IST FESTIVAL: Menggelantungkan Ingatan Suram dan Menyaksikan Ide Berkembang Menjadi Kenyataan

Festival musik dalam skala kecil seperti IST FESTIVAL 2023, selayaknya seperti ini dan sebaiknya akan selalu seperti ini, agar senantiasa menelurkan memori-memori yang tertanam selamanya dalam kepala-kepala yang hadir dan menghidupi festivalnya.

Tiga jam setelah pulang dari pertunjukan IST FESTIVAL saya tak kunjung bisa tidur dan akhirnya menuliskan hal-hal berikut ini.

Waktu itu, Minggu 19 November 2023 di lapangan parkir Transmart Maguwo Yogyakarta terselenggarakan festival musik skala kecil yang diinisiasi FSTVLST dan Jala Skena. Alih-alih memilih lineup festival yang itu-itu saja, festival ini menampilkan berbagai musisi yang sedang tumbuh ataupun sedang menghidupi lingkaran kecilnya.

Total ada 17 penampil yang dibagi dalam 3 panggung, panggung pertama bernama Dara Setara menampilkan RTAG (Tegal), Shock Monkey (Pati), The Kick (Yogyakarta), The Jeblogs (Klaten), Soegi Bornean (Semarang), dan FSTVLST (Yogyakarta) yang bergantian mengisi penampilan. Lalu di panggung kedua bernama Merch Fest. diramaikan oleh Barmy Blokes (Surakarta), Tossing Seeds (Magelang), RFRNDS (yogyakarta), Louis (Sukoharjo), Syrian (Salatiga), dan The Melting Minds (Gunungkidul). Pada panggung ketiga diberi tajuk Warisan di sana ada Yusuf and Beny (Surakarta), FM Abends (Klaten), Gardenia (Banjarnegara), Trigga Coca (Klaten), dan Nova Ruth sebagai penampil yang dirahasiakan.

Semua Hal Besar, Berawal dari yang Kecil

Farid Stevy ketika manggung bersama FSTVLST di sesi speech sering membacot perihal bagaimana band yang digawanginya berproses dari bawah hingga sampai dengan saat ini, pun sering melontarkan semangat bahwa semua ide bisa diwujudkan, semua hal yang baik bisa diusahakan, yang penting dimulai dulu, di-GAS! dulu saja.

Itu pula yang melatarbelakangi terciptanya IST FESTIVAL, untuk sebuah pagelaran musik edisi perdananya ini bukan hal yang buruk. Sebagai penonton, saya menilai semua pertunjukan berjalan dengan lancar, untuk acara yang di-sounding hanya beberapa minggu sebelum hari H ini merupakan sesuatu pencapaian yang cukup menakjubkan jika melihat jumlah penonton yang datang.

Meskipun saya yakin niscaya nirkekeliruan di sana-sini, tapi sebagai orang yang murni datang sebagai penonton saya tidak menjumpai masalah dari datang sampai pulang, hanya agak mentertawakan venue yang ada di parkiran sebuah supermarket atau mal saja, tapi itu bukan hal yang serius.

IST FESTIVAL terasa sangat intim justru karena terjadi tanpa aba-aba jauh di bulan sebelumnya. Sehingga yang datang memang benar-benar sudah haqqul yaqin untuk datang ke acara itu, bukan yang beli tiket hanya untuk mengamankan tempat saja, tapi pas mendekati hari H dijual lagi, walaupun itu sah-sah saja.

Menurut Farid Stevy acara ini hanya dipersiapkan sekitar dua minggu, hanya saja embrio idenya sudah ada jauh sebelumnya, itu membuktikan bahwa segala sesuatu yang terasa mustahil ternyata bisa pula diwujudkan. Yang penting lebih baik dilakukan dan dijalani saja dulu, karena selayaknya manusia biasa sudah pasti akan melewati salah dan kegagalan, dan mengulanginya lagi dan lagi sampai mendekati sesuatu yang disebut benar dan berhasil.

Pengisi di acara ini juga bukan deretan band yang namanya sudah mentereng di berbagai festival musik, melainkan nama-nama yang kebanyakan masih digandrungi di lingkaran kecil. Namun justru itu sebenarnya yang dibutuhkan di sebuah festival yang diusung dari gotong-royong sebuah kerja jejaring di lingkungan orang-orang yang memang bekerja di skena musik Do It Yourself, hidup hidupilah jejaringmu, jangan hanya menjadi tembelek lencung di jejaringmu.

Generasi Pendatang dan Keberlangsungan Ekosistem

Dalam pentas malam itu, Farid Stevy (lagi-lagi Farid yang itu) beberapa kali melontarkan soal pentingnya kehadiran penerus untuk tetap melanjutkan jejaring yang sudah dirajut agar tetap hidup. Dalam hal ini industri musik independen, dimisalkan bahwa FSTVLST bisa saja taun depan bubar atau kali aja ada hal-hal yang tidak bisa diprediksikan.

Harus ada generasi-generasi baru yang meneruskan pertunjukan musik ini, harus ada penampil baru yang mampu menghibur, pada saatnya gantian The Kick, The Jeblogs, The Melting Minds, Shock Monkey, dan penampil-penampil lain di IST FESTIVAL yang akan menggantian posisi FSTVLST sekarang.

Artinya ada yang menghibur juga ada yang dihibur karena hubungan band dan penonton seharusnya menjadi simbiosis mutualisme, saling memberi keuntungan, oleh sebabnya penonton juga harus mau mengenal penampil-penampil baru, selain menambah referensi pendengaran juga menjajal hal-hal baru di depan mata. Lagi-lagi agar ekosistem ini tidak layu dan kemudian mati begitu saja.

Keseruan di IST FESTIVAL 2023 (dok. IST FESTIVAL/Agus)

Festival yang digaungkan dengan semangat jejaring dari lingkungan sendiri ini adalah hal yang perlu diperluaskan dan didengungkan terus menerus, karena ekosistem tumbuh hanya jika ada interaksi antar individu yang menghidupi dan menempati ekosistem tersebut.

Dalam konteks pertunjukan tentu selain penampil, dan penonton, juga pula memperhatikan tim gotong-gotong dan gulung kabel di panggung dan tim teknis si front of house, bahkan sampai di level harus pula menumbuhkan kesadaran akan kebersihan tempat pertunjukan. Dengan begitu, sangat bisa meringankan pekerjaan tim kebersihan dan sweeper setelah pertunjukan usai dan hal itu sampai sekarang yang masih di pandang sebelah mata.

FSTVLST Dalam Album II

Tidak bisa dipungkiri, pertunjukan IST FESTIVAL tidak akan lepas dari daya tarik band FSTVLST sebagai menu utamanya, walaupun dalam poster acara tidak ada hierarki penulisan ukuran font nama band seperti umumnya rilisan visual acara musik kebanyakan.

Di pertujukan malam itu, FSTVLST menyajikan menu spesial untuk mempresentasikan album FSTVLST II yang semenjak perilisanya tahun 2020 belum sempat dikonserkan secara penuh, karena pasti situasi yang tidak mendukung pada saat itu dan baru kejadian 3 tahun setelahnya.

Tentu FSTVLST tidak memainkan album II saja, namun baru kali ini nomor-nomor di album tersebut yang biasanya dibawakan secara terpisah di tiap panggung reguler FSTVLST —karena berebut tempat di setlist dengan album Hits Kitch— malam itu dapat dibawakan secara bersamaan, dengan porsi yang menawan.

Tentu tanpa ketinggalan membawakan beberapa tajuk di album Hits Kitch yang semua hits itu, juga ada penampilan khusus dari empat karib dan anak perempuannya: Jenny (Asuhan setan atau malaikat? Hayoooo!).

Setelah hidup kembali di Cherrypop Fest 2023, tiba-tiba Jenny gentayangan muncul lagi untuk mengingatkan bagaimana semuanya ini bermula. Ya, tanpa ada Jenny tidak akan ada FSTVLST, dan tanpa ada FSTVLST tidak akan ada pula IST FESTIVAL, yang namanya saja potongan dari “FESTIVAL-IST-FESTIVAL” itu sendiri. 

Membawakan album II dengan porsi yang istimewa di waktu sekarang justru menurut saya merupakan keputusan yang sangat tepat, mengingat hajatan taek lima tahunan itu akan segera dilakukan tahun depan. Seminggu lagi akan banyak topeng bergentayangan membawakan narasi-narasi yang sama bohongnya tiap 5 tahunan dan dengan begitu waktunya kita menyumpal telinga kita dengan lagu-lagu FSTVLST di album II, sambil meneriakan dengan lantang “Kami yang banyak bersama akal sehat / Kami yang banyak dengan sadar pilih diam / Kami tak percaya sampai kapan juga” atau “Palsukan rupa dan cerita / Untuk perang demi menang / Bersilat kata dan citra / Untuk memang dengan kenyang”.

