Mendengar Khruangbin: Kumpulan Puisi Moch Aldy MA

Kumpulan puisi ini: Mendengar KhruangbinDi Bulevar yang Sunyi, dan Pada Suatu Hari yang Tak Lagi Mampu Kita Namai ditulis oleh Moch Aldy MA. Seorang pengarang, pendiri Gudang Perspektif, editor-ilustrator Omong-Omong Media, dan editor buku-translator OM Institute.


Mendengar Khruangbin

aku ingin mencintai tanpa
kata-kata. tapi setiap kau
bertanya, cómo me quieres?
aku selalu sigap menjawab,
con todo el mundo. seperti
membayangkan montase
Tarantino yang bukan Tarantino

di dunia lain, barangkali, aku
gitaris band funk-psikedelik
berbau tahun tujuh puluhan;
memetik aku-lirik yang terbuat
dari musik; merobek-robek
ketakutan & kekalutanmu
pakai senar baja

aku percaya cinta bersifat
psikedelik. & liar. umpama
berselancar di atas tsunami
setinggi sembilan puluh kaki
setelah mengisap sebatang
ganja dengan olesan madu

seorang tolol pun tahu
yang lebih rawan modar
tenggelam
adalah peselancar

tapi barangkali, di dunia lain
aku koboi texas; atau sebuah
nama amerika latin… maria, maria,
maria, maria; atau pantai thailand,
atau pepatah persia, “di balik
melodi aduhai-bagus
mestilah terbenam cedera
yang serius.”

habis setengah garis
aku sapi yang diculik alien
dalam film-film fiksi ilmiah

seribu aku hilang
menuju entah. seribu kau
pulang ke rumah.

(2024)

Di Bulevar yang Sunyi

seribu perawi masih menghafal
zaman & zeitgeist, melafal
sisa sejarah, & turun temurun
mensitasi nama-nama arwah
beserta tahun-tahun

tapi tuhan, apakah
sebenarnya pengetahuan?

terang api
hati yang dimakan elang
legitimasi barangkali
pewarisan kusut benang
modal kultural
mesin cetak penjajahan
ataukah sekadar
kesepian tak bernama
yang belum ditemukan?

(2023)

Pada Suatu Hari yang Tak Lagi Mampu Kita Namai

: AFWS

kelak kita kembali belajar mengingat. kalahmu, & kalahku, yang nyaris telak. perangai dunia yang bangsat. kemurungan yang menubuhkan diri. rutinmu, & rutinku, yang pelan-pelan membunuh ingin. gema nirmakna gedung-gedung tinggi. debu-debu bintang yang mahadingin. fantasi-fantasi yang hanya mengada-menjadi lima ribu barangkali.

jika mitos terakhir runtuh. sisakan pasrah yang pernah. kita bersumpah tak akan berhenti menyeka bulir-bulir peluh. saling memelihara kata sifat percaya. sembari mencari cara paling ampuh untuk meredakan lelah yang telah. selain menertawakan bulan yang terlampau payah menghitung berapa kali kita berciuman.

aku akan mengajarimu membasuh horor dengan amor. kau mesti mengajariku cara meludahi kecemasan dengan benar.”

begitu katamu, dengan pupil mata yang secara konstan membesar.

(2023)


Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Vincentius Ola Lamapaha

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Gunung Lawu dan Narasi Sejarah yang Mengelilinginya

Next Article

Merchandise Musik: Dampak Positif Kerja DKV di Industri Kreatif