Karya seni, termasuk musik, tidak hanya sekadar sarana hiburan semata. Namun bisa juga menjadi alat untuk menyampaikan gagasan, menyuarakan berbagai tema realitas sosial yang sedang terjadi, maupun sebagai sarana media pendidikan. Mungkin begitulah yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri mereka Dendang Kampungan.
Dendang Kampungan (DK) adalah kelompok yang terbentuk dari kolektif kebudayaan bernama Taring Padi. Selain menggunakan seni rupa, Taring Padi sadar bahwa komponen musik, sastra, dan seni pertunjukan merupakan senjata yang ampuh untuk menyuarakan realitas persoalan secara kompleks yang terjadi di suatu bangsa. Musik juga mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat. Di samping hal itu, pengemasan kata untuk diproses menjadi lirik lagu menjadi hal penting untuk menyuarakan pesan dan berbagai persoalan tersebut.
Baru-baru ini, DK menggelar acara pre-launching untuk album baru berjudul “ANKER” di Coffee Wae Jogja. Perilisan album anyar ini nantinya akan diproduksi sekitar 100 kaset pita. Tak hanya itu, ada juga keinginan untuk menggelar pameran seni rupa, sebab seni rupa merupakan bagian hidup dan ekosistem DK lahir, tumbuh, dan berproses. Penyelenggaraan pameran seni rupa ini nantinya akan dibuka untuk umum dan mengundang teman-teman perupa maupun kolektif yang selama ini berjejaring dengan DK. Acara launching album “ANKER” dan pameran seni ini direncanakan akan dilaksanakan pada hari Senin, 1 Mei 2023 mendatang di pelataran Coffee Wae dan berlangsung selama tujuh hari.
“Pemilihan tanggal 1 Mei tersebut di samping tanggal merah dan libur, tanggal tersebut adalah tanggal yang diperingati sebagai May Day untuk kaum buruh. Kebanyakan personel dan keluarga DK sendiri adalah buruh dan sepatutnya kita untuk merayakan itu. Karena setelah hari itu, Selasa-nya sudah mburuh lagi,” ucap Patub di Coffee Wae, Sabtu (4/3) lalu.
Kelompok musik yang digawangi Fitri (vokal), Dodi Irwandi (bass), Ikhsan (lead guitar), Toleriansah (drum/kajon), Patub Prox (perkusi), dan Tajam Pariwangi (rhytm) itu sepakat bahwa akronim “ANKER (Anti Kekerasan)” menjadi tajuk untuk album ketiga DK. Terdapat tujuh lagu di dalam album tersebut, di antaranya Masih Kerja, Rembang Melawan, Pembohong, Kambing Hitam, Rebut Tanah Kita, Sama Kenyang, dan ANKER (Anti Kekerasan).
Anti Kekerasan merupakan lagu berirama punk dengan diselimuti ketukan drum khas, mempunyai lirik tegas menolak segala bentuk kekerasan. Judul lagu ini juga dipilih karena dianggap mewakili situasi menjelang pemilu yang kian memanas.
Situasi pemilu ini kadang menjadi dasar untuk membuat suatu gesekan agar situasi menjadi memanas dan bisa berkategori bahaya. Misalnya saja sewaktu melakukan kampanye atau demonstrasi, sedikit gesekan saja baik antara demonstran dengan petugas keamanan bisa menjadi perang yang setiap saat bisa terjadi.
“Lagu Anti Kekerasan sekaligus nama album kita, sekaligus merupakan kegelisahan mengenai apa yang kita rasakan. Kekerasan yang paling dekat dengan kita sekarang adalah anak-anak muda yang masih berkategori anak dan yang sudah mungkin terlalu banyaknya masukan yang tersebar melalui media sosial, membawa pengaruh dan dampak yang terjadi, dan tidak sedikit juga salah satu pengaruhnya adalah kekerasan,” ujar Fitri.
Perjalanan panjang selama kurun waktu 23 tahun, DK telah memiliki puluhan lagu yang diproduksi dalam bentuk rilisan fisik berupa kaset pita dengan bongkar pasang personel. Album “ANKER” nantinya akan menyusul dua album sebelumnya yang pernah dirilis DK, di antaranya “Dendang Kampungan” (2003) dan “Masih Kerja” (2009).
Seni Musik dan Corong Aktivisme
Musikalisasi Dendang Kampungan (DK) banyak terinspirasi dari perjuangan rakyat kecil dan tertindas, khususnya dalam urusan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Berbagai macam karya yang diciptakan oleh DK banyak terinspirasi dari realitas sosial yang ada sekitar maupun persoalan kompleks negara Indonesia.
Macam-macam persoalan seperti sistem negara yang awut-awutan, korupsi, perampasan hak masyarakat, sistem yang jauh dari keadilan, maupun aturan yang membodohi masyarakat dan mengorbankan masyarakat itu sendiri untuk kepentingan tertentu. Banyaknya persoalan di sekitar dan negara yang begitu mengkhawatirkan dan bahkan selalu terjadi berulang kali tanpa ada usut tuntas dan cenderung lambat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Musik-musik DK selama ini digarap dengan sikap punk, mandiri, dan semangat Do It Yourself. Namun begitu, tak sedikit orang melihat musik mereka sebagai satu genre seperti musik kaum reggae. Ada juga yang bahkan bingung mendeskripsikan genre bermusik yang dikerjakan DK.
“Kami membebaskan, bermusik bisa dari genre apapun. Bagi kami yang paling penting adalah tema yang disajikan bisa dinikmati dan sampai ke pendengarnya,” ungkap Fitri.
DK memiliki konsep semua tempat bisa untuk dijadikan panggung. Dikemas dengan menggunakan berbagai komponen kesenian, panggung ini diartikan juga sebagai pondasi untuk menyuarakan ide, menyebarkan kritik, dan kegelisahan akan suatu keadaan maupun masalah kompleks suatu negara.
Panggung formal seperti acara kampus, pembukaan pameran, maupun panggung daerah konflik seperti Kulon Progo pun pernah dijajaki DK. Tentu jangan kaget nantinya jika sewaktu-waktu pendengar DK maupun masyarakat umum melihat mereka di acara resepsi pernikahan. Karena begitulah keluwesan DK untuk menjelajahi berbagai tempat sebagai ladang untuk menyuarakan harapan dan cita-citanya.
Kesadaran akan pentingnya media seni musik dalam aktivisme dan didukung intensitas pertemuan yang tinggi di lingkungan kolektif, mengukuhkan DK untuk terus menjadi corong menyuarakan ide dan berbagai kritik. Keterlibatan beberapa teman baru dalam DK yang berasal dari ekosistem musik juga membuat warna album anyar “ANKER” akan terasa fresh dan istimewa.
Hilir-mudik praktik aktivisme berbalut musik yang dilakukan DK ini kemudian membuat para personel menyadari betapa pentingnya mengarsipkan karya-karya mereka menjadi album penuh.
“Mempunyai ide untuk mengemas album ketiga DK ini sebenarnya adalah kegelisahan yang saya dan teman-teman DK rasakan. Berbagai karya dan perjalanan DK yang cukup lama ini kiranya harus diarsipkan. Karena selain nantinya bisa rapi, proses untuk mencari informasi perihal karya DK juga akan lebih mudah,” kata Yakub dari label musik domsyndicate.
DK sadar bahwa mereka dalam posisi di wilayah seni musik, sehingga proses untuk merangkai berbagai nada, mengaransemen jenis musik, dan bermain musik dengan baik dan rapi adalah keharusan agar power dan pesan dalam lirik DK semakin kuat. Yang tak kalah penting adalah bagaimana karya mereka dapat dengan mudah untuk diterima masyarakat luas dan mampu ‘menampar’ pemerintah.
Catatan: Artikel ini merupakan versi terbaru dari kesalahan data “25 tahun Dendang Kampungan” pada artikel sebelumnya.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Arsip Dendang Kampungan