Hidup Begitu Indah dan Hanya Itu yang Kita Punya

Sejujujurnya saya datang ke IST FESTIVAL utamanya adalah ingin memberi penghormatan kepada album FSTVLST II yang telah menemani masa-masa sulit saya 3 tahun lalu. Satu album ini menemani di masa-masa sulit, bukan hanya saya sendiri yang sedang mengalami kesulitan tapi seluruh dunia juga baru dilanda pagebluk yang membuat apa-apa berantakan. Saya sudah berkali-kali menonton FSTVLST, tapi malam tadi saya menonton dan menangis. Tepat ketika tajuk Opus dilantunkan, khusus nomor itu yang menyemangati hari-hari menyedihkan saya waktu itu.

Saya menulis ini ditemani dengan satu lagu yang saya putar berkali-kali hingga tulisan ini selesai, lagu itu juga saya saksikan live untuk pertama kali di IST FESTIVAL yaitu The Jeblogs dengan single paling barunya Bersandarlah.

Mendengar lagu Bersandarlah malah membuat ingatan saya mundur 3 tahun lalu, di mana hidup sedang kusut dan banyak hal yang perlu diberesi, bertemu dengan banyak kehilangan, menyaksikan banyak kematian, berkutat sendiri dengan isi kepala yang mau pecah dan kegagalan demi kegagalan yang menghampiri tanpa henti.

The Jeblogs di IST FESTIVAL 2023 (dok. IST FESTIVAL/Ahmad)

Di linimasa yang sama, disela-sela mendengarkan album II waktu itu yang saya lakukan hanya membaca, kegiatan umumnya manusia seperti makan, tidur, dan mandi ada diurutan ke-1000 sekian. Saya membaca berulang-ulang buku kumpulan esai yang ditulis Dea Anugrah berjudul Hidup Begitu Indah dan Hanya Itu yang Kita Punya.

Sejujurnya saya sudah lebih dulu membaca tulisan-tulisan dalam buku itu yang tercecer di internet, hanya saja saya tergugah membacanya kembali di saat badan tak mau diajak keluar kamar. Keputusan itu saya ambil hanya karena membaca judul bukunya. Judul buku itu yang menghidupkan saya kembali bersama “Kau pernah muda dan ku juga / Kau pernah gagal dan aku pun sama / Lebih sering gagalnya / Lebih sering jatuhnya”.

Tak terasa, beberapa minggu lalu ketika pertama kali mendengarkan single terbaru The Jeblogs yang berjudul Bersandarlah ingatan saya langsung tertarik ke belakang ketika lirik “Hidup memang begitu indah/ Hanya itu yang kita punya” menembus gendang telinga. 

Amir M. salah satu personil The Jeblogs sebagai penulis lirik lagu tersebut kemungkinan (karena saya belum sempat menanyakannya) juga membaca buku itu, tapi yang jelas kelindan kalimat di judul buku yang sebenarnya adalah salah satu satu judul esai di dalamnya dan penggalan lirik lagu tersebut membuat nyawa yang hampir saja pulang terurungkan. Perjuangan hidup yang hampir putus kembali tersambung lagi talinya, terpupuk lagi semangatnya, dan hidup kembali kesadarannya.

Malam itu di IST FESTIVAL, saya dipertemukan dengan ingatan 3 tahun lalu dan disempurnakan dengan mendengarkan kalimat itu dalam bentuk lagu secara live. Hari itu, ternyata saya masih hidup dan menuliskan hal ini.

Memang betul, hidup begitu indah dan hanya itu yang kita punya sejatinya. Maka satu-satunya hal yang bisa kita lakukan hanya melanjutkan hidup yang sudah kadung. Matur sembah nuwun IST FESTIVAL dan semua kerabat kerja yang bertugas.

Festival musik dalam skala kecil selayaknya seperti ini dan sebaiknya akan selalu seperti ini, agar senantiasa menelurkan memori-memori yang tertanam selamanya dalam kepala-kepala yang hadir dan menghidupi festivalnya.

Sekarang pukul 5.14 WIB dan Bersandarlah masih mengalun di telingaku, anjing!

Bersandarlah di pundaku bila kau lelah / Menangislah di pelukku kalau kau mau / Hidup memang begitu indah / Hanya itu yang kita punya

Tetap hidup kawan-kawan.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: IST FESTIVAL/Fuad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts