Merchandise Musik: Dampak Positif Kerja DKV di Industri Kreatif

Pada akhirnya merchandise musik menjelma menjadi sumber pendapatan alternatif yang signifikan bagi para pelaku industri kreatif.

Di era digital ini, industri musik dan hiburan mengalami transformasi yang signifikan. Hal itu ditandai dengan apresiasi terhadap musik yang tidak lagi sekadar didengar, tetapi juga telah dijadikan gaya hidup yang baru. Salah satu tanda dijadikanya musik sebagai gaya hidup tersebut dapat dilihat dari aspek fashion,. Kini fashion pun bisa digunakan sebagai identitas dan atau loyalitas seseorang terhadap musik yang digemarinya.

Begitulah yang dunia digital tawarkan, membuka gerbang lebar-lebar untuk terciptanya sebuah kebudayaan baru yang segar. Gerbang yang telah terbuka lebar tersebut pun pada akhirnya membuat merchandise musik, seperti kaos band, topi, dan aksesoris menjelma menjadi sumber pendapatan alternatif yang signifikan bagi para pelaku industri kreatif. 

Dunia digital membuat band dapat menjangkau pasar yang lebih luas, dan dapat dengan mudah mengetahui kemana arah minat konsumen bergerak. Minat konsumen yang pada akhirnya akan membentuk sebuah tren sangat membantu band dalam menentukan gaya estetika pada merchandise-nya, agar selalu segar dan tidak ketinggalan zaman.

Merchandise musik yang mengandung nilai estetis dan nilai sentimental akan membantu band dalam membangun identitas dan koneksi emosional dengan penggemar. Hal itu kemudian yang mendorong adanya kerja sama antara musisi dengan desainer grafis. Bentuk kerja sama tersebut dapat berupa diskusi mengenai desain artwork seperti apa yang pas dengan wacana yang telah dibentuk.

Sebagaimana yang telah kita ketahui, sebuah desain artwork yang baik adalah yang berhasil menyampaikan wacana melalui simbol-simbol yang dihadirkan, sehingga terjadi relasi yang harmonis antara wacana dan artwork. Relasi harmonis inilah yang kemudian membuat nilai dan pesan dari sebuah band dapat tersampaikan dengan baik. 

Merchandise musik tidak hanya digunakan sebagai diversifikasi pendapatan saja, tetapi juga menjadi medium arsip yang bersifat persuasif. Sehingga di masa yang akan datang, akan membuka peluang kepada generasi berikutnya untuk menggali sejarah perjalanan band dan desainer. Dengan begitulah kebudayaan menjadi lebih hidup, tidak hanya membeku dalam dinginnya foto dan lagu.

Jika dilihat dari keuntungan ekonomi, kerja sama ini menjadi mutualisme yang menjanjikan, baik bagi kedua belah pihak, maupun untuk pertumbuhan ekonomi negara. Oleh karena itu, merchandise musik layak disebut sebagai salah satu pendorong desain komunikasi visual (DKV) dan fashion menjadi subsektor ekonomi kreatif yang paling pesat pertumbuhanya, serta memiliki nilai luar biasa. Dalam satu dekade ini, pekerja desain komunikasi visual mampu berkontribusi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi kreatif, yakni 4,38% . Melihat prospeknya yang moncer pasca pandemi sekarang ini, pekerja subsektor ini diprediksi telah lebih dari 30.914 seniman. 

Kesuksesanya sebagai salah satu pendorong yang berimbas pada meningkatnya subsektor yang lain, seperti fashion, dalam hal ini konveksi dan sablon. Proses produksi merchandise berbahan tekstil tidak lepas dari subsektor vital ini. Bahan kaos dan sablon yang berkualitas pada nantinya akan menentukan apresiasi penggemar terhadap band dan vendor, juga kenyamanan pembeli ketika memakainya.

Adanya reputasi yang dipertaruhkan tersebut yang saya asumsikan dapat membuat pekerja konveksi dan sablon selalu berhati-hati dalam menjaga kualitas kerja sama serta kualitas produk. Sekaligus menjadi pemantik agar senantiasa kreatif dan inovatif. Jika lena tentu akan sangat merugikan kedua belah pihak. Apalagi di jaman digital ini, salah sedikit bisa meluber kemana-mana

Turut sertanya subsektor fashion melaju menyusul subsektor DKV karena produk-produk ready to wear seperti kaos menjadi bentuk merchandise musik yang paling banyak diminati. Praktis dan bisa dipakai sehari-hari menjadi alasan utamanya. Saking tingginya minat konsumen, kaos band menjadi lebih mudah ditemukan di setiap sudut kota, lalu melangkah sebagai trend fashion terkini masyarakat urban.

Teknik penjualan merchandise yang dilakukan secara pre-order ataupun ready stock di gerai digital semakin tangkas dalam menjangkau konsumen. Selain memberi keuntungan finansial dan sebagai medium pengarsipan, kaos band juga berpeluang dalam menentukan arah gerak kebudayaan fashion masyarakat urban.  

Berpeluangnya kaos band dalam menentukan arah gerak kebudayaan fashion tersebut tidak lepas dari hubungan band dengan penggemarnya, yang secara tidak langsung melahirkan konsensus. Misalnyakonsensus untuk saling mendukung keuangan band sebagai upaya kelancaraan penciptaan karya. Konsensus tersebut kini telah menggeser motif-motif usang semacam karena produknya bagus dan ternama.

Selain itu, fenomena fear of missing out (FOMO) yang rentan dan pasti terjadi adalah pertanda bahwa sebuah tren sedang mengembang menjadi ruang yang lebih besar, kebudayaan, meski kedigdayaan tren pada nantinya akan diuji terlebih dahulu dengan kekonsistenan yang pasang-surut. Semua tergantung kepada yang terlibat di dalamnya.

Transformasi fashion menjadi passion membutuhkan proses yang kompleks, terkadang juga sesak oleh arti, makna, dan beban pengertian. Namun hanya dengan begitulah cepat berubahnya pikiran manusia dapat diatasi. Mengingat, dunia digital yang obscure ini tidak henti-hentinya mengejawantahkan ketidak-terdugaan. Namun begitulah dinamika dunia ini yang terkadang gokil dan ngehe. Dengan adanya “merch festival” setiap tahunnya, kemungkinan demi kemungkinan akan terus hidup.

Di akhir memang asyiknya bertanya-tanya, bagaimana sejauh ini, dan akan sejauh mana ini berjalan? 


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Music Merch Fest/Nein Raka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts