Puisi Rolin Noris: di antara perjalanan pulang pergi, pergi dan pulang kembali

Kumpulan puisi ini berjudul di antara perjalanan pulang pergi, pergi dan pulang kembali. Merupakan cara Rolin Noris untuk meraba asal-usul diri, lebih-lebih terhadap pengenalan dan penerimaan diri sendiri.


berlalu lalang dalam perjalanan

berlalu lalang dari pergi ke pulang
dari pulang ke pergi
perjalanan dari jogja melewati
surakarta
berhenti sejenak untuk beristirahat,
minum sebotol air
atau sekedar menghisap sebatang rokok belaka

dan magetan yang menjadi tempat tujuan,
apa yang kauingat darinya? apakah kebencian
magetan adalah tempat rindu bermuara
di bawah kaki gunung lawu itu
sebuah telaga peristirahatan

sewaktu di surakarta, rindu tersebut menjelma
menjadi bibit yang akan kita rawat bersama
dan sekembalinya di jogja, kau tahu?
kaulah harapan itu, dihimpit-himpit
kenangan yang mencabikmu
terang-terang
dan “tenang.” katamu

tidak ada yang lebih tenang dari telagaku
tidak ada yang lebih terang dari
harapan itu
kuingat lagi, magetan adalah kasih ibu
yang merawat putra-putrinya
sedangkan jogjakarta, biara-biara
yang menumbuhkan sayap mereka.

13/des/2022

dari muara

magetan, tempat kumengingat kasih sayang
kumpulan air yang menjadi tempat penghidupan
orang-orang berlalu lalang di antara temaram hutan
suara sayup-sayup dari kejauhan

magetan, dan hal-hal yang kuingat tentang takut
dan berani yang mengajarkan memaknai manusia,
memiliki pilihan di atas kaki sendiri
memilih untuk hidup atau mati

magetan, tempat kita menemukan rumah dan teman
dan segala hal yang menghujam menjadi banal
kata per kata, kalimat per kalimat lalu ia menumbuhkan
anak cucunya yang mencari arti, menggapai mimpi

magetan, mimipi-mimpi pendahulu yang lama mati
terkubur dalam-dalam atau berganti generasi
menanam benih, merawatnya kembali
atau sengaja dimasukkan ke dalam ruang kremasi

magetan, dan segala jenis hantunya
menjadi satu bersama lorong-lorong ingatan
tergumpal, dijejalkan bersama ketakutan
melalui ketidaksengajaan

04/jan/2023

kota yang menumbuhkan bunga

kota yang menumbuhkan bunga-bunga
sekedar direkam dalam perjalanan atau
dinikmati sementara,
yang tak bisa sepenuhnya kutuju
dan itu adalah hal yang tak mampu

kota ini berangkat dengan segala warisannya
yang tak tersengaja beberapa dari
kita merasa kecewa
namun kekecewaan bagai kita mengedipkan
dua kelopak mata
seolah-olah terjadi begitu saja

dan bunga-bunga di kota ini, mekar pada
malam hari
wewangian yang seharusnya membuat kita
pulas dalam kepala
walau kenyataan tak berbentuk sama
mungkinkah setidaknya serupa

kota ini bagai kebun yang merawat apa
saja
dari tukang silat sampai perayu yang
kehilangan kalimatnya
dan di kota ini, kunang-kunang yang
memenuhi cakrawala
pada malam hari
pada waktu kubersenandung dan bernyanyi.

17/jan/2023

jika aku memiliki kepulangan

jika aku memiliki kepulangan,
bolehkah aku pulang di antara rumbai rambutmu?
rerimbunan bunga-bunga dan dedaunan di atas kepala
tanah seperti apa yang mampu menumbuhkannya
yang kutahu, tanah adalah milik semua orang
namun, semua orang tak akan
memilikimu

jika aku memiliki kepulangan,
nolehkah tubuhmu kusebut rumah?
sebab di dalamnya ada doa dan
keberadaanmu mungkin menjadi warisannya
dan jika aku memiliki kepulangan,
bisakah aku pulang sambil tidur berjalan,
semakin lelap bisakah semakin bergerak
dan dalam waktu yang paling
pulas, terlelap dengan mata
terbelalak

21/jan/2023


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Dilustrasikan pada 16 Januari 2023 oleh Rolin Noris

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Kumpulan Puisi David Ryan Sitorus: Lectio Humana

Next Article

Komunitas Menulis Lagu 'Earhouse Songwriting Club' Kembali Bikin Showcase Vol. 2

Related Posts
Read More

LESAP

LESAP Kala itu Kita menempuh lonjakan magis Bersama menyembuhkan tiap lebam Hingga detik Merisau-risau menghitamkan Membran itu Bersatu……