MES 56 dan Praktik Kesetaraan Ruang

Dinding putih terhampar sepanjang lorong. Barisan ruang saling berhadapan. Sebuah plat hitam melekat di atas dinding pintu sebuah ruang bertuliskan “MES 56”. Di dalamnya, lima buah bingkai disusun sebaris dengan ornamen huruf bertuliskan ”Sumber Air” pada salah satu dinding. Setiap bingkai berisi gambar digital dengan huruf-huruf ditata secara acak dan setengah terbungkus kertas metalik dengan masing-masing berwarna biru, emas, merah, perak, dan hijau.

Kemudian, pada dinding sebelah timur tampil sebuah photogram dengan beragam objek seperti palu, paku, kunci inggris, catut, rantai, dan sebagainya. Beragam objek disusun melingkar menyerupai wajah melalui dua puluh lima potongan silver gelatine paper.

Sedangkan, dinding di sebelahnya, yang berada tepat menghadap pintu, menampilkan sebuah layar televisi plasma. Samar-samar terdengar suara lantunan kata demi kata beriringan dengan rangkaian foto dalam layar, “… peristiwa, objek temuan, relasi, bayangan, teks, material, wajah, masa lalu, spekulasi, refleksi, sumber air …”. Kata-kata yang diucap dengan beragam intonasi ini sekaligus menjadi pengantar dari tema dalam pameran putaran ketiga Ruang MES 56.

Tiga karya seni tadi terbungkus dalam kelompok putaran ketiga pameran On Heavy Rotation dengan sub-judul Material on Memories. Tiga buah karya seperti Sumber Air (Yudha Kusuma Putera), Potret Diri Sebagai Man Ray (Edwin Roseno), dan Para Penyamun Hati #2 (Arief Budiman) hadir mengisi ruang pameran ARTJOG pada tanggal 4-17 Agustus 2021.

Konsep putaran ini merupakan inisiatif Ruang MES 56 mengganti ruang pameran tunggal menjadi jamak dengan membagi kesempatan terhadap seluruh anggotanya. Pameran dibagi menjadi 4 putaran yang diikuti oleh 12 seniman MES 56. Selanjutnya pembagian dilakukan berdasarkan pada karakter masing-masing karya hingga disepakati menjadi 4 tema atau putaran.

Pada putaran pertama dengan sub-judul Remix Fantastix, Anang Saptoto, Daniel Satyagraha, Eris Setiyawan, dan Danysswara hadir mengisi ruang pameran. Fajar Riyanto, Jim Allen Abel, dan Nunung Prasetyo hadi pada putaran kedua dengan sub-judul Scenery In Absentia. Pada putaran keempat, Dito Yuwono dan Akiq AW mengusung sub-judul The Understatement, sekaligus menjadi putaran terakhir pameran MES 56 dalam pagelaran ARTJOG 2021.

“Time [to] Wonder” menjadi tema utama yang diusung ARTJOG tahun ini. Pameran berlangsung mulai dari tanggal 8 Juli hingga 31 Agustus 2021. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) memaksa ARTJOG menggelar pameran dengan sistem hibrid; luring maupun daring. Karena itu karya tiap seniman dapat pula diakses melalui laman resmi ARTJOG.

Kesetaraan Ruang 

Pada pameran ARTJOG kali ini, Ruang MES 56 kembali menilik perihal praktik kerja kolektif yang telah dilakukan selama hampir dua dekade ke belakang. Sebagai kolektif seni fotografi sejak tahun 2002, MES 56 sadar bahwa praktik berkesenian seniman tidak bisa lepas dari kultur kerja-kerja domestik dan hospitality yang telah dibangun di dalam ruang. Inisiatif untuk saling meringankan pekerjaan rumah tangga di dalam sebuah ruang berkehidupan bersama serta kesadaran menjalin relasi dengan setiap individu yang singgah, telah menjadi laku seniman yang hilir mudik di dalam Ruang MES 56 itu sendiri sejak akhir tahun 90-an.

“Ada usaha dan kesadaran bagaimana kita merawat ruang yang kita hidupi dan menghidupi ruang juga,” ucap Faizal Arrozi sebagai anggota termuda MES 56.

Kesadaran bahwa setiap anggota memiliki kesempatan yang setara dalam eksplorasi ruang, tidak hadir begitu saja. Edwin Roseno yang akrab dipanggil Dolly mengaku bahwa perjalanannya bersama Ruang MES 56 telah mengarungi beragam tantangan. Semakin jauh langkah MES 56 berkesenian dan berjejaring, maka tanggung jawab yang dipikul bersama pun semakin besar.

Salah satu tantangan yang selalu mereka hadapi adalah berbagi ruang pameran tunggal. Kolektif yang getol pada praktik membekukan momen ini berusaha menyiasati tantangan dengan mencoba menyalin lalu menempelkan kerja kesetaraan dalam pameran On Heavy Rotation pada pagelaran ARTJOG 2021. Seperti memindahkan “ruang” dari Ruang MES 56 (Mangkuyudan)  menuju “ruang” di ARTJOG (Gampingan).

Sebagai ruang (kolektif) yang dihuni oleh beragam individu, konsep putaran ini beberapa kali menjadi pilihan terbaik bagi Ruang MES 56. “Jadi [konsep] putaran itu menurutku cukup adil untuk menghindari misalnya hanya person-person itu saja yang kemudian muncul merepresentasikan MES,” ungkap Yudha Kusuma Putera atau akrab dipanggil Fehung.

Mengutip istilah dalam dunia penyiaran, tajuk “On Heavy Rotation” dipilih sebagai repetisi akan kultur kerja Ruang MES 56 yang diterapkan secara berulang-ulang. “[Seperti] ketika kita dengerin satu lagu yang kita suka dan kemudian diulang-ulang terus, munculah istilah heavy rotation,” jelas Faizal.

Bukan tanpa cela, konsep putaran yang diterapkan Ruang MES 56 memiliki risiko tersendiri. Selaku bagian dari manajemen MES 56, Faizal menyadari bahwa konsep putaran ini memiliki konsekuensi. Selain kerja teknis bongkar pasang karya, di sisi lain pengunjung memiliki keterbatasan menikmati karya di tiap putaran. “Ya mungkin itu konsekuensinya, karena memang sudah disepakati. Namun orientasi pameran ini adalah bagaimana anak-anak ini dapat ruang yang sama, nilainya di situ,” pungkasnya.

 

Editor: Andreas Pramono
Foto: Arlingga Hari Nugroho

 

1 comment
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Dikejar Mimpi | Cerita Pendek Juan Antony

Next Article

Kubawa Kenanganmu Keliling Jakarta Malam Ini: Kumpulan Puisi Kristophorus Divinanto