West Never Wasted: Bukti Musik Hardcore di Wates Tak Pernah Mati

Melalui West Never Wasted, ada usaha untuk mengembalikan dan meneguhkan skena musik hardcore di Kulon Progo masih ada.

Pada 30 November 2024, langit di Wates sedari sore terlihat gelap, tak lama kemudian titik-titik air mulai berjatuhan. Semakin sore, grimis yang mendera justru semakin deras. Belasan orang memadati Tabebuya Cafe yang terletak di Wates, sekitar 2km dari Alun-Alun Wates. Mereka sedang mempersiapkan sebuah pertemuan. Pertemuan musik hardcore yang bertajuk West Never Wasted. 

West Never Wasted adalah bagian dari inisiasi mandiri yang digarap Ragam Arena. Berangkat dari kegundahan bahwa Wates sering dipandang sebelah mata, dalam kancah skena hardcore, akhirnya West Never Wasted lahir

Gigs ini menjadi semacam gerbang pertemuan kembali antara skena hardcore di Kota Yogyakarta dan Kulon Progo, atau lebih tepatnya Wates.

Sebelum hari itu, beberapa belas tahun yang lalu, hubungan skena hardcore Kulon Progo dan Kota Yogyakarta sudah terjalin erat. Dan West Never Wasted berusaha mengembalikan apa yang pernah hidup dan ada, sekaligus meneguhkan skena hardcore di Kulon Progo masih eksis. 

Rencana awal, drum mulai ditabuh pada pukul 18.30 WIB. Akan tetapi, guyuran hujan yang cukup deras sedari sore membuat rencana diundur. Sekitar 19.30 WIB, hujan sudah cukup bersahabat di area moshpit, pemandu acara pun mulai cuap-cuap.

Aksi panggung Reissue di West Never Wasted 2024 (dok. Indra Setiawan)

Band pertama yang menghentak panggung adalah Reissue. Unit hardcore raw power asal Wates memanaskan arena sembari rintik-rintik air masih membasahi. Membawakan lagu andalan seperti 20 Y.O, Worldview, dan Trust Your Power, Reissue sukses membuka dengan beringas. 

Selanjutnya, masih dari Wates, Alat Berat. Band yang sudah berdiri sejak 2011 ini gantian memanaskan venue. Dibuka dengan Hantam, beberapa penonton langsung menyambut dengan two step dan violence dance. Penampilan Alat Berat sepertinya sudah ditunggu banyak orang. Mereka seakan bernostalgia dengan band yang pernah berjaya di era massifnya gigs underground di Kulon Progo. Penampilan mereka di tutup dengan lagu andalan, This is My Life. 

Setelah Alat Berat, kini giliran Rampage. Datang dari Kota Yogyakarta, band pendatang baru ini kembali memanaskan moshpit setelah agak mereda karena hujan yang tiba-tiba deras. Meski baru lahir sejak 2022, Rampage berhasil membuat suasana chaos.

Di tengah penampilan mereka, tiba-tiba KMNG, vokalis Serigala Malam, mengambil mic dan menambah chaos panggung. Naiknya KMNG, membuat banyak penonton kaget sekaligus tersenyum senang. Ikut membawakan For My Family gubahan Agnostic Front, Rampage x KMNG menjadi kejutan pada malam itu. 

Band asal Kota Yogyakarta selanjutnya adalah Twopointone. Unit hardcore beatdown ini sekaligus melangsungkan tournya setelah melepas EP yang bertajuk ‘Pain’. Mulai dari No Mercy, 2P1, Avoid of My Pain, Where The Truth, hingga Game Over, dibawakan oleh Twopointone. Rintik hujan yang masih membasahi area moshpit tak berpengaruh apa-apa, moshpit brutal, panas, dan riuh tetap berlangsung. Setelah Twopointone turun panggung, banyak penonton lagi-lagi terkejut karena pemandu acara mem-present Serigala Malam. 

Momen stage diving penonton di moshpit West Never Wasted 2024 (dok. Indra Setiawan)

Serigala Malam tidak ada disusunan line up ketika poster West Never Wasted dipublikasikan. Sontak, panggung secara otomatis dipadati penonton. Tanpa basa-basi, Serigala Malam langsung menghentak dengan For The Unbroken.

Selanjutnya, giliran Mundur Bukan Pilihan dimainkan. Area mulut panggung pun penuh sesak dengan penonton yang ikut bernyanyi sembari KMNG menodongkan mic ke arah mereka. Belasan gawai pun turut merekam kejutan malam itu. Suasan bertambah panas ketika You Just Don’t Know digas. Hampir semua penonton hafal dan ikut bernyanyi. Di area moshpit, two step dan circle pit tak terelakan. 

Tidak selesai dengan Serigala Malam, masih ada dua unit hardcore lawas asal Kota Yogyakarta. Mereka adalah Reason to Die (RTD) dan Baku Hantam. RTD membuka mala itu dengan single baru mereka, F.R.T.T.S.P.W.B.F. Single tersebut menceritakan tentang perjuangan dan harapan agar Palestina segera terbebas dari belenggu kolonialisme zionis Israel.

Penampilan Reason to Die di hadapan penonton (dok. Indra Setiawan)

Membawakan sekitar 5 lagu, RTD mengakhiri penampilannya dengan Fight or Die. Setelahnya, giliran Baku Hantam. Band sudah berdiri sejak 2008 ini juga membawakan 5 karya lawas mereka, dan menutupnya dengan sing along bersama penonton. Mulai dari Blitzkrieg Pop hingga England Belongs To Me, yang digubah sedikit menjadi Jogja Belongs To Me. 

Sekitar pukul 11.30 WIB, musik sudah berhenti, dan saling jabat tangan disertai raut wajah bahagia antara penonton ataupun penampil tak terelakkan. Pada akhirnya, West Never Wasted menjadi sebuah ruang pertemuan untuk kembali merayakan apa-apa saja yang pernah ada. Ini adalah sebuah permulaan dan gerbang awal.

Gerbang untuk menegaskan bahwa Kulon Progo adalah salah satu biang dari hingar-bingar, gigs mandiri, dan itu semua tidak akan pernah mati.  


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Indra Setiawan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Prelude Mencintaimu Lima Tahun Depan: Kumpulan Puisi Rully Andrian Syah

Next Article

Penyair yang Menggantungkan Leher Pada Puisinya Sendiri