Pendidikan di Indonesia telah mengalami perkembangan dan penyesuaian sejak masa pemerintahan kolonial sampai saat ini. Faktor yang memengaruhi perubahan sistem pendidikan di Indonesia ialah perkembangan zaman yang semakin pesat dan perbedaan karakter masyarakat Indonesia di setiap zamannya.
Perkembangan zaman menjadi pertimbangan penting dalam menerapkan sistem pendidikan karena pendidikan harus menjadi fasilitas yang menyiapkan peserta didik dalam menghadapi masa depan. Tentu saja masa depan dengan tantangan zaman dan kecanggihan teknologi jauh lebih berkembang dan meningkat. Sehingga, peserta didik perlu dibekali dengan kemampuan yang cukup untuk menghadapi kondisi tersebut.
Selanjutnya perbedaan karakter masyarakat pada setiap generasi juga menjadi bahan pertimbangan dalam pendidikan. Karakter masyarakat sebelum kemerdekaan tentu berbeda dengan karakter masyarakat sesudah kemerdekaan, sehingga perlu adanya penyesuaian dalam penerapan sistem pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Perubahan sistem pendidikan dapat ditelusuri sejak masa sebelum kemerdekaan. Pada tahun 1854 banyak Sekolah Kabupaten yang didirikan oleh para bupati di sebagian besar wilayah Indonesia, namun sekolah-sekolah kabupaten ini hanya diperuntukkan bagi para pegawai pemerintahan.
Pada tahun yang sama juga didirikan sekolah ‘Bumiputera’ oleh pemerintah kolonial yang dikhususkan bagi para warga pribumi yang sekaligus menjadi buruh di pabrik-pabrik pemerintahan. Kurikulum yang diterapkan pada Sekolah Kabupaten dan Sekolah Bumiputera sangat jauh berbeda.
Sekolah Kabupaten memberikan pendidikan yang layak bagi para pelajarnya karena dipersiapkan sebagai pegawai pemerintahan, sangat berbanding terbalik dengan pendidikan yang didapatkan oleh warga pribumi di Sekolah Bumiputera.
Para warga pribumi hanya diajarkan membaca, menulis, serta menghitung seadanya dan hal ini tak lain hanya untuk memanfaatkan tenaga pribumi dalam pabrik-pabrik produksi milik pemerintah kolonial. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah kolonial sangat diskriminatif dan tidak memanusiakan manusia, berbeda jauh dengan nilai-nilai pendidikan yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara.
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang kemudian lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara merupakan guru bangsa, bapak pendidikan sekaligus simbol pendidikan yang merdeka dan memanusiakan manusia.
Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1922 menjadi angin segar bagi penduduk pribumi setelah sekian lama merasakan pendidikan yang menindas dan diskriminatif oleh pemerintah kolonial. Sekolah Taman Siswa didirikan untuk memenuhi kebutuhan warga pribumi akan pendidikan yang merdeka dan memanusiakan manusia.
Ki Hajar Dewantara mengenalkan konsep pendidikan yang berbeda dan berpusat pada peserta didik di antaranya; pendidikan menuntun, kodrat alam dan kodrat zaman, sistem among (mengasuh), budi pekerti dan nilai budaya luhur.
Pendidikan berperan penting dalam menyiapkan generasi-generasi penerus bangsa yang tangguh dan kompeten di masa depan sebagaimana konsep pendidikan menuntun yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan menuntun berarti pendampingan bagi peserta didik sehingga tanggung jawab pendidik tidak hanya mentransformasikan pengetahuan di dalam kelas melainkan lebih dari itu pendidik juga memastikan bahwa peserta didiknya akan siap menghadapi tantangan zaman dengan langkah yang benar dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Konsep pendidikan selanjutnya ialah kodrat alam dan kodrat zaman. Pendidikan harus sesuai dengan kodrat alam serta kodrat zaman peserta didik sehingga hasil dari pendidikan yang didapatkan peserta didik juga akan lebih maksimal. Kodrat alam merupakan hal-hal yang dekat dengan pribadi peserta didik seperti keadaan sosial dan lingkungan tempat tinggal.
