Kumpulan puisi ini: Perdebatan di Meja Makan, Mencatat Tanggal Kematian, Pesan Seorang Perupa yang Menjadi Santri Pada Sebuah Daurah kepada Penyair yang Menyamar sebagai Guru Agama Tetapi Selalu Berpikir Cara Mengakhiri Hidup, dan Kalau Sudah Besar Kamu Mau Jadi Apa. Ditulis oleh Imam Budiman, seorang pendidik Bahasa dan Sastra Indonesia di Madrasah Darus-Sunnah dan SMA Adzkia Daarut-Tauhiid.
Perdebatan di Meja Makan
Kita tuntaskan makan malam dan sedikit perdebatan
apakah peri bisa menyembuhkan sel kanker, sebuah
kota merawat hujan di mercusuar, anak-anak desa
mengejar layangan seperti memburu ajal sendiri.
Kau menutup lemari, menyusun diri di dalamnya
warna yang bertaut meski berantakan dan kusut
memastikan harimu baik dengan garis biru laut.
Tetapi, kita sirkus yang tidak ingin selesai.
2024
Mencatat Tanggal Kematian
Hutan dan tuhan menjahit pohon di bajumu
menjadi motif terakhir yang kaupinta, sebab
di sana seekor tupai setia merawat mimpimu.
Laut dan maut meneduhkan diri di tubuhmu
menghindari kehilangan dengan cara terapik
—sebelum terlambat dan tak tercatat.
2024
Pesan Seorang Perupa yang Menjadi Santri
Pada Sebuah Daurah kepada Penyair yang
Menyamar sebagai Guru Agama Tetapi
Selalu Berpikir Cara Mengakhiri Hidup
Jangan pernah sesekali
kau redupkan apimu.
2024
Kalau Sudah Besar
Kamu Mau Jadi Apa
Tidak ingin jadi meja kerja.
2024
Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Akwila Chris Santya Elisandri