Kumpulan puisi ini: Cultuurstelsel, