Film Belenggu (2012): Mimpi dan Realitas yang Saling Tumpang-tindih dan Upaya Membangun Eskapisme

Suasana mencekam dan sinematografi yang ciamik, menempatkan Belenggu menjadi salah satu film terbaik dan terindah yang dapat kita tonton.

Film Belenggu (2012) dibuka dengan sang karakter utama, Elang (Abimana Arya), yang terbangun dari mimpi buruknya. Dalam mimpinya, dia bertemu dengan sosok perempuan misterius yang bersama dengan seseorang dengan kostum kelinci. Elang terbangun setiap hari dan mengalami mimpi yang sama: hadirnya sosok perempuan misterius dan seseorang berkostum kelinci membawa kapak. Elang tinggal sendiri di sebuah apartemen dan bertetangga baik dengan Djenar (Laudya Cynthia Bella) dan puterinya yang masih kecil, Senja (Avrilla).

Di kota tempat Elang tinggal, sedang terdengar rumor tentang pembunuh berantai yang sedang mengincar para perempuan sebagai korbannya. Akhirnya, ini membuat seluruh warga di kota tersebut saling menaruh curiga satu sama lain, tak terkecuali Elang yang bahkan sangat mencurigai suami Djenar (Verdi Solaiman) sebagai sosok pembunuh berantai sekaligus orang di balik kostum kelinci berkapak.

Secara tidak terduga, Elang bertemu sosok perempuan misterius yang berulang kali muncul dalam mimpinya. Perempuan itu bernama Jingga (Imelda Therinne). Tentu saja mereka berdua semakin dekat, tapi hal ini membuat Elang semakin masuk dalam masalah yang lebih rumit nan pelik, bersamaan dengan misteri-misteri yang menyertai Jingga serta perburuan sosok pembunuh berantai yang meneror kota di mana Elang tinggal.

Pertama Kali Bermain-main dengan Mimpi

“You’re in both dreams and you’re scared too. I get even more frightened when I see how afraid you are and then I realize what it is. There’s a man… in back of this place. He’s the one who’s doing it. I can see him through the wall. I can see his face. I hope that I never see that face, ever, outside of a dream.”

Kutipan di atas adalah salah satu dialog dalam sebuah scene di dalam film Muholland Drive (2001), besutan dari sutradara paling ciamik, David Lynch. Secara tidak langsung, Belenggu merupakan karya tribute Upi kepada Lynch. Muholland Drive (2001) dan Belenggu (2012) memiliki poros yang sama: mengeksplorasi mimpi dan menggunakannya sebagai tema sentral.

Jika Lynch menggunakan Betty (Naomi Watts) dan mimpinya sebagai kunci utama dalam film Muholland Drive yang ia garap, maka seperti laiknya Lynch, Upi menggunakan Elang dan mimpi sebagai tema dan arah yang menuntun jalannya film Belenggu. Dengan apik, Upi menyajikan sebuah film dengan gaya dan cara yang berbeda. Setelah sukses dengan film garapan seperti Realita, Cinta dan Rock’n Roll (2006), Radit dan Jani (2008), dan Serigala Terakhir (2009), Upi berusaha keluar dari zona nyamannya dan memulai ekplorasi kemampuannya dalam menggarap film.

Dengan genre psikologis thriller dan juga mengusung gaya neo-noir, tentunya film ini menjadi tantangan sendiri bagi Upi. Seperti kebiasaan film yang menggunakan dreamy sequence dan alur non-linier sebagai plot cerita, tentu saja Belenggu akan terkesan begitu lambat dan membosankan. Menit-menit pertama hingga pertengahan, sang sutradara menyuguhi kita akan karakter Elang yang berulang kali terbangun dari mimpinya. Mungkin ini yang membuat film Belenggu terlihat sangat membosankan. Namun di sinilah, Upi dengan lihai memberikan puzzle demi puzzle untuk kita rangkai. Mimpi Elang merupakan kunci utama, dan di sana juga, Upi memberikan semua petunjuk-petunjuk kecil untuk kita telusuri secara hati-hati.

Ketika Mimpi dan Realitas Saling Tumpah Tindih Serta Eskapisme yang Terbangun

Plot-twist dari film Belenggu sebenarnya tidak terhitung baru dan terkesan kurang segar, namun Belenggu mungkin satu-satunya film yang memberikan multiple-twist dengan apik sekaligus baru. Upi membuktikan alasan ini dengan begitu kuat.

Pertama, sang karakter utama, Elang, seperti yang kita ketahui di akhir film ternyata adalah seorang pasien rumah sakit jiwa yang kabur. Scene awal yang berlatarkan bar dengan gaya vintage, di mana Elang memesan kopi di sana, adalah salah satu bentuk imajinasi yang ia bangun.

Cuplikan dalam film Belenggu (Falcon Pictures)

Dalam kenyataannya, Elang sendiri tidak bisa membedakan mana yang kenyataan dan mana yang mimpi. Hal ini bisa kita buktikan dengan sosok Jingga yang juga menjadi peran sentral dalam film ini. Pada salah satu scene, Jingga bercerita kepada Elang tentang keinginannya membalaskan dendam kepada orang yang telah memperkosanya.

Namun sialnya, bukannya menemukan pelakunya, Elang malah dikira oleh polisi telah mengarang cerita. Hal ini diperkuat dengan surat kabar yang memberitahukan bahwa perempuan yang ingin dia bantu ternyata sudah tewas dua tahun yang lalu dan perempuan itu bukan bernama Jingga.

Kedua, karakter Djenar dan Senja. Kedua karakter ini kita kenal sebagai tetangga apartemen Elang, dan ia sangat menyayangi keduanya seperti anak dan istrinya sendiri. Namun di sini, Upi dengan rapi menghadirkan twist yang sangat memukau. Ternyata Djenar dan Senja adalah istri dan anak Elang yang sudah ia bunuh dengan sadis.

Menghadirkan kembali sosok Djenar dan Senja adalah bentuk eskapisme Elang atas rasa bersalah yang telah ia lakukan di masa lalu. Ini mengingatkan kita pada karakter Edward Daniels (Leonardo Dicaprio) dalam film Shutter Island (2010) yang menciptakan tokoh fiktif dirinya sebagai bentuk ketidakmampuan Edward Daniels menanggung beban dan rasa bersalahnya karena telah membunuh istrinya.

Ketiga, sosok berkostum kelinci berkapak. Secara sekilas mungkin sosok ini merujuk pada film Donnie Darko (2001) yang pemerannya adalah Jake Gyllenhaal. Dalam film ini ada sosok berkostum kelinci bernama Frank (James Duval) yang selalu menghasut Donnie untuk melakukan kekacauan di kota tempat ia tinggal. Sosok ini ternyata adalah imajinasi yang dibangun oleh Donnie. Senada dengan itu, sosok kelinci berkostum yang membawa kapak di film Belenggu memiliki kesamaan misi dan visi antara lain: mengacaukan pikiran Elang dan membuat Elang berambisi memburunya.

Dalam scene-scene tertentu, menjelaskan tentang sosok Guntur (suami Djenar) yang bekerja sebagai badut dengan kostum kelinci. Hal ini membuat Elang menghubungkan teror pembunuhan ini dengan Guntur, dan diperkuat lagi, dengan sosok berkostum kelinci berkapak yang selalu datang dalam mimpinya.

Poster film Belenggu saat dirilis di Indonesia tahun 2013 (Falcon Pictures)

Namun, lagi-lagi Upi memberikan twist bertumpuk. Ternyata, Guntur adalah salah satu rekaan dari imajinasi yang Elang bangun. Jika kita sadar, ada salah satu scene saat bercerita kepada Jingga, yang memperlihatkan Elang membawa kapak. Sebenarnya pembunuh itu adalah Elang itu sendiri. Penciptaan tokoh fiktif berkostum kelinci tersebut adalah bentuk eskapismenya, karena ia memerlukan sosok untuk diburu sebagai salah satu aktor dalam permainan imajinasi yang ia bangun. Ketidakmampuan Elang menerima dirinya sebagai seorang pembunuh, membuatnya menciptakan karakter kostum kelinci tersebut.

Keempat, open-ending. Seharusnya Upi memberikan open-ending bagi penonton. Sialnya, Upi menjelaskan semua karakter dalam film ini terlalu panjang lebar. Pada scene terakhir, salah satu polisi yang membantu memburu pelaku yang memperkosa Jingga menemukan fakta lain, yaitu ada salah satu cerita yang bukan karangan Elang.

Ini membuat kita menaruh kembali curiga dan berdecak kagum tentang apa yang harus kita percaya. Semua ini adalah imajinasi Elang atau kita tidak sedang dalam imajinasi Elang? Semua itu kembali kepada kita. Namun sekali lagi, mungkin ini satu-satunya kelemahan film ini, Upi terlalu vulgar memberikan penjelasan akhir film ini dan seolah tidak memberikan kita interpetasi pribadi atas akhir film ini.

Sebagai film dengan ciri khas dari Upi yang tidak pernah gagal dalam meramu sinematografi film yang ia buat, tentu saja ini membantu dalam memperkuat Belenggu dalam banyak babak. Suasana mencekam—meskipun scoring film ini tidak terlalu memuaskan, akting dari tiap karakter sangat terbantu dengan usaha Ical Tanjung dalam urusan sinematografinya. Hal ini menempatkan Belenggu menjadi salah satu film terbaik dan terindah yang dapat kita tonton.

Film Belenggu dan orang-orang di baliknya yang layak mendapatkan penghargaan, menjadikan Belenggu sebagai salah satu pemantik bagi sineas yang ingin mengekplorasi film-film surealis, psikologis thriller, maupun noir dengan cara yang lebih canggih dan kekinian. Terima kasih Upi dan Joko Anwar!

Judul Film: Belenggu
Tanggal Rilis: 20 Juli 2012 (Festival Film Fantasi Internasional Bucheon)
Sutradara & Produser: Upi Aavianto
Penulis: Upi Aavianto
Pemeran: Abimana Aryasatya, Laudya Cynthia Bella, Imelda Therinne, Verdi Solaiman, dan Bella Esperance
Penata Musik: Aksan Sjuman
Sinematografer: Ical Tanjung
Distributor: Falcon Pictures
Durasi: 100 menit

Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Falcon Pictures

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts