Kumpulan puisi ini: Perempuan Nelayan, Konklusi Kepergian, dan Warna Angin di Matamu. Ditulis oleh Ramli Qamarus Zaman, kuliah di Instik Annuqayah Guluk-Guluk Semenep Madura. Gemar membaca, menulis puisi, dan cerpen. Aktif di komunitas pendidikan di kepulauan Raas.
Perempuan Nelayan
betapa rumit tidurnya semalam
ia bermimpi ranjang tak berdenyit
isyarat menakutkan di antara jarak pelukan
malam lain, mimpi menyediakan waktu
tangannya menadah ikan-ikan di bibir pantai
dari sepasang perahu yang layarnya sama-sama sobek
cemaslah ia
apalagi bersaksi atas nama pelabuhan
gelombang sekedar merakit kesepian
selebihnya airmata
di ranjang itu ia juga menatap jendela
angin berkabar lembut melalui sehelai rambutnya
yang dimaknai sebagai badai
Tok-Patok, 2023
Konklusi Kepergian
: Ode kepada perantau
seusai percumbuan musim di tubuhmu
kembali kau salami aroma tanah moyang
melalui garis tangan kau rangkum usia sayap camar
di sela daun jatuh terdapat tatapan jauh
namun, kita berlari mengejar bayangan diri
lalu tersesat pada sketsa di mana wajah kita pernah pasrah:
di himpitan selangkangan ibu,
kita meringkuk di sana sebagai pertapa
Tonduk, 2023
Warna Angin di Matamu
mungkin aku bodoh telah berkabar warna angin di matamu
barangkali lupa,
selembar surat yang kau terima
telah kusematkan empat arah mata angin
berbahagialah, sebab getir layar
segera berlabuh di riuh tubuhmu
mungkin aku bodoh telah berkabar warna angin di matamu
baca lagi surat kita sepanjang usia mega
akan segera kau saksikan gigil setiap katanya
di jemarimu yang telah meyatimkan tubuhku
mungkin aku bodoh telah berkabar warna angin di matamu
tak perlu kita belajar setia kepada musim
sebab, kita adalah sepasang kekasih
yang belajar lupa surat pertama yang terbakar
sebelum berkabar
Annuqayah, 2023
Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Muhammad Fajar Imani / @silverssalamander