Air Matamu Nerakaku; Kumpulan Puisi Muhammad Alamsyah

dok. Roni Driyastoto

Kumpulan puisi ini; Purnama Terakhir, Air Matamu Nerakaku, Jiwa, dan Mengapa Kau Meninggalkan Laut, ditulis oleh Muhammad Alamsyah. Aktif menulis puisi, cerpen, dan esai. Terlibat dalam berbagai kegiatan seni budaya di Sulawesi Selatan.


Purnama Terakhir

Sepertinya ia akan pergi
Entah kembali atau tidak
Waktu telah merangkai kisahnya
Perlahan jauh
Melepaskan sinar disimpannya di kerling ombak malam
Mungkin pula pada gemintang yang kian berkilauan
Atau pada fajar di pundak bebukitan
Angin dan daun- daun bergurau rindu
Menari bersama dalam nyanyian ringsek nan sendu
Purnama manis itu
Sungguh kian menjauh
Jauh
Semakin jauh
Ya… yang pergi karena janji matahari
Adalah purnama Desember ini
Kutuliskan sepucuk pesan cinta untuknya di sini
Di tepi danau berpasir
Di pualam merah berlontar
Tentang kisahku bersamanya mengarungi malam-malam sunyi penuh getir
Purnamaku telah pergi
Purnama terakhir kalender ini
Jika tiba masanya ia kembali
Hujan menghalau pelukan cintanya padaku
Selendang sinarnya tak sanggup memelukku
Di mana aku tak lagi menunggunya sampai senja berkali-kali
Malam berganti-ganti
O… Purnamaku
Bacalah pesanku yang kutitip dalam gerimis cakrawala
Aku di sana menjadi air mata
Menjelma hampa tak lagi bernama
Bukan berarti aku mati
Tapi lusuh dalam kegelapan
Malam tanpa terang
Tiada pelita penerang
Lantaran lampu- lampu kota telah padam

Purnama 14, 20 Desember 2021

Air Matamu Nerakaku

Ketika aku dalam buaian hastamu ibu
Bergelayut mungil tiada paham mayapada melumbung waktu
Dibelai manis sehalus lentik jemarimu
Mencurah kasih senandung lembut kidung kalbumu

Ibu
Keramatmu adalah pintalan doa menjabah
Surgaku yang membumi sedaras pahala baktiku
Aku bersimpuh di telapak kakimu
Ampunilah aku jika khilaf dari fatwamu

Ibu
Airmatamu adalah neraka akhiratku
Meretas siksa Tuhanku jika di kau sia-sia karenaku
Kemarin sebelum pamit
Kuciumu tanganmu di atas sajadah membentang
Engkau lambaikan doa hantaran perjalanan impian dan harapan
Tapi kini aku pulang
Kuciumi jidatmu di atas balutan kafan panjang
Surga tempatmu ibu
Rinduku padamu senada hembusan angin melaju
Seirama alunan doaku dalam tarikan nafasku

Maros, 18 Januari 2021

Jiwa

Kutemukan cinta mendiam
Seperti penjara
Meringkus temali sayu

Ada Tuhan menyanding sukma
Seperti tabah berlumur ibah
Bisu mengeram dzikir dalam luka

Tunggal tinggal sesal
Melupa neraka tipuan mayapada
Simpuh menghitung air mata dosa

Jiwa
Mencari makna
Temukan fana
Menunggu baka antara putaran masa

Salenrang, 15 September 2019

Mengapa Kau Meninggalkan Laut 

Tapi jika memang harus seperti itu
Maka aku akan berlari meninggalkan pantai
Meninggalkan pinisi yang kusandarkan di dermaga moyang pelaut ulung
Di kaki bukit atau mungkin di lembah yang lembab
Menemukanmu bertapa di anyaman teki ataupun lontar yang cokelat
Aku datang
Menjumpaimu
“Mengapa kau meninggalkan laut? Meninggalkan gelombang yang rancu karena angin yang tak
menentu?” tanyamu.
“Gelombang jemu menilikku. Ikan -ikan pada mabuk karena ulahku mencemari laut,” jawabku.

Sabanga, 26 Agustus 2021

 

Penyelaras Aksara: Agustinus Rangga Respati
Foto sampul: Roni Driyastoto

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts