Jalar Liar 2025: Tamasya Media, Menjalar, Mengabarkan

Jalar Liar adalah sebuah inisiatif menyambung ragam media komunitas yang telah tumbuh mandiri dan merawat ekosistemnya masing-masing di berbagai kota.

“Ketika kamu ingin berjalan cepat, berjalanlah sendiri. Namun, ketika kamu ingin berjalan lebih jauh, berjalanlah bersama-sama.” 

Menahbiskan diri sebagai kelompok yang menggeluti laku media tentu membawa konsekuensi sendiri. Beban di pundak tidak hanya tentang mewartakan berbagai kabar dari ekosistem yang digeluti, tetapi juga menjaga gerbang-gerbang agar sebuah upaya yang dirintis ini tetap disebut media. 

Kata media adalah definisi yang samar belakangan ini. Konvergensi telah membawa media menjadi kata yang memiliki terlalu banyak beban makna: teks, video, dan suara dengan berbagai bentuk produk dengan mudah disebut sebagai media.

Apakah media harus menerapkan 10 elemen jurnalisme yang diwariskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel? Atau media pada dasarnya hanyalah wadah kosong yang bebas diisi konten apa saja?

Satu benang merah yang dapat diambil adalah media berperan untuk memberi kabar. Masalahnya, kabar seperti apa yang perlu dibingkai dan disajikan kepada masyarakat? Tentu saja ini sangat berkaitan dengan cita-cita penggagasnya.

Di lajur utamanya, kita melihat media sebagai sebuah entitas yang mungkin erat kaitannya dengan sekelompok orang yang memegang kode etik tertentu, dikucuri modal, dan bisa jadi menunjukkan dengan gamblang keberpihakannya.

Namun begitu, di arus tepian tetap ada sekelompok orang yang tetap bersiasat untuk mewartakan apa yang ada di sekelilingnya, tentang kabar dari kampung, gigs kabupaten, lapakan zine jalanan, liputan tribun stadion, pameran seni di kamar kos, museum orang biasa, festival musik eksperimental, dan hal-hal pinggiran lainnya.

Apa yang dilakukan kelompok arus tepian ini identik dengan istilah “media komunitas”. Pada prinsipnya, media komunitas adalah media informasi yang dikelola oleh sekelompok komunitas untuk komunitas itu sendiri. Kadang pula, media komunitas akrab disebut “media alternatif” karena pola pendekatan tentang nilai dan sudut pandang yang berbeda dari media arus utama.

Tentu tak perlu banyak tenaga untuk menisbahkan apa yang menjadi garapan media arus utama dengan apa yang dilakukan media komunitas. Terperangkap pada opini-opini arus utama tanpa mempertanyakan ulang maksudnya adalah kecelakaan hidup belaka. Toh, tak ada makna yang abadi dalam kebudayaan. Ia terus bergerak, dimaknai ulang, dan menemukan bentuk-bentuk penghayatan baru.

Tak jarang, semangat musiman dan kawan-kawan yang silih berganti membuat keberadaan media komunitas semakin menepi. Apalagi, tak jarang media komunitas tak hanya menyita waktu pengurusnya, tetapi juga kocek pribadi yang dalam. Menekuni harapan memang ada saja halangannya. 

Untuk itu, mengingat apa yang telah ditekuni tidak dilakukan sendirian, penting bagi media komunitas menyadari apa yang mereka rawat mungkin juga dilakukan oleh orang lain di lain tempat di lain ketertarikan.

Pelan-Pelan Menjalar dan Meliar

Jaringan media komunitas bisa menjadi jawaban untuk dapat menjaga api kecil yang dirawat kumpulan di ekosistem mana saja itu. Pertalian ini sekaligus dapat menjadi sebuah wadah untuk bereksperimen tentang sistem pendistribusian pengetahuan dengan lebih tepat guna. Di tahun 2025, Sudut Kantin Project melepasliarkan gagasan jaringan media komunitas dalam program bernama Jalar Liar.

Nama Jalar Liar diambil dari metafora rimpang—akar yang tumbuh menyamping dan menjalar diam-diam di bawah tanah. Ia tidak tumbuh tunggal, tapi membentuk jaringan hidup yang menyebar luas dan sulit dipetakan secara hierarkis. Dalam konteks ini, menjalar adalah cara kerja: pelan-pelan tapi terus bergerak dan tumbuh.

Sementara liar, mencerminkan semangatnya—tidak tunduk pada pola tetap, tidak terkurung dalam pakem media arus utama, dan berani tumbuh di ruang-ruang yang sering diabaikan.

Kedua kata ini setidaknya mewakili cara kerja media komunitas yang kadang tak selalu tampak, tapi terus menyumbang napas bagi ekosistem sekitarnya.

Jalar Liar dapat direnungkan sebagai upaya untuk membangun jaringan atas ragam media komunitas ataupun alternatif yang selama ini telah bergelut di ekosistemnya masing-masing dengan semangat kemandirian dan keberlanjutan.

Seiring dengan itu, tentu saja langkah pertama yang perlu dilakukan media komunitas adalah saling mengenal. Identifikasi diri dan mendefinisikan terlebih dahulu media komunitas akan mendudukkan posisi entitas ini di tengah ekosistemnya.

Dimulai dari Yogyakarta, Sudut Kantin Project berhadap dapat menyusuri kota-kota di sekitarnya seperti Surakarta, Klaten, Salatiga, Purworejo, Semarang, dan menjalar lebih luas lagi untuk mendokumentasikan dan mengabarkan geliat media komunitas dalam bentuk tulisan.  

Lebih dari sekadar tulisan, Jalar Liar berusaha menampilkan semangat kolektivisme dan siasat bertahan orang-orang di belakang ruang kerja media-media semacam ini. Tentu saja, setiap cerita memiliki peluang yang sama untuk dikabarkan dengan sukacita. Penting atau tidak penting biar jadi rahasia skala prioritas tiap-tiap orang.

Yang pasti, tugas media komunitas semacam ini adalah merawat nyala api kecil di tengah ekosistem yang terus bergerak. Dalam ruang kerja yang sering kali terhimpit dalam keterbatasan, kami mencoba meregangkan kesenangan dalam perkawanan menjelma jaringan media komunitas. 

Mudahnya, Jalar Liar atau praktik-praktik semacam ini adalah keniscayaan bahwa setiap orang tidak merasa sendiri dengan apa yang digelutinya. Dengan begitu, media komunitas ataupun alternatif dapat melaju beriringan dan mewujudkan inisiatif bertumbuh di tiap ekosistemnya. 

Akhirulkalam, jaringan media komunitas ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang baik untuk merekam ide-ide yang telah mewujud di berbagai kota. Deretan identitas nantinya sekaligus dapat menjadi bukti, bahwa sebuah harapan pernah dan dapat diwujudnyatakan pada suatu tempat pada suatu waktu pada sebuah wadah bernama media.

13 Mei 2025
Sukap.

1 comment
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Dentuman, Tekstur, dan Energi dalam JNB Fest 2025

Next Article

dari ujung laras di bibirmu: Kumpulan Puisi Tsaqifah Zeiliana Ardifta

Related Posts