“Pemerintah buruk, pilihan rakyat. Pemimpin yang korup, cerminan rakyat.”
Lugas, tegas, dan beringas. Itulah gambaran tentang unit Hardcore Punk asal Yogyakarta bernama B.O.A.R (Bastard Oligarch Abusive Regime). Pada 25 Januari 2025, B.O.A.R merilis mini album bertajuk “Membabi Buta” melalui Dugtrax Records. Dengan lima track berdurasi 17 menit, B.O.A.R tidak hanya menyajikan suara keras dan cepat, tetapi juga berhasil mengolah musik menjadi kritik tajam bagi pemerintah dan kroni-kroninya.
Hanya berselang lima hari, sebelumnya 20 Januari 2025, KontraS merilis laporan catatan 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka berjudul “Impunitas dan Bersambungnya Derita Satu Dekade Kegagalan Jokowi”. Catatan KontraS menunjukkan terdapat enam masalah pokok. Pertama, permasalahan impunitas dalam rezim baru. Kedua, reformasi sektor keamanan. Ketiga, minimnya akuntabilitas penyelesaian kasus dan penegakan hukum. Keempat, hukuman mati. Kelima, situasi pembungkaman dalam ruang kebebasan sipil. Keenam, keterlibatan Indonesia dalam panggung internasional.
Hasil cacatan tersebut menunjukkan keberlangsungan impunitas dan degredasi nilai demokrasi di era Prabowo dan Gibran yang tak lain merupakan warisan dari era pemerintahan sebelumnya (Joko Wiidodo dan Ma’ruf Amin). Meskipun rezim terus berganti, perubahan yang diharapkan masih jauh dari terpenuhi.
Keberhasilan Prabowo dan Gibran dalam memenangkan pemilu tidak terlepas dari peran aktif influencer, buzzer, komika, konten kreator, dan musisi. Kampanye tersebut, dianggap secara strategis menyasar masyarakat dengan literasi rendah. Hasilnya? Prabowo dan Gibran menjadi presiden dan wakil presiden periode 2024-2029.

Saya dan beberapa orang merasa resah dengan terpilihnya Prabowo dan Gibran. Namun, yang lebih mengkhawatirkan ialah Gen Z perlahan mulai melupakan jejak berdarah ’98. Alih-alih belajar dari sejarah, banyak dari mereka justru merapat ke pemerintahan (Cuih!).
Saya hanya bisa mengucapkan “SE-LA-MAT” merayakan era kegelapan yang dipenuhi korupsi, kolusi, dan nepotisme! Sementara, mereka (penguasa) berpesta pora di puncak kekuasaan, justru malah kami (masyarakat) yang harus menelan getahnya.
“Bukankah mereka yang kau pilih
Bukankah mereka yang kau puja
Kenapa sekarang kau menyesalinya?
Kenapa sekarang baru bertanya?
Kau telah bersuara, kau harus bertanggung jawab!
Pemerintah buruk, pilihan rakyat
Pemimpin yang korup, cerminan rakyat”
Akhir-akhir ini, banyak pengguna media sosial X (baca: twitter) mulai menyesali pilihan mereka yang telah memilih Prabowo dan Gibran. Kesadaran itu muncul seiring dengan banyaknya kebijakan serampangan, seperti pendidikan dan kesehatan hanya menjadi program pendukung, sementara Makan Bergizi Gratis (MBG) justru menjadi program utama.
Anggaran Kementerian Pertahanan dan Polri melonjak jauh lebih tinggi dibandingkan kementerian lainnya dan masih banyak lagi kebijakan yang tak masuk akal. Lalu, bagi kami yang tidak memilih mereka akan mendapatkan apa? Gas air mata? Atau selongsong peluru?

Hal serupa disampaikan oleh B.O.A.R pada track pembuka berjudul Buruk Muka Cermin Dibelah. Bagi kalian yang memilih Prabowo dan Gibran, baik yang sudah menyesal ataupun yang hati dan pikirannya masih terjebak di kubangan sampah propaganda, segeralah bertobat dan bertanggung jawab.
Kalian bisa bertanggung jawab dengan tetap berisik atau ikut berdemonstrasi menentang segala wewenang pemerintah yang ugal-ugalan. Masih banyak lagi cara untuk mempertanggung jawabkan pilihanmu itu. Salah satunya seperti pada track kedua berjudul Oposisi = Kroni.
“Berkumpulah, untuk rayakan kehancuran
Menyemai benih, dan timbulkan kerusakan”
Gedebuk dentuman drum dan pekikan berat gitar akan mengantarkan kita pada kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kita semua berhak untuk tetap berisik dan kritis terhadap pemerintah.
Namun, kebebasan tersebut harus dibayar mahal. Dari data KontraS, menunjukkan bahwa dari Desember 2023 hingga November 2024, terdapat 226 pelanggaran HAM dan 1659 korban pelanggaran kebebasan sipil. Dan siapa pelakunya? Tak lain dan tak bukan ialah aparat kepolisian dan TNI.

“Bermuram durja /hanyalah ‘tuk gimik simpati
Selepas oposisi / melaju menjadi kroni”
Masih dalam track Oposisi = Kroni, B.O.A.R menyuarakan realitas pahit yang terjadi di kalangan “aktivis politik”. Bagi sebagian orang, potongan lirik dalam track ini terasa benar adanya, layaknya dikhianati dan menusuk dari belakang. Kejadian tersebut memang tragedi yang kita rasakan di lanskap perpolitikan di Indonesia.
Mereka yang dulu kita anggap sebagai kawan di barisan demonstrasi, berteriak lantang di atas mobil komando, melontarkan sumpah serapah terhadap kesewenang-wenangan pemerintah, namun omongan mereka hanyalah omong kosong belaka. Mereka berdalih, “mengubah dari dalam” (cuih!).
“Ayah, ‘kan berjuang, walau harus curang
Ayah, ‘kan membantu, walau harus menipu
Ayah, pasang badan, walau telan korban
Ayah, ‘tak sesali, walau jual diri”
Layaknya seorang ayah yang ingin melakukan hal terbaik bagi anaknya, akhirnya rela melakukan apa saja demi buah hatinya, termasuk melangkahi undang-undang yang sudah ada. Dalam konteks ini, B.O.A.R menggambarkan ayah sebagai sosok yang menginspirasi, tetapi juga sebagai potensi pemicu kehancuran, baik dari level keluarga maupun hingga skala negara.
Kita semua sudah mengetahui bahwa Gibran merupakan putra sulung Jokowi Dodo. Peran aktif Jokowi Dodo dalam mendukung pasangan Prabowo dan Gibran mencerminkan ambisi egois kepala negara. Tak berhenti di situ, dominasi politik dinasti semakin mengakar dengan masuknya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke DPR di bawah kepemimpinan Kaesang Pangarep, putra kedua Joko Widodo. Bukan hanya tentang relasi ayah dan anak, tetapi juga melibatkan menantu, keponakan, saudara, keluarga, serta lingkaran loyalis, mengubah pemerintahan menjadi taman politik keluarga.
Di balik dentuman Hardcore Punk yang penuh teriakan dan riff gitar yang agresif, setiap track di album “Membabi Buta” menjadi letupan amarah yang tak teredam. B.O.A.R mengajak para pendengarnya untuk mempertanyakan, berapa lama lagi kita akan membiarkan kebusukan ini terus berlanjut?
“Apakah kau sadar? Hutanmu dibakar
Api menjalar sesuai permintaan pasar
Apakah kau sadar? Sungaimu telah tercemar
Tambang dan pabrik besar, milik orang pintar”
Berlanjut ke track empat berjudul Sapi Betina 11-12, B.O.A.R menyoroti kehancuran ekologis yang terjadi akibat keserakahan penguasa. Sialnya, dampak kerusakan justru ditanggung oleh masyarakat sipil.
Dicatat Walhi di tahun 2023, deforestasi* besar-besaran di area Food Estate mencapai 290 ribu hektar hutan, menjadikan Indonesia salah satu negara dengan tingkat kehilangan hutan tertinggi di dunia. Tidak hanya sampai di situ, wancana pemberian izin bagi ormas keagamaan dan universitas dalam pengelolaan tambang semakin menambah catatan merah bagi negara.
Sudah banyak komunitas, organisasi, NGO, dan kolektif yang tak henti-hentinya mengingatkan pemerintah tentang krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan. Namun, alih-alih mendengarkan, pemerintah justru tetap bebal dengan gelagatnya hingga menutup mata. Dengan penuh kepongahan, pemerintah berdalih ini semua demi kebaikan.
“Memang susah mengaku salah
Sebagaimana yang sudah-sudah
Ditambah jika tak ada rasa bersalah
karena sudah jelas di dalam istilah”
Terakhir, ada Salah Mengaku Salah. Track kelima ini merupakan ajakan berseru lantang kepada negara untuk menyadarkan mereka, karena telah melakukan berbagai banyak kesalahan. Merdeka hanyalah milik mereka yang berada di puncak kekuasaan, tertidur nyenyak di atas tumpukan jasad manusia.
Sudah tak terhitung berapa kali negara mengabaikan rakyatnya sendiri. Namun sampai kapan kita membiarkan semua ini tetap terjadi? Jika negara belum sadar juga, barangkali kita perlu mengingatkan dengan membenturkan kepala petinggi negara dengan kombinasi bensin, kain, dan botol kecap.
Secara keseluruhan album “Membabi Buta” tidak ramah didengarkan bagi mereka yang pikirannya tertutup, bebal, dan bodo amat, apalagi mendukung pemerintah. Lewat gelegar riff yang menghentak, irama yang memburu, dan sayatan lirik yang tajam, B.O.A.R menyatakan sikap: menolak untuk dijinakkan.
Bagi mereka yang menganggap musik punk hanyalah sebagai musik hiburan semata, lebih baik buang saja gitarmu ke tong sampah atau coba cek isi kepalamu, mungkin kamu memang bodoh.
Dengarkan mini album “Membabi Buta” B.O.A.R di sini.
*) teks telah direvisi pada 17 Februari 2025, pukul 17.50 WIB
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: dok. B.O.A.R

1 comment