristiwa seni itu sendiri, untuk menganalisa lebih luas supaya anda tidak terjebak hanya meresensi,” ucap Satmoko.

Poin penting berikutnya adalah kreativitas dalam menggali persoalan. Kreativitas ini akan membuat tulisan bisa lebih luas dan dapat juga mencerahkan pembaca tulisan. Pencerahan yang dimaksud ini, selayaknya artikel yang ditulis bisa menjadi alternatif bagi pembaca untuk memahami suatu kejadian seni.

Yang terakhir dan yang tak kalah penting yaitu penggunaan tata bahasa yang baik. Hal yang sangat umum, yang sudah diketahui semua penulis. Penggunaan tata bahasa yang baik ini juga menjadi hal penunjang dalam penulisan artikel seni budaya yang baik.

Sesi diskusi kedua di hari pertama, kemudian disusul oleh Latief S. Nugraha yang menyambut para peserta workshop. Selain yang disampaikan Satmoko, Latief menambahkan bahwa ada hal lain yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah menuliskan artikel yang dapat dipahami dan ditangkap oleh pembaca.

Latief S. Nugraha (dok. TBY)

“Sebenarnya fungsi tulisan itu apa sih? Kalau dia semisal berangkat dari satu kasus peristiwa pertunjukan misalnya, dia berfungsi untuk membantu seseorang untuk memahami suatu pertunjukan,” ungkap Latief S. Nugraha.

Bagi Latief, suatu artikel dapat membantu penonton untuk mengerti suatu peristiwa seni meskipun, hanya dengan satu sudut pandang. Penyampaian sebuah tulisan tidaklah harus dengan bahasa yang tinggi. Penyampaian dengan bahasa tinggi akan membuat para pembaca kesulitan untuk mengerti peristiwa seni yang ditulis.

“Kalau disampaikan dengan gampang, dengan enak, dengan cair misalnya, sangat mungkin untuk membuka wawasan kita, wawasan pembaca,” pungkas Latief.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: dokumentasi Taman Budaya Yogyakarta

Previous Article

Dead Pigs (2018): Kematian Babi Menguliti Modernisasi

Next Article

Kutukan bagi Masyarakat Pesisir