Gerombolan anak “punk”, sering kali identik dengan budaya dari kehidupan sehari-hari di jalanan untuk bersenang-senang. Label “punk” juga telah mendapat stigma buruk dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia. Padahal, punk merupakan suatu bentuk pemberontakan anak-anak muda berkaitan dengan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat.
Bank punk asal kota Solo bernama MCPR punya catchphrase unik tentang punk, yaitu “punk is attitude”. Slogan ini mencoba mengangkat isu-isu mengenai kemanusiaan yang sepatutnya diperjuangkan setiap manusia, salah satunya dari kelompok yang mendaku diri sebagai “punk”.
Mengusung genre punk rock, MCPR telah merilis album ketiga dengan judul ‘Song for Priders’ pada tahun 2023 ini. Sebelumnya, MCPR yang terbentuk pada tahun 2007 telah merilis dua album dengan ‘Make Love Not War’ sebagai album pertamanya, dan ‘Sekarang Saatnya’ sebagai album kedua.
Di acara Kartasuar Fest 2023 yang diadakan di Kartasura pada tanggal 17 Februari 2023 lalu, Sudut Kantin Project mendapat kesempatan untuk ngobrol bareng para personel band MCPR. Berikut cuplikan obrolan kami bersama mereka!
Sudut Kantin Project (SKP): Mau tanya dong MCPR sendiri itu artinya apa? Singkatan dari apa?
MCPR: MCPR itu filosofi. Kalau singkatan itu dulu namanya “Mooca Caboel Punk Rock”, tapi itu kan nama yang dulu, jadi bukan berarti itu singkatan sekarang. Tapi bisa dibilang MCPR itu adalah filosofinya, kalau sekarang MCPR ya berdiri dengan MCPR itu sendiri.
SKP: Asal dari?
MCPR: Solo.
SKP: Berati genrenya?
MCPR: Punk rock.
SKP: Kenapa bisa memutuskan untuk bisa pilih punk rock?
MCPR: Takdir mungkin ya, tapi kalau ditarik ke belakang kenapa memilih punk rock mungkin karena habit, karena lingkungan; abang-abangan zaman dulu di sekitar itu lebih dulu memainkan musik punk rock. Kebetulan saya pribadi berada di skena tersebut dan otomatis pilihan musik saat itu juga belum beragam seperti sekarang. Mungkin kalau sekarang main musik mau explore seperti apa sudah banyak genre dan referensinya, tapi kalau mungkin zaman dulu lebih ke straightforward dan punk rock sangat mewakili ekspresi-ekspresi saya pribadi saat itu. Dari bikin liriknya gampang, chord-nya juga gampang, seperti idiom three chord attitude jadi punk rock menjadi pilihan yang lebih enak untuk bermain di gigs, daripada saat itu mungkin musik metal atau hardcore, atau genre yang lain.
SKP: Kalau MCPR sendiri dari tahun berapa?
MCPR: Kalau saya ngeband awal itu mungkin dari tahun 2007 dengan nama itu tadi, “MC”-nya itu “Mooca Caboel”, itu zaman dulu. Kemudian saya bisa men-declare MCPR itu pertama kali 2012 setelah album pertama saya ‘Make Love Not War’ itu baru kita pakai nama itu.
SKP: Awal mula terbentuknya dari pertemanan atau?
MCPR: Dari habit di lingkungan. Awalnya itu satu kampung di Solo, daerah pinggiran, eh nggak pinggiran juga. Ada satu daerah di Solo kita kumpul. Tapi seiring berjalannya waktu kalau saya ngomongin MCPR-nya itu justru udah ada embrio-embrio dari beberapa kota-kota temen sendiri. Jadi Yosef, itu dari Karanganyar; Hendra bassist dari Bekonang Sukoharjo, dan saya dan Kholis drummer itu yang dari Solo. Jadi yang awalnya band kampung pada akhirnya karena pertemanan, pada akhirnya musik ataupun band yang kita mainkan membawa kita bertemu dengan banyak orang dan akhirnya juga pergantian personil bukan hanya dari kampung tapi beda kota tapi masih bisa kita latihan bareng kita masih bisa ketemu intens gitu.
SKP: Kalau yang selalu dikampanyekan ketika manggung ada nggak?
MCPR: Kita masih punya campaign dari awal pertama band ini ada itu adalah sebenarnya kemanusiaan. Jadi bisa dibilang kemanusiaan adalah main content-nya, tapi yang kita simpelkan lebih sederhana. Karena kita berada di wilayah populer, jadi kemanusiaan dengan basis pertemanan. Kita sebenernya ngomongin masalah tentang HAM, ekologi di Indonesia, ngomongin hal-hal yang relevan juga sebenarnya.
Tapi aku rasa ada wilayah-wilayah dan koridor-koridor yang harus kita sentuh, jadi memang main content itu kita sederhanakan lagi. Kalau ngomongin kemanusiaan dengan pola yang cukup besar atau rumit mungkin jarang kemakan orang, tapi karena kita sadar bahwa segmentasi pasar kita temen-temen yang masih sekolah, SMA, mungkin kuliah semester awal seperti itu penikmat musik kita kan, kalau dari demografinya seperti itu. Jadi kita lebih kemanusiaan atas dasar pertemanan. Istilahnya dalam suatu moshpit, dengan gaya moshpit seperti apapun mau fallen dance, mau circle pit, mau headbang mau apapun, kalau jatuh temennya dibangunin.
Jadi sederhana-sesederhana itu konten-konten kita sekarang.
SKP: Kalau lirik lagu, kebanyakan termotivasi atau terinspirasi dari hal apa?
MCPR: Kebetulan hampir 90% saya yang menulis lirik dan untuk masalah lirik influence terbesar saya menulis lirik adalah apa yang saya lihat. Jadi bisa dibilang kami bukan band yang punya satu referensi tertentu, ataupun setiap personal kita punya referensi ataupun cara berpikir yang akhirnya kita satuin jadi sebuah lirik. Nggak gitu.
Jadi memang apa yang kita lihat saat ini ya itu yang kita tulis. Jadi memang referensinya adalah apa yang kita lihat dan itupun akhirnya kan menjadi tentatif. Dalam setiap album, kita selalu mengangkat tema-tema yang berbeda ataupun dalam setiap lagu kita punya tema-tema yang berbeda. Dan kebanyakan kalau sekarang metode kita untuk menulis lirik adalah bukan dari apa yang kita rasa aja, tapi kita juga karena dekat dengan beberapa teman-teman sendiri akhirnya ada discuss di situ.
Tapi kami juga ingin bagaimana merespons apa yang temen-teman lain pikirkan. Akhirnya kita sharing ada sesuatu apa yang akhirnya kita tulis jadi lirik, jadi cerita mereka bukan hanya cerita kita aja gitu.
SKP: Kalau target deket-deket ini ada nggak?
MCPR: Kalau target panjangnya, kalau kita ngomongin misinya MCPR adalah menjadi salah satu band punk rock dengan branding yang beda. Karena saya yakin setiap hari muncul band bagus. Setiap hari muncul player bagus, orang bagus tapi otentik yang kadang jarang. Kita ingin jadi band yang bisa dibilang kalau, mungkin menjadi lebih baik itu sesuatu hal yang perspektifnya masing-masing, tapi untuk menjadi beda kita berusaha untuk menjadi sesuatu yang, ‘oh ini loh MCPR’, seperti ini. Mungkin bisa dari segi musik, dari segi lirik, dari segi repertoar panggung yang kita tampilkan. Jadi kita targetnya adalah kita bisa menjadi sesuatu band punk rock dengan branding yang beda gitu. Itu target ke depannya.
Kalau ini, karena kebetulan ketika kita interview ini besok pagi (18/2) kita mulai rilis album ketiga. Kebetulan banget ini. Targetnya adalah di album ketiga ini, karena ini adalah pertama kali saya menulis lirik yang bukan hanya tentang kami, seperti yang saya ceritakan tadi. Setelah adanya pendekatan, setelah adanya…apa ya namanya…untuk menyebut fanbase kok sebenarnya kok masih agak gimana gitu, tapi ya itu tadi orang-orang yang yang akhirnya merespons karya-karya MCPR, targetnya adalah semoga karya-karya baru di album ketiga ini bisa diterima dengan apa yang kita ekspektasikan.
SKP: Sama pertanyaan terakhir, makanan favorit di Solo?
MCPR: Makanan favorit di Solo, ya aku mangan kabeh i.
SKP: Rekomendasi untuk orang dari luar Solo?
MCPR: Ya nasi liwet. Nasi liwet itu harus, itu Solo dan sekitarnya harus cobain nasi liwet.
SKP: Ada rekomendasi warung nasi liwet?
MCPR: Nah itu ada namanya Nasi Liwet Bu Arum, itu tetangga saya itu itu paling enak itu di daerah Dawung.
SKP: Bisa mampir ya berarti kalau ke Bu Arum?
MCPR: Boleh-boleh, itu di daerah Dawung arah Solo Baru, Sukoharjo.
SKP: Ok terima kasih MCPR!
Reporter: Theoni Damaris, Alfian Akmal
Editor: Michael Pandu Patria
Foto sampul: dokumentasi Kartasuar Fest