Kumpulan puisi ini; Catatan Diri, Api Diri, dan Kematian Diri, ditulis oleh Antonius Wendy. Seorang muda yang menyukai sastra dan sedang belajar Bahasa Inggris di Universitas Widya Dharma Pontianak.
Catatan Diri
Biarlah angan dan ingin menjadi angin
yang meniup derita menjadi cerita di mata kata.
Biarlah hilang dan redup menjadi hidup
yang membuat gelap menjadi sulap manis makna.
Maka membaca adalah menumbuhkan sayap kertas
sehingga bisa terbang tinggi untuk mengamati.
Maka mendengar adalah bermuara pada suara
sehingga bisa mengalir pikir untuk mengerti.
Memahami dan memaknai kehidupan
adalah sejelas-jelasnya hormat pada kematian.
Membangun dan memperbaiki diri dan sesama
adalah sebesar-besarnya gembira manusia.
Api Diri
Koak congkak di mulutku,
bulan busuk di pikiranku,
dan matahari hitam di jiwaku.
Aku rindu pada permainan api
yang begitu hangat di kala malam hari
dan begitu ganas di kala muram hari.
Aku begitu siap mendengar ceramah api
dalam bimbingan matahari.
Aku tahu bahwa koak congkak,
bulan busuk, dan matahari hitam bisa tunduk
jika seandainya aku menghayati pesta perayaan api.
Aku ingin menjadikan kegelapan dan kesedihan
sebagai jubah hitam yang kukenakan
ketika aku pergi ke pesta perayaan api.
Karena aku ingin gelapku menyerap terang,
sedihku dibakar yang membara,
dan hitamku dihapus warna cahaya.
Kematian Diri
Aku telah mati
Jasadku akan dimandikan dengan doa paling suci
yang mengalir dari dasar nurani
sehingga aku begitu bersih di dalam hati
Aku telah mati
dan kau kehilangan aku
Kehilangan adalah cinta paling rela
yang berserah pada pertanyaan kehidupan
tetapi tidak pernah menemukan jawaban takdir
Aku telah mati
dan kau kehilangan aku
tapi jadi bekas di jendela jiwamu
Mungkin kenangan adalah semacam doa jiwa
yang terus dikumandangkan dalam diri
sehingga bisa disebut sebagai pengalaman rohani
Aku telah mati
dan kau kehilangan aku
tapi jadi bekas di jendela jiwamu
sebagai perbandingan untuk yang lebih maju
Maka, biarlah kenangan dan pengalaman
bersatu-padu menjadi bahan fondasi yang kokoh
untuk melahirkan diriku yang baru
— Januari 2021–
Foto: Roni Driyastoto