Tiara melangkahkan kakinya dengan lambat ketika melewati deretan ruko di sepanjang jalan Boulevard. ‘Butik Brenda’, demikian merk yang terpampang di atas sebuah ruko. Tiba-tiba, Tiara menghentikan langkahnya, matanya terbelalak memandangi etalase ruko tersebut.
Sebuah gaun trendy berwarna abu-abu membalut tubuh manekin di balik etalase. Sekarang mulutnya ternganga melihat tulisan yang tergantung di atas manekin. Diskon 50%! Ups! Tiara segera menutup mulutnya dengan tangannya. Bukan apa-apa, lalat lewat takut tersesat masuk mulutnya yang membulat.
Tiara segera membuka dompet birunya. Dihitungnya lembar demi lembar rupiah yang berhasil dikumpulkannya dari uang saku bulanan. Hmm…masih kurang seratus ribu lagi. Sepertinya bulan depan baru ia bisa memindahkan gaun yang membalut manekin itu ke lemari kamarnya.
Akhir bulan tinggal dua minggu lagi. Ia bisa mengambil seratus ribu dari jatah uang saku bulanannya. Setelah itu, gaun keren siap membalut tubuhnya di acara prom night pensi nanti. Semoga ia terpilih menjadi Dancing Queen. Ia akan menari berpasangan dengan Arlo di acara itu. Gaun yang ingin dibelinya serasi dengan kostum yang akan dikenakan Arlo. Pasti keren.
Tiara baru akan melangkahkan kakinya kembali ketika matanya menangkap sesosok gadis kecil berkuncir satu sedang duduk di pinggir etalase. Wajah manisnya terlihat seperti berusia sekitar sebelas tahun. Seingat Tiara, ia sering melihat anak itu membawa kontainer berisi aneka kue yang dititipkan di toko kue sepanjang deretan ruko ini. Seringkali ia terlihat masih memakai seragam putih merahnya. Gadis itu duduk sambil menatap etalase ruko Butik Brenda juga. Wah, jangan-jangan ia suka gaun itu juga.
Keesokan harinya Tiara kembali berhenti di depan Butik Brenda untuk memastikan gaun diskon itu masih ada. Matanya lekat memperhatikan sambil senyum-senyum sendiri. Sebentar lagi, sebentar lagi, demikian batinnya. Tapi tunggu dulu, itu kan gadis kecil yang kemarin dilihatnya. Gadis kecil itu duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Matanya pun lekat memandang ke arah etalase. Benar-benar saingan menjadi pemilik gaun nih. Seminggu berlalu dan adegan Tiara berhenti sejenak di etalase Butik Brenda serta gadis kecil yang duduk di pinggir etalase selalu berulang tiap hari.
Tiara tak tahan lagi. Hari ini ia mendorong pintu kaca Butik Brenda.
“Selamat siang Adik cantik,” sapa sang pramuniaga dengan manja-manja ramah.
Jurus pertama merebut hati pelanggan. Senyum termanis yang menampilkan deretan gigi putih berseri terus diberikan. Gratis, semoga giginya cepat tidak cepat kering.
Tiara membalas senyum sang pramuniaga dengan senyum semanis gulali warna-warni.
“Selamat siang Mbak yang manis, saya mau lihat gaun itu ya Mbak,” ujar Tiara seraya menunjuk manekin bergaun abu-abu dengan mata membulat.
“Adik cantik suka gaun itu? Cocok loh dipakai adik cantik. Gaun ini limited edition, cuma ada tiga. Yang dua sudah terjual. Sekarang tinggal satu ini makanya harganya didiskon. Gaun ini keren Dik, model yang dipakai artis-artis infotainment itu. Kalau adik suka, harus buru-buru Dik,” lanjut sang Pramuniaga panjang lebar. Jurus kedua rayuan disertai senyum lebih lebar. Tiara melongo kagum.
“Mbak yang senyumnya semanis gula aren, ssttt…saya DP-in dulu, boleh nggak?” ucap Tiara tiba-tiba mendapat ide. Jangan sampai gaun itu lepas darinya.
“Minggu depan Mbak, awal bulan saya lunasin. Boleh ya Mbak?” lanjut Tiara dengan wajah memelas tapi memaksa.
“Ya boleh deh untuk Adik cantik,” jawab sang pramuniaga.
Tiara tersenyum girang. Ia segera menuju kasir menyodorkan lembaran merah dan menerima bon DP. Sudut matanya menangkap sosok gadis kecil yang kembali duduk di pinggir etalase menatap.
Awal bulan tiba. Tiara melangkah dengan riang di depan Butik Brenda. Tunggu dulu. Gadis kecil itu ada di sana juga. Seperti biasa duduk di pinggir etalase dengan mata menatap ke dalam toko. Kali ini entah mengapa, Tiara ingin mengajaknya mengobrol. Tiara urung melangkah masuk.
“Hai, aku Tiara. Boleh ikut duduk di sini?” sapa Tiara.
Gadis itu mengangguk. “Mita. . ,” jawabnya pelan memperkenalkan diri.
“Mita, Kakak mau beli gaun itu. Hmm, cocok tidak buat Kakak?” tanya Tiara hati-hati.
“Kakak mau beli gaun itu? Bagus kak. Pasti cocok buat Kakak. Nanti kalau Mita sudah sebesar kakak dan sudah punya tabungan, Mita juga mau punya gaun seperti itu. Tapi sekarang belum. Mita belum cocok pakai gaun model begitu. Kakak suka sekali ya gaun itu? Tiap hari kakak datang memandang,“ jawab Mita panjang lebar.
“Kamu tidak sedih?” tanya Tiara lagi.
“Sedih kenapa Kak?”
“Kakak yang beli gaun itu, bukan kamu?” jelas Tiara.
Mita menggeleng. “Mita bukan mau gaun itu Kak. Mita mau selimut tebal itu,“ Mita menunjuk tumpukan selimut yang terlipat di box diskon.
“Minggu depan Mamaku ulang tahun. Aku ingin membelikan selimut itu untuk Mama tapi uang hasil jualan kue tidak cukup terus. Selimutnya bagus Kak, cocok buat Mama yang sering sakit,” lanjut Mita. Tiara terhenyak. Harga selimut itu tidak seberapa. Jauh dari harga gaun diskon yang ingin dibelinya.
Tiara segera bangkit masuk ke dalam Butik Brenda.
“Siang Mbak senyum manis, saya mau melunasi gaun abu-abu ya Mbak,” Tiara mengeluarkan lembaran rupiah dari dompet birunya.
“Mbak, sekalian bungkuskan yang bagus selimut kotak-kotak itu Mbak untuk kado ulang tahun,” kata Tiara lagi.
“Terima kasih Adik cantik,” sang pramuniaga kembali tersenyum manis sekali.
Tiara menerima bungkusan belanjaannya lalu melangkah ke arah Mita.
“Mita, ini kado ulang tahun untuk Mama kamu. Semoga Mama kamu cepat sembuh ya. Titip selamat ulang tahun untuk Mama kamu. Goodbye Mita!” Tiara menyerahkan bungkusan itu dan bergegas pulang.
Hatinya serasa lega. Ada rasa senang di hatinya membayangkan kebahagiaan Mita. Sementara itu Mita, menatap tak percaya. “Terima kasih Kakak,“ teriak Mita sambil melambai riang.
Penyelaras Aksara: Agustinus Rangga Respati
Foto sampul: Freepik
Terus berkarya Chantika. Semangat dan sukses slalu 💪💪💪