Sedangkan kodrat zaman merupakan keadaan zaman yang dialami oleh peserta didik misalnya saat ini, pendidik memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan di abad ke-21 ini. Dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman, peserta didik akan lebih leluasa dalam mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman belajarnya sehingga berdampak juga terhadap hasil belajar peserta didik.
Sistem among tidak jauh berbeda dengan pendidikan menuntun di mana pendidik diharapkan selalu mendampingi atau ngemong (red: Bahasa Jawa) setiap perkembangan peserta didiknya. Pendidik diharapkan membantu peserta didik dalam menghadapi persoalan-persoalan baik persoalan akademik atau bahkan persoalan sehari-harinya sehingga pendidikan yang berpusat pada peserta didik yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara juga terlaksana.
Sistem among tercermin dalam pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara yang sangat terkenal yaitu Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tutwuri handayani. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara secara umum bermakna pendidik harus mampu menjadi contoh yang baik bagi peserta didik dan membantu peserta didik menghadapi tantangan yang dialaminya, pendidik harus mampu memberikan semangat dan memantik rasa ingin tahu pada peserta didik. dan pendidik harus dapat memberikan dorongan yang positif pada setiap perkembangan peserta didik.
Budi pekerta dan nilai budaya luhur merupakan warisan yang patut disyukuri bagi semua masyarakat Indonesia. Pendidikan yang diharapkan oleh Ki Hajar Dewantara selanjutnya yaitu pendidikan yang diintegrasikan dengan nilai-nilai luhur dan kekayaan budaya Indonesia di mana hal ini berkaitan dengan kodrat alam peserta didik. Pendidikan diharapkan mampu menambah wawasan dan kecintaan peserta didik terhadap budaya di Indonesia, selain itu pendidikan juga harus dapat meningkatkan moral peserta didik.
Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan keragaman baik suku, ras, agama, tradisi, ritual, dsb. Keragaman atau kebhinekaan ini justru menciptakan keunikan tersendiri dan menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia.
Dalam konteks pendidikan, keragaman manusia Indonesia bukan merupakan ajang persaingan antar suku, antar ras, atau antar agama tetapi pendidikan merupakan ruang melestarikan budaya, saling menghargai, tolong menolong, dan gotong royong.
Akan tetapi tetap perlu adanya sesuatu yang menyatukan keragaman tersebut dalam pendidikan sehingga kemudian muncul paradigma yang paling cocok dengan keragaman manusia Indonesia yaitu paradigma transformasi masyarakat berdialog.
Paradigma transformasi masyarakat berdialog cocok dengan keragaman manusia Indonesia karena paradigma ini memandang perkembangan manusia terjadi karena kekayaan budaya dan dialog, hal ini cocok bagi manusia Indonesia yang sangat beragam.
Seluruh rangkaian konsep pendidikan yang dikenalkan oleh Ki Hajar Dewantara berpusat pada peserta didik, merdeka, dan memanusiakan manusia.
Hal ini lahir dari kepekaan Ki Hajar Dewantara terhadap sistem pendidikan sebelum kemerdekaan yang diwarnai dengan penindasan dan tidak berperi kemanusiaan. Sehingga kemudian berdirilah Sekolah Taman Siswa yang menjadi titik awal perubahan sistem pendidikan yang berpusat pada peserta didik, merdeka, dan memanusiakan manusia.
Perubahan dan penyesuaian ini akan terus berlanjut dengan mempertimbangkan kebutuhan dan tuntutan zaman yang terus berkembang juga. Hal ini menjadi pertanda baik karena dengan begitu berarti negara Indonesia peka dan peduli terhadap kebutuhan masyarakatnya.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Dewantara Magazine