Gunung Lawu dan Narasi Sejarah yang Mengelilinginya

Bagi sebagian besar pendaki, sejarah luhur yang menyelimuti Gunung Lawu bukan merupakan suatu keangkeran melainkan penambah daya tarik tersendiri.

Gunung Lawu merupakan salah satu gunung api yang statusnya masih istirahat. Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur karena Gunung Lawu melintasi wilayah Kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah, Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan di Jawa Timur. Gunung Lawu diyakini sebagai salah satu gunung sakral khususnya oleh masyarakat Jawa karena sejarah gunung ini yang menjadi tempat moksa Prabu Brawijaya V (raja terakhir kerajaan Majapahit) meninggalkan kerumitan duniawi.

Dalam karya sastra lama yaitu babad tanah jawi dan bujangga manik terdapat kutipan yang menyebutkan tentang Gunung Lawu, hal ini menunjukkan bahwa Gunung Lawu sudah lama berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat Jawa pada saat itu sebagaimana Gunung Wilis, Gunung Penanggungan, Gunung Arjuno, dan Gunung Kawi. Gunung-gunung tersebut diyakini sebagai reruntuhan Gunung Mahameru yang diangkat oleh para dewa melintasi langit Pulau Jawa. Gunung Lawu memiliki 3 puncak yaitu Hargo Dalem, Hargo Dumiling, dan Hargo Dumilah. Hargo Dalem merupakan tempat moksa Prabu Brawijaya V, sedangkan Hargo Dumiling merupakan tempat moksa Sabdo Palon yang menjadi abdi setia Sang Prabu.

Moksa yang dilakukan oleh Prabu Brawijaya V dilatar belakangi oleh wangsit (petunjuk) yang pada intinya menyatakan bahwa tidak lama lagi kejayaan Majapahit akan segera pindah ke Demak yang saat itu dipimpin oleh Raden Fattah (putra Prabu Brawijaya V dari istrinya yang berkebangsaan tiongkok), kegundahan inilah yang menyebabkan Sang Prabu memutuskan untuk moksa. Dalam proses moksa meninggalkan hiruk pikuknya kerumitan dunia, Prabu Brawijaya V ditemani oleh Sabdo Palon dan dua abdi setianya. Dua abdi setia Sang prabu diberi tugas sebagai penguasa alam ghaib yang menjaga Gunung Lawu dan sekitarnya sehingga sampai saat ini diyakini bahwa kedua abdi Sang Prabu masih terus mengemban amanah yang dititahkan.

Di samping sejarah luhur yang terjadi di Gunung Lawu, Gunung Lawu menyimpan banyak sekali keindahan alam di dalamnya. Sebagai gunung api, Gunung Lawu juga memiliki kawah yang sangat mempesona dan menarik perhatian yaitu Kawah Condrodimuko. Kawah Condrodimuko menurut karya sastra lama disebutkan sebagai tempat mandi Gatot kaca sewaktu masih bayi sehingga Gatot Kaca memperoleh kekuatan yang sangat luar biasa sebagaimana pribahasa ‘otot kawat tulang besi’, kalimat tersebut tentu sudah dapat menggambarkan bagaimana kekuatan Gatot Kaca. Kawah Condrodimuko dapat dikunjungi jikalau kita lewat jalur Cemoro Kandang. Gunung Lawu merupakan objek wisata alam yang biasanya juga menjadi tujuan pendakian karena indahnya alam yang disajikan dan jejak-jejak peradaban zaman kerajaan yang masih bisa dilihat secara langsung.

Sebagai tujuan wisata atau pendakian, Gunung Lawu memiliki lima jalur resmi yaitu Candi Cetho, Cemoro Kandang, Cemoro Sewu, Singolangu, dan Tambak. Masing-masing jalur memiliki karakteristik medan yang beragam dan pesona alam yang disajikan juga tak kalah menarik antara jalur satu dengan jalur lainnya. Gunung Lawu memiliki jalur yang cocok bagi pemula karena hampir semua jalurnya memiliki petunjuk lengkap dan jelas sehingga dapat memudahkan para pendaki memilih jalan yang akan dilewati dan meminimalisir pendaki yang kehilangan jalur.

Selain itu, medan Gunung Lawu juga bukan merupakan medan yang sangat berat meskipun jalurnya didominasi dengan bebatuan namun masih bersahabat untuk kategori gunung dengan ketinggian 3 ribu mdpl. Meskipun begitu sebagai pengunjung atau pendaki yang bijak sebaiknya sebelum melakukan pendakian, kita tetap perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan matang mulai dari perlengkapan, fisik, dan mental karena sebagaimana yang telah kita yakini bahwa alam memang menjanjikan kedamaian dan keindahan namun tidak menjanjikan keselamatan. Perubahan cuaca yang mendadak dan tidak sesuai dengan prediksi juga harus menjadi pertimbangan penting sebelum melakukan pendakian. Selain itu, tetap membawa obat-obatan dan perlengkapan darurat (emergency equipment) sebagai antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak direncanakan misalnya kaki terkilir, pusing, dsb.

Gunung Lawu memiliki pesona alam yang sangat menarik sehingga tak jarang banyak pendaki yang melabeli Gunung Lawu sebagai gunung yang eksotis bukan gunung mistis. Bagi sebagian besar pendaki, sejarah luhur yang menyelimuti Gunung Lawu bukan merupakan suatu keangkeran melainkan sebaliknya sejarah tersebut justru menjadi penambah daya tarik tersendiri asal kita tetap menghargai ketentuan-ketentuan yang berlaku. Gunung Lawu menyimpan berbagai jenis flora yang cantik dan sabana luas yang sangat memanjakan mata. Di kalangan para pendaki, Gunung Lawu memiliki ciri khas tersendiri yaitu ‘Warung Mbok Yem’ yang biasa dikatakan sebagai warung tertinggi di Pulau Jawa karena terletak di Puncak Hargo Dalem Gunung Lawu.

Jika mendaki melalui jalur Candi Cetho, kita dapat melihat secara langsung peninggalan-peninggalan zaman Kerajaan Majapahit yaitu Candi Cetho. Candi Cetho merupakan candi dengan struktur punden berundak atau lebih mudah dikenal dengan teras bertingkat. Struktur punden berundak ini dikenal sebagai salah satu ciri khas bangunan asli Nusantara yang mana terdapat tiga tingkatan yang mengarah pada satu tempat. Punden berundak dikatakan sebagai ciri khas Nusantara karena banyak ditemukannya situs-situs peninggalan purbakala bahkan sebelum tersebarnya ajaran hindu-budha di Nusantara yang sudah menerapkan struktur punden berundak atau teras bertingkat ini. Punden berundak dicirikan sebagai tempat beribadah atau pemujaan yang disusun secara bertingkat dan menghadap ke suatu arah, biasanya sebuah gunung yang dianggap suci.

Terakhir, tetap pahami kemampuan yang kita miliki sebelum melakukan pendakian dan persiapkan fisik dengan latihan secara berkala. Contoh latihan fisik yang dapat dilakukan sebelum melakukan pendakian yaitu jogging setiap 2/3 hari sekali, berjalan santai, berjalan sambil membawa beban seperti tas atau yang lainnya, dsb. Kemudian persiapkan perlengkapan yang memadai dan sesuai standar yang disarankan karena kecelakaan yang terjadi di gunung kebanyakan disebabkan oleh lemahnya fisik dan perlengkapan yang tidak sesuai dengan standar. Selain itu, tetap jaga etika dan sopan santun dimanapun tempat yang kita kunjungi tidak hanya di gunung karena sejatinya saat berkunjung ke suatu tempat, status kita adalah sebagai seorang tamu sehingga alangkah lebih elok jika seorang tamu tetap menjaga etika dan sopan santun ketika berkunjung.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Moch. Rizky Ali Khafidh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Dari Dapur, Estetika Benda Sehari-hari Menuju Ruang Galeri

Next Article

Mendengar Khruangbin: Kumpulan Puisi Moch Aldy MA