Bicara soal vaksinasi di Jerman, sempat timbul beberapa problematika. Banyak orang yang melawan dilakukannya vaksinasi. Misalnya, awal November terjadi demonstrasi yang besar, sekitar 20.000 orang berdemonstrasi di Leipzig menentang vaksinasi dan aturan corona.
Bulan Oktober lalu aku pindah ke Leipzig, sebuah kota di Jerman bagian timur. Ini adalah kota yang penuh sejarah. Leipzig, 32 tahun yang lalu masih masuk wilayah Jerman Timur yang menganut ideologi komunisme. Aku pindah ke sini untuk mencari pengalaman baru, ingin belajar mandiri.
Dari jendela, aku bisa mengamati salju mencair. Tahun ini ada banyak salju di Jerman. Sebenarnya perubahan iklim salju jarang terjadi. Namun, tahun ini suhu udara bisa sampai -20 derajat. Beberapa danau dan sungai berubah jadi es.
Suhu udara Jerman semakin dingin. Hari-hari musim dingin mulai terlewati, berlalu seperti biasa, tapi corona masih tetap ada. Satu tahun berjalan bersama virus ini dan Jerman masih di-lockdown. Awalnya aku yakin, pandemi hanya akan berlangsung beberapa bulan saja. Sayangnya itu salah.
Pada bulan Oktober kehidupan di Jerman masih sedikit lebih bebas. Semua toko masih buka dan orang-orang masih bisa bertemu. Waktu itu semuanya seru, aku bisa jalan-jalan ke sekeliling kota. Semuanya terasa baru dan sungguh luar biasa.
Sejak Desember aturan mulai ketat dan jumlah kasus corona kian meningkat. Ilmuan menyebutnya sebagai gelombang kedua. Gelombang lanjutan dari Covid-19 ini jauh lebih parah dari yang pertama. Namun, haruskah kita takut dan tenggelam dalam virus ini? Jawabannya tidak, sebab ada bala bantuan, yaitu vaksin. Dari akhir Desember, Jerman memulai program vaksinasinya. Prosesnya memang berlangsung lambat sekali, meskipun pada akhirnya aku dapat vaksin juga.
Bicara soal vaksinasi di Jerman, sempat timbul beberapa problematika. Banyak orang yang melawan dilakukannya vaksinasi. Misalnya, awal November terjadi demonstrasi yang besar, sekitar 20.000 orang berdemonstrasi di Leipzig menentang vaksinasi dan aturan corona.
Para demonstran yakin, pemerintah melebih-lebihkan bagaimana situasi yang terjadi akibat virus tersebut. Mereka kesal dengan pemerintah karena melarang banyak hal. Peristiwa ini juga sebenarnya menjadi salah satu cara untuk mengkritik pemerintah, misalnya tentang larangan berkumpul dan berdemonstrasi. Saat demonstrasi, aku pergi ke sana untuk menonton bagaimana keadaannya. Ada banyak orang yang datang untuk berdemonstrasi melawan program pemerintah yaitu vaksinasi yang bertujuan menyelamatkan kehidupan manusia.
Sementara itu, aku akan memilih di rumah saja sampai situasi membaik. Hari-hari kujalani dengan kuliah daring atau menulis artikel untuk koran universitas. Tidak ada banyak waktu untuk memikirkan bagaimana situasi saat ini. Namun terkadang di saat kelas dan zoom-meetings aku berpikir soal situasi saat ini di Leipzig.
Aku mulai merasa sepi, susah mencari teman kalau kotanya sepi. Belum lagi restoran dan museum juga tutup. Hanya ada satu aktivitas yang bisa dilakukan saat situasi seperti ini yaitu jalan-jalan. Aku dan teman kost ku hampir setiap hari jalan-jalan. Biasanya kami jalan-jalan ke sungai dan melihat daun dari pohon berganti warna dari hijau menjadi kuning, sebelum akhirnya hilang.
Lalu kami pergi ke kota yang sepi melihat toko-toko yang tutup. Kami juga pergi ke supermarket untuk membeli teh, sebelum kembali menyusuri jalan dan menyulut sebatang rokok. Jalan-jalan membuatku merasa sedikit lebih mengenal kota ini, padahal belum pernah menjalani hidup dalam keadaan normal di sini.
Sebentar lagi musim dingin pergi dan musim semi akan datang. Bunga akan mekar dan daun di pohon sebelah sungai itu akan menyambut saat aku datang lagi untuk melihatnya. Semoga corona segera hilang dengan suhu yang semakin tinggi. Sampai situasi membaik, aku akan menunggu dan melanjutkan jalan-jalan berkeliling kota yang belum buka.
Editor: Agustinus Rangga Respati