Senandung Fajar; Kumpulan Puisi Rina Stiarahayu

Kumpulan puisi ini; Elegi Kusut, Senandung Fajar, dan Jalan Roman Untuk Ibu, ditulis oleh Rina Stiarahayu. Sehari-hari sebagai pengajar sekolah dasar di Tangerang Selatan, pernah mengikuti kompetisi menulis cerpen muslimah.


Elegi Kusut

Banyak yang bisa kau ambil maknanya

Bukan rasa prasangkanya

Hitam putih memang selalu beriringan

Kadang air mata kadang kesenangan 

 

Satu bahkan jutaan orang selalu bisa menilai

Tanpa adanya empati

Dinilai dari sudut rendah

Dinilai dari sudut sama tinggi

Sudah hal lumrah sebagai kejutan

Bagi yang punya hidup

 

Jangan redup dengan lisan yang mulai berteriak

Teriak bukan tanda tak cinta

Teriak bukan tanda tak suka

Mungkin teriakan ini

Sebagai bukti kita hanyalah

nol di antara jutaan penghuni hidup

Bahkan pemilik hidup

 

Mereka tak pernah dan mau tahu 

Bagaimana…. 

Luka, sayat yang kita hirup 

Di setiap usia ini masih berdampingan

Mereka tak pernah tahu

Bagaimana akal terasa berat 

Seolah ditahan ancaman Belenggu

 

Yang membuat raga sulit tidur

Kantung mata mulai kendur

Namun waktu tetap tak bisa mundur

 

Rina Stiarahayu

 

Senandung Fajar

Kami paham ini tak mudah

Kami tahu ini memang 

 

Kalbu Sendu di Malam Ramadhan 

 

Malam ini terasa begitu ramai 

Nikmat hikmah kesunyian lantunan kata-kata suci

Terbaring jelas di mimbar masjid 

Semua begitu memancarkan cahaya 

Cahaya yang dulu sangat redup 

Kau tampakan lagi wahai Ramadhan

 

Terlihat nyata dan jelas aku ini hanya bayang semu

Yang tak tahun arah di tapak kaki kumandang adzan

Kau lantunkan berbagai syair dan syiar yang menggetarkan 

Bergetar hingga menusuk lembut di ulu hati 

 

Indah dan tak terlupa 

Hingga bintang dan bulan seolah menjadi saksi

Damainya hari ini damainya bulan ini

Dulu kau selalu marah wahai bulan 

Karena sikap apatis 

Semua orang-orang di sini

Dulu kau selalu geram wahai bintang

Karena sikap ambisius 

Semua orang di sini

 

Tentramkan kamu dengan alunan cahayamu

Meskipun hanya tinggal beberapa kala lagi 

Kau meninggalkan kami

Jangan tinggalkan kami dalam perisai api 

Tapi tinggalkan kami dalam sejuk kalbu senyummu

Wahai Ramadhan… 

 

Rina Stiarahayu

 

Jalan Roman Untuk Ibu

Coba kita simak bersama

Adakah cahaya yang mengimbangimu ketika berjalan? 

 

Adakah cahaya yang mengarahkanmu ketika menangis? 

Di sudut kala itu 

 

Adakah cahaya yang mengenggammu ketika kau

Mulai lelah? 

 

Tak sadar cahaya ini 

Selalu mengiringi

Walaupun tak pernah kau tak minta sendiri

 

Cahaya ini sangat indah bahkan begitu pekat

Cahaya ini tidak akan pernah membuatmu takut

Apalagi membuatmu merasa tak berarti 

Walaupun sekeliling terkadang tak menanti

 

Banyak keluh bahkan resah yang sudah mulai aku bagikan

Berawal dari sedih kau ubah menjadi senyuman

Berawal dari tak memahami menjadi meresapi

Berawal dari tak santun menjadi penuh perilaku

Berawal dari rasa sendiri saat ini menjadi bersama

Banyak awal yang mulai aku ubah 

Menjadi awal yang baik 

Awal yang terbaik

 

Kata bahkan segelintir kalimat

Kau selalu mengetuk lewat 

Perasaan sanubari

Yang mungkin bahkan takkan ku lupa hingga nanti

 

Kau selalu meminta untuk menjadi

pekerti yang tak ragu

Pekerti yang kritik kaya akan ilmu 

Pekerti yang santun tak menjadi abu-abu

Pekerti yang bermakna dan berharga

 

Banyak hal yang bisa aku pelajari

Dari setiap makna kata-kata yang kau ungkap

Di waktu aku mulai membuka lembaran buku

Hingga usai menutup buku

 

Senyuman itu juga pasti mengantarkanku

Ketika waktu telah berlari mengarahkanku

Untuk pulang menatap ibu

 

Di sisi lain ibu selalu bangga akan perubahanku

Banyak ubah demi ubah menjadi satu hal 

Yang bisa aku tunjukkan ke khalayak banyak

 

Cahayamu semakin lama semakin redup

Mungkin karena waktu yang mulai tak muda

Waktu yang mulai memudarkan

Tapi cahaya ini akan selalu aku, kamu bahkan kami

Ingat untuk saat ini dan nanti

Terima kasih 

Terima kasih untuk segala panutan

Yang mampu membuatku

Berdiri dan yakin dalam menggenggam

Ilmu yang semakin nyata

Harus aku tanamkan dalam harapan

Untuk membuka impian. 

 

Terima kasih Bu

 

Rina Stiarahayu

 

Foto: Christina Audrey

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Jiwa Sesat

Next Article

Mencuri Berahi; Kumpulan Puisi Aris Setiyanto