Minggu, 20 Maret 2022, saya malah baru datang ke pameran tunggal di Galeri Nasional Jakarta ini setelah hampir 1 bulan digelar. Rasa penasaran saya bergejolak ketika diajak berkunjung oleh teman. Pada dasarnya, saya ingin tahu sekaligus belajar terkait dengan pameran khususnya pameran seni rupa. Bagaimana pengaplikasian bentuk dari konsep yang digagas, persiapannya, dan feedback dari pengunjung yang datang.
Sesampainya di Galeri Nasional, kami diminta untuk menunggu giliran berkunjung karena pameran di Galeri Nasional ini dibagi beberapa sesi. Kebetulan kami mendaftar untuk sesi sore, sekitar pukul 15.00 WIB, agar tidak terlalu terburu-buru selama perjalanan berangkat—sebab perjalanan cukup memakan waktu. Akhirnya, pukul 15.00 WIB kami diminta untuk registrasi ulang dan boleh masuk ke ruang pameran.
Partisan adalah pameran tunggal yang digagas oleh Otty Widasari. Menunjukkan perjalanan peradaban manusia yang terekam oleh media, Otty Widasari menciptakan bentuk-bentuk narasi yang dikomunikasikan dan diimplementasikan dengan visual yang cukup baik: mulai dari tulisan yang dibingkai, beberapa video dari arsip-arsip pameran sebelumnya, serta instalasi-instalasi yang bercerita tentang bagaimana “peradaban” manusia terus berkembang. Narasi yang digagas tersebut tidak semuanya dijabarkan dalam aspek yang melebar, melainkan justru dipersempit sehingga di dalamnya mencakup tema-tema seperti rezim, konglomerat, dan oligarki.
Praktik artistik yang digagas oleh Otty Widasari mengacu pada Forum Lenteng Akumassa. Berangkat dari isu-isu sosial masyarakat yang ada, Otty meyakini bahwa metode yang digunakan Akumassa dapat membongkar wacana terkait dengan modernisme. Pameran ini, bagi Otty merupakan cara mengenali individu-individu yang dekat dengan kesehariannya. Individu-individu inilah yang menjadi “partisan” baginya.
Pengalaman saya berkunjung ke pameran ini cukup memuaskan, semuanya “dipadatkan”. Dengan ukuran tidak terlalu besar dan jarak yang tidak terlalu jauh antar karya membuat saya dan pengunjung lebih intens dalam menikmati pameran. Berbagai jenis karya disuguhkan di sini, mulai dari visual, instalasi, dan respon audio.
Beberapa karya yang dipamerkan juga merupakan arsip dari pameran sebelumnya, sebagai salah satu contoh adalah karya yang berjudul “Jabal Hadroh, Jabal Al Jannah (Green Mountain, Paradise Mountain)” yang merupakan puisi respon teks dan imajinasi orang Timur Tengah tentang surga dan fenomena terkini. Karya ini sebelumnya telah dipresentasikan pertama kali di Jogja Biennale XII (2013) dan SeMA Transmediale Biennale, Seoul (2014).
Hal menarik lainnya, menurut saya, ketika berkunjung ke pameran Partisan ini adalah instalasinya. Instalasi unik dengan berbagai tuliasan-tulisan random menjadi pengingat bagi diri saya sendiri. Contoh kalimat yang mengingatkan dan menjadi reminder bagi saya adalah “Sama-sama nggak mau ngalah”. Kalimat yang sederhana tetapi tanpa disadari, saya dan hampir semua orang, memiliki sifat yang sama. Bener kan?? Gak mungkin kita gak pernah “gak mau ngalah”, pasti selama hidup pernah paling tidak sekali aja.
Sebagai penikmat pameran, saya merasa Partisan memberikan kesan yang cukup baik. Banyak pengunjung yang datang untuk rekreasi, berfoto, dan menikmati akhir pekan di pameran yang galery date ini (kalo kata anak jaman sekarang). So, buat saya yang pertama kali berkunjung ke pameran selama di Jabodetabek, Partisan ini gak mengecewakan. Saya belajar banyak dari pameran ini, bahwa ternyata media itu kunci penting buat membaca peradaban.
Editor: Tim Sudutkantin.com