Belatung Melarat: Men666erikan, Ada Pocong Mencungul di atas Panggung Pestapora!

Tampil totalitas, Belatung Melarat hadirkan pocong di atas panggung Yes No Klub pada Pestapora 2024.

Di atas panggung Yes No Klub Pestapora 2024 yang gelap dan menyerupai goa itu, ada pocong. Pocong itu naik ke atas panggung dengan dibopong 7 pemuda berpakaian hitam-hitam. Dari bawah panggung, mereka berjalan pelan dengan dipandu oleh seorang berkerudung hitam sambil membawa hio yang terus mengepul.

Musik gamelan pun mengiringi prosesi tersebut. Setelah semua telah naik ke atas panggung, musik gamelan itu pun berakhir dengan dupa dimatikan oleh sang pemandu berkerudung tadi dengan cara dimakan. Mulailah pertunjukan musik black metal.

Adegan seperti itulah yang terjadi di gelaran Pestapora hari ketiga, Ahad 22 September 2024. Penampilan tersebut adalah penampilan dari grup musik logam hitam yaitu Belatung Melarat. Band asal Kaliwungu, Kabupaten Kendal itu menghadirkan musik symphonic black metal dengan iringan gamelan. Paket lengkap pula dengan menghadirkan pocong!

Mereka tampil totalitas dengan dresscode hitam-hitam dan juga riasan corpse paint yang menghiasi wajah. Perangkat gamelan asli yaitu kenong dan saron pun dibawa untuk mengiringi genre musik yang lahir di tanah Skandinavia itu. Bendera berlogo Belatung Melarat pun terpampang di bawah kibor yang menambah kesan seram dari pertunjukan mereka. Di awal pertunjukan, mereka membawakan tembang Kebo Giro dengan tambahan instrumen gitar dan kibor. Diketahui bahwa tembang klasik musik gamelan itu biasa dipakai untuk mengiringi pengantin di pernikahan Jawa. 

Tampil selama 45 menit di wahana Yes No Klub, Belatung Melarat menampilkan 5 buah lagu ditambah 2 lagu gamelan klasik sebagai pembuka dan penutup. Rawuhing Panguoso Jagad Alusan, Ajian Gelap Ngampar, Persembahan Nyai Ratu Putih, Kidung Kolocokro, dan Sengkolo adalah judul lagu yang mereka bawakan dengan apik meski ada sedikit trouble di awal.  Diawali dengan tembang Kebo Giro, mereka pun menutupnya dengan lagu gamelan klasik Bangbang Wetan. Tembang penutup tersebut, dalam Bahasa Jawa memiliki arti tentang sinar matahari yang terbit dan menghapus kegelapan malam. Sebuah pertunjukan yang cukup epik dan terkonsep.

Selama pertunjukan, penonton pun dibuat menjadi berontak dengan penampilan Belatung Melarat. Suara double pedal dari drum yang dipadukan dengan kibor yang ritmis membuat penonton menjadi brutal. Suara vokal dan gitar yang meraung-raung membuat penonton headbang dan membuat circle pit. Salah seorang penonton pun juga menyalakan dupa, terbawa dengan mistisisme pertunjukan yang ditampilkan dari Sang Logam Hitam. Mereka semua tampak antusias menonton penampilan dari Belatung Melarat yang sempat viral karena terekam pernah kesurupan di atas panggung.

Momen pocong Belatung Melarat digotong menuju panggung Yes No Klub (dok. Swandi Ranadila)

Belatung Melarat adalah band black metal yang diisi para personel dari kelas pekerja alias buruh pabrik. Di sela-sela kesibukan rutinitas pekerjaannya, mereka menyempatkan untuk bermain musik sebagai bukti kecintaanya pada hobi yang digeluti. Band yang berdiri sejak 10 tahun lalu ini selalu menghadirkan musik black metal dengan tambahan unsur Jawa. Kendal Mystic Javanesse Black Metal adalah jargon untuk menggambarkan Belatung Melarat.

Selagi menghapus make up putihnya, Pyox sang gitaris, menceritakan tentang latar belakang Belatung Melarat. Ia pun menjelaskan bahwa Belatung Melarat memiliki arti tentang kekompakan atas kemelaratan yang diibaratkan seperti belatung yang selalu hidup berkelompok. 

“Belatung itu kan ulat yang dalam hidup selalu bersama-sama. Misal belatung saat makan, tidak mungkin sendiri. Selalu bersama-sama. Mereka hidup komunal, dari situ tercetus ide bahwa kami kuat bila bersama-sama bersatu,” ucap Pyox saat diwawancara di belakang panggung.

“Sedangkan ‘melarat’ sendiri kami ambil dari latar belakang ekonomi kami. Dulu saat latihan ngeband, kami harus mengamen dulu mencari uang untuk bayar studio.”

Berox, vokalis dari Belatung Melarat, pun menjelaskan bahwa para personel Belatung Melarat memang hidup sebagai kelas pekerja. Mereka tinggal di Kecamatan Kaliwungu yang dikenal sebagai Kawasan Industri Kendal (KIK) di jalur Pantura, Jawa Tengah. Para personel pun kebanyakan bekerja di industri garmen, meskipun ada yang bekerja sebagai tukang dekorasi panggung nikahan. 

Perkenalan dengan musik black metal disampaikan Pyox, dari band pendahulu dari Kaliwungu yaitu Lava. Di era-era 2000an awal, Lava kerap tampil di gigs-gigs musik ekstrim di Kaliwungu. Perkawanan yang solid antar logam hitam di luar kota juga membuat Pyox cs menjadi semakin teguh untuk memutuskan totalitas terjun di jagad Black Metal. 

“Kalau Lava itu ibaratnya bagi kami gurulah. Kalau yang turut support kami ada dari Santet, Pak Budi. Karena ketika kita dibully, kan banyak yang bully kan, nah Pak Budi itu nggak berhenti ngasih motivasi. Nggak usah peduli ini-ini-ini. Dulu (Pak Budi) sering main di Purwakarta, terus habis itu Pak Budi kan ke Kaliwungu juga, main juga,” ucap Pyox.

Semarak penonton di pertunjukan Belatung Melarat (dok. Swandi Ranadila)

Ditanya mengenai Pestapora, Pyox mengungkapkan bahwa pihaknya sebelumnya belum tahu mengenai festival ini. Setelah tahu bahwa ini merupakan festival besar, para personel pun kebanyakan menjadi terkejut. Mereka pun lalu latihan intens selama sebulan untuk mempersiapkan pertunjukannya. Termasuk juga menampilkan format gamelan yang diungkapkannya jarang sekali mereka tampilkan karena kesibukan personelnya.

“Jujur, kaget lihat semua. Pokoknya terima kasih atas antusiasnya yang telah hadir meskipun tadi ada sedikit kendala ya kami tetap profesional sampai akhir. Yang penting bisa menghibur semuanya,” ujar Pyox.

Ditanya mengenai Belatung Melarat, kurator dari Pestapora untuk panggung Yes No Klub, Wok The Rock, mengungkapkan bahwa ditampilkannya mereka adalah karena untuk mencari format band yang non-elektronik. Ditampilkannya Belatung Melarat karena genre black metal kejawen kurang mendapat tempat dalam gelaran festival.

“Tahun ini kan pengen nampilin format band yang non-elektronik. Lalu ya nyari band yang minoritas dalam lanskap skena populer di Indonesia. Black metal kejawen punya ekosistem yang sangat besar dengan sejarah yang panjang, namun masih jarang ditampilkan di festival besar bahkan festival metal,” ujar Wok The Rock. 

“Belatung Melarat adalah salah satu band black metal kejawen generasi ketiga yang menggunakan bahasa Jawa atau bahasa Indonesia dan nada pentatonik jawa di seluruh lagu. Mereka juga berasal dari daerah yang dianggap memiliki skena musik yang kurang dinamis dan personelnya dari kelas pekerja,” tambahnya.

Diketahui bahwa Belatung Melarat sempat viral di sosial media karena terekam kesurupan saat manggung di Surabaya. Mereka viral setelah setelah video rekaman diunggah oleh akun @xtrememerch dan ditonton hampir 10 ribu kali. Pada video berdurasi 47 detik itu, yang menjadi pocong tampak kesurupan dengan merusuh di atas panggung. 

Ada adegan ketika salah seorang vokalis Perempuan bernyanyi, pocong yang sebelumnya tidur lalu berdiri kesurupan dan ditangkap oleh sang vokalis lalu diamankan beberapa penonton yang naik ke panggung. Kejadian itu berlangsung pada acara Surabaya Black Fest, 2 Juni 2024 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Pyox mengungkapkan bahwa hal tersebut bukan settingan dan di luar kuasa Belatung Melarat. Ia pun sebetulnya enggan menjawab hal tersebut karena kerap mendapat kritikan. Video yang viral itu pun terpublikasi bukan dari akun official Belatung Melarat sendiri.

“Kalau mistik, takutnya kalau saya cerita mistik saya dapat kritikan. Kalau saya sendiri, percaya nggak percaya, misalnya kemarin terakhir waktu manggung di Surabaya. Makanya dari official akun Belatung Melarat sendiri nggak nge-upload video kesurupan kui. Itu karena kalau yang ngupload dari BM sendiri nanti dikira guyon. Soalnya kan di luar kendali. Semua di luar kendali saya,” ucapnya.

Pyox menceritaskan bahwa saat itu, sang Pocong kesurupan saat lagu terakhir. Dalam briefing-nya, tidak ada keinginan untuk menghadirkan gimmick kesurupan semacam itu. Yang unik adalah, ketika seusai manggung, ada anak kecil bercerita melihat kakek-kakek saat para personel Belatung Melarat sedang make up di bawah pohon beringin. 

“Ada anak kecil, kayaknya, kan kita make up di pohon beringin kalau nggak salah, katanya lihat kakek. La saya sendiri jujur ya percaya nggak percaya. Tapi itu ada gitu loh (tertawa),” ucap Pyox sambil bercanda.

Ditanya mengenai apakah selalu menghadirkan pocong, Pyox pun menjawab enteng. “Belum tentu, tergantung yang jadi pocongnya bisa apa nggak. Tergantung kesibukan.”


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Swandi Ranadila

Penulis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Dari Panggung Protes ke Ruang Pribadi: Evolusi .Feast di Album 'Membangun & Menghancurkan'

Next Article

Tur De Ngalas Se.dusun: Pelarian dari Hiruk Pikuk Kota Jogja ke Dusun Siyono, Gunungkidul

Related Posts