Nonton The Glad: Aroma Alkohol, Asap Rokok, dan Basah Kuyup | Cerita dari Konser Underground di Jogja

Memasuki bar, aroma alkohol tercium dengan jelas dan kepulan asap rokok memenuhi ruangan. Orang-orang menunggu The Glad tampil.


Rabu 23 November 2021, menjadi pengalaman pertama saya mendatangi acara musik underground di Jogja. Malam tanpa bintang tak mampu menahan saya untuk tidak datang ke acara itu. Seorang teman menawari saya untuk datang menonton band lokal asal Sayidan (Yogyakarta); The Glad, di acara “Drunk Go Ahead!” Sektor Mataram Present. Tanpa pikir panjang kami sepakat memilih Ruang MES 56 sebagai titik temu sebelum berangkat ke Boogie Down Bar di jalan Prawirotaman, Yogyakarta.

Saat hari itu datang, dari Ruang MES 56 kami berjalan kaki menuju stage. Memasuki jalan Prawitotaman, mulai nampak banjir orang mengantri untuk masuk ke dalam bar. Ditemani oleh Bung Kalz (Dugtrax Records), saya dan dua teman lainnya membaur di dalam kerumunan. Tepat di pintu masuk kami bertemu Hazthelad, vokalis dari band The Glad. “Pokoknya enjoy ya!” Sapa lelaki skinhead yang sudah lengkap dengan celana motif loreng panjang, sepatu boots, dan suspender.

Memasuki bar, aroma alkohol tercium dengan jelas dan kepulan asap rokok memenuhi ruangan. Penonton begitu antusias menunggu band kesukaannya sambil mengangguk-angguk mengapresiasi band yang sedang tampil. Setelah diajak sedikit berolahraga oleh Stupid Again dan Vivacity, tiba saatnya band yang saya nantikan tampil.

Seraya menunggu dari belakang. Akhirnya saya mendengar MC memanggil The Glad ke atas panggung. Para personil masuk dan disusul kerumunan penonton di depan panggung.

Saya yang awalnya hanya duduk di bagian belakang, langsung maju saat The Glad mulai meneriakkan, “Oi Oi Oi!”. Lagu pertama berjudul Anthem sudah menjadi hapalan di luar kepala penggemarnya. Seketika pelantang dirampas dan suara penonton terdengar saling berrsahutan.

Saya yang kebetulan berdiri dekat sekali dengan panggung, berusaha untuk mengabadikan beberapa foto dengan gesekan dan dorongan orang-orang yang berusaha menaiki panggung. Apa saja memang bisa terjadi di atas panggung. Tiba-tiba lagu sempat terhenti sejenak oleh karena senar gitar terputus. Kekosongan diambil alih oleh Hasbi untuk menyapa para penonton. Satu hal yang cukup dibanggakan dari menonton konser underground adalah tidak ada jaraknya antara penampil dan penonton. Suasana terasa lebih erat. Penonton sudah dianggap seperti saudara begitupun sebaliknya yang dirasakan oleh band penampil.

The Glad berbagi pelantang bersama penggemar. (dok. Andi Afro/Sudut Kantin)

Tempat untuk pogo yang cukup kecil tak membuat penonton berhenti melakukan tarian di setiap lagu yang dibawakan oleh The Glad. Kemeja saya yang awalnya kering, tak disadari telah basah kuyup.

Sebelum masuk pada lagu terakhir, penonton sudah menebak dan menyebutkan dua lagu yang baru-baru ini dirilis oleh The Glad. Di antara pilihan itu; Anti Nganggur dan Pesta Pora, tampaknya penonton bersepakat memilih Anti Nganggur sebagai lagu pamungkas di penghujung malam.

Tanpa menunggu lama intro gitar yang cepat dimulai juga. Lompatan, tendangan, dan seruan melengkapi lagu terakhir dari The Glad. Semangat untuk tidak menganggur supaya mampu membeli anggur diamini oleh setiap orang yang giat bekerja tetapi tak lupa untuk bersenang-senang. Karena gelombang pandemi yang tak kunjung surut, lagu ini mampu menjadi pondasi penyemangat untuk tetap bertahan hidup.

Nafas yang terengah-engah menjadi tanda bahwa sepertinya saya sudah lama sekali tidak menonton konser underground. Sungguh pengalaman menonton The Glad pertama kali yang berkesan! Malam akhirnya ditutup oleh band cadas Yogyakarta: Serigala Malam. Rintik hujan perlahan hadir. Semoga saja ada kesempatan lagi untuk datang ke acara musik underground.

Salam, Oi Oi Oi!

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto: Andi Afro

1 comment
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts