I’Am Surrealism: Menyingkap Tabir di Balik Topeng Salvador Dali

Salvador Dali (Penulis: Adelina Z. Rosa)

Siapa yang tidak mengenal Salvador Dali? Seorang Surealis terkenal dunia yang namanya masih hits hingga sekarang ini. Apalagi ketika ikon wajahnya digunakan sebagai topeng dalam serial film Money Heist yang tayang di Netflix.

Citra yang Dali tanamkan dan rawat guna popularitas dirinya sepertinya berjalan dengan sempurna jika dilihat dari sosoknya yang masih eksis sekarang ini walaupun ia sudah tiada sejak 33 tahun yang lalu. Dali adalah sosok seniman eksentrik yang penuh kontroversi namun juga memiliki segudang karya yang pantas untuk diakui kejeniusannya karena tidak semua orang bisa melakukannya seperti Dali. Walaupun dalam buku ini, Dali di identifikasikan sebagai seorang yang hanya mementingkan diri sendiri, menyembah uang, dan gila popularitas. Namun, Dali masih menjadi salah satu tokoh yang namanya sering disebut ketika membicarakan surealisme.

Dalam buku Salvador Dali, I’m Surealism yang ditulis oleh Adelina Z. Rosa ini merangkum linimasa yang terjadi selama hidup Dali. Buku ini memiliki total 15 bab yang masing-masing bab berurutan sesuai kisah hidup sang maestro. Adelina tampak fair saat menceritakan sosok Dali dalam buku ini. Ia tidak semata-mata memuja Dali karena sosoknya yang dielu-elukan dalam dunia seni rupa, namun juga kontroversi Dali yang berhasil ia rangkum dalam buku ini. Sehingga, para pembaca dapat juga mengerti sisi lain dari seorang Salvador Dali sang pelukis surealisme terkenal itu.

Berambisi Kuat dan Narsistik

Dali sebenarnya merupakan anak kedua di keluarganya. Kakaknya yang juga bernama Salvador Dali berhasil mendahuluinya lahir ke dunia. Namun, kakak Dali harus Kembali kepada sang Ilahi saat usianya masih menginjak 3 tahun. Ketika Dali lahir, orang tuanya memberikan ia nama yang sama seperti sang kakak sebagai pengobat kesedihan yang mereka rasakan. Hal ini justru membuat Dali terganggu karena sosok sang kakak yang selalu menghantui pikirannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi kepribadian dan karya-karyanya kelak.

Dali kecil tumbuh dengan pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal serta bayang-bayang dari sosok kakaknya yang terus menghantui pikirannya. Ini membuatnya tak bisa fokus terhadap beberapa hal termasuk dalam hal pendidikan formal. Ia hanya gemar menggambar dan dapat dengan lancar mengekspresikan setiap apa yang ada pada isi kepalanya di atas kanvas dan kertas gambarnya.

Saat bertambah dewasa, Dali semakin ingin menambah skillnya dalam melukis. Terlebih, Ketika ia bertemu dengan Ramon Pichot, seorang seniman lokal. Dari Pichotlah Dali mengetahui aliran impresionisme. Tak hanya impresionisme, Pichot juga bereksperimen dengan aliran Catalan avant-garde. Sejak saat itu Pichot secara tidak langsung telah menjadi mentor Dali. Bahkan saat itu, berkat Pichot pula Dali mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang Impresionisme.

Setelah Dali menjadi seniman terkenal dan dikenal banyak orang pun dirinya masih berambisi kuat untuk terus lebih dan lebih lagi dari sebelumnya. Dalam buku ini, diceritakan jika Dali terus menggali alam mimpinya agar mendapatkan objek lukisan yang identik dengan dirinya.

Ia mulai menambahkan barang dalam objek lukisannya seperti laci, lemari kecil, hingga tongkat. Ini tampak pada karyanya yang berjudul The Weaning of Furniture Nutrition. Dali menggambarkan sosok pengasuhnya yang tengah duduk di hamparan pasir pantai, di depannya terdapat meja kecil tua yang berada di sebelah ranjang yang katanya Dali gunakan saat masih kecil. Dalam lukisan ini juga terdapat tongkat yang menopang tubuh pengasuhnya itu.

The Weaning of Furniture Nutrition

Di sisi lain, Dali juga memiliki karakter narsistik yang ia rawat serta kembangkan agar selalu dilirik oleh masyarakat. Sejak kecil, Dali telah menunjukan sikap eksentriknya untuk menarik perhatian orang yang melihatnya. Di buku ini dijelaskan jika saat sekolah ia membiarkan rambutnya tumbuh panjang dan mulai mempoles wajahnya dengan bedak putih.

Selain itu, Dali juga memoles alisnya dengan warna hitam sehingga menciptakan bayangan gelap di sekelilingnya matanya. Tak ayal jika penampilan Dali sangat mudah menarik perhatian orang di sekitarnya. Saat ia telah mematenkan diri sebagai seorang surealis, sisi narsistik yang ia miliki pun semakin menjadi-jadi. Bahkan, Dali sampai berkali-kali menggunakan gimmick kostum saat diundang sebagai pembicara di berbagai seminar. Ini menunjukan jika Dali terus berusaha untuk mengalihkan perhatian orang menuju dirinya. Ia ingin semua mata tertuju pada dirinya bak seorang aktor dalam film layar lebar.

Dali yang dianggap egois karena ambisinya ini bahkan tak peduli jika harus terpaksa menjilat kepada para penguasa. Semuanya dilakukan agar ia dapat mewujudkan apa yang ia inginkan. Dali sangat menikmati kekayaan serta keamanan yang diberikan oleh rezim Franco. Bahkan, diisukan jika Franco mensponsori beberapa lukisan Dali akibat kedekatan yang terjalin antar keduanya

Berani Bersikap Gamblang dan Sensasional

Dalam beberapa hal, Dali sangat berani mengambil keputusan dan menyatakan pilihan terhadap suatu tokoh maupun paham tertentu. Ia tak peduli akan pandangan masyarakat tentang dirinya, selama apa yang ia pilih atau ambil adalah keputusan yang akan menguntungkannya dalam hal berkarir sebagai seorang artis dan seniman seni rupa. Dali adalah sosok keras kepala yang tidak mau tunduk pada aturan manapun kecuali ia menganggapnya sebagai peluang untuk dapat menaikkan popularitasnya juga untuk memperhalus jalan karirnya.

Dalam buku Salvador Dali, I’m Surealism ini diceritakan jika Dali pernah mendukung kelompok fasis Francisco Franco. Hal ini membuat Dali terancam didepak dari kelompok surealisnya. Dali juga beralasan jika dukungannya terhadap fasisme hanyalah semata-mata agar dirinya dapat menjalin hubungan baik dengan aparat negeri sehingga ia dapat terbebas dari beban pajak.

Dali dianggap sebagai seorang oportunis karena sikapnya yang menolak anti-Franco, tentunya hal ini berbeda dengan sikap yang diambil oleh teman seniman lainnya seperti Picasso, Miro, dan Bunuel. Loyalitasnya kepada fasisme ia gunakan sebagai tameng agar tidak diasingkan oleh Franco seperti seniman–seniman yang menolak sikap tersebut. Di buku ini, diceritakan jika Dali masih saja bersikap egois karena mengejar apapun yang saat ini ia butuhkan tanpa memperdulikan orang lain.

Sikapnya yang mendukung fasisme mengantarkan Dali menjadi musuh banyak seniman. Bahkan, pertemanannya dengan Bunuel pun ikut rusak karena pernyataan Dali saat mengirimkan surat padanya dengan mengatakan jika dirinya telah menganut paham fasisme.

Tak hanya berhenti disitu, ketika Perang Dunia II pecah, Dali tak ragu untuk berani menunjukkan ketertarikannya pada Hitler dengan bergabung sebagai simpatisan Nazi. Dijelaskan dalam buku ini jika Dali membuat sebuah lukisan berjudul The Enigma of Hitler (salah satu karya Dali yang kontroversial di tahun 1939). Lukisan ini juga disebut-sebut sebagai alasan pengusiran Dali dari kelompok Surealisme.

The Enigma of Hitler

Dalam lukisan tersebut, Dali memasukkan potret kecil wajah Hitler yang tercabik dari selembar kertas surat kabar, tergeletak di atas sebuah piring raksasa dengan suasana isolasi yang suram. Di atas piring itu terdapat sebuah telepon besar menggantung di batang yang meneteskan air. Di batang yang sama pula tergantung sebuah payung, yang samar-samar terlihat sosok wanita dibalik payung tersebut.

Tak melulu soal cat dan kanvas, Dali tidak hanya pandai dalam melukis, ia juga pandai mencari celah dan kesempatan baru untuk meraup pundi-pundi uang yang melimpah. Tak heran, jika keinginan untuk terus mengeksplorasi ide baru adalah sebuah hal identik dalam diri Dali. Setelah dekade 1940-an, Dali mulai ikut berkecimpung dalam industri komersial seperti menjual perabotan, membuat jasa desain grafis untuk periklanan komersil, serta berjualan produk komersil tertentu. Selain mulai aktif di industri komersil, Dali juga mempertegas dirinya sebagai seorang selebritis dengan aktif hadir pada acara-acara televisi tahun 1950 hingga 1960-an. Dali berhasil tampil secara regular dalam program televisi Amerika Serikat yakni “What’s My Line” dan “I’ve Got a Secret”.

Dali juga pernah tercatat berkontribusi dalam sampul majalah kenamaan yakni, Vogue. Disini, Dali bertugas untuk mendesain sampul Vogue pada tahun 1939, 1944, dan 1946. Dali juga ikut berkontribusi dalam mengedit seluruh edisi tahun 1971 untuk Vogue edisi Prancis. Selain itu, Dali juga mendesain sampul untuk Town and Country dan juga American Weekly. Sejak saat itu, popularitas Dali terus memuncak dan tak pernah pudar.

Mungkin lukisan-lukisan Dali tak lagi mendapatkan banyak pujian dari masyarakat dan kritikus seperti sebelumnya, bahkan mungkin sudah tak lagi menuai kontroversi dan perdebatan dalam dunia seni rupa saat itu. Namun, uang yang didapatkan Dali dari industri komersil mengantarkannya pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Dali juga memanfaatkan popularitasnya di industri ini untuk berbisnis produk yang melabeli dirinya seperti dasi, parfum, pahatan, hingga permainan puzzle.

Dali juga berhasil mempelajari desain interior yang berkaitan dengan Surealisme dan Pop Art. Karya terkenal yang berhasil ia ciptakan diantaranya adalah Lobster Telephone dan Mae West Lips Sofa. Kedua objek ini dikatakan sebagai awal dari Gerakan seni populer yang berkembang pada tahun 1960-an.

Dimana, budaya populer mengeksplorasi seni dalam wujud benda sehari-hari mulai dari iklan, label produk, perabotan rumah, hingga komik. Semua dieksplorasi sebagai inspirasi dari bentuk seni media baru. Dali juga cukup banyak meninggalkan karya tentang Pop Art.

Ia tercatat pernah membuat ilustrasi untuk edisi terbatas Alice In Wonderland yang dipublikasi oleh Random House. Jauh sebelum ini, Dali pernah dimintai untuk membuat iklan merek pakaian Bryans pada tahun 1940-an. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Dali dengan senang hati menerima tawaran itu sebagai bentuk untuk memberikan dirinya kesempatan melepaskan imajinasinya pada bidang seni yang baru.

Editor: Tim Editor Sudutkantin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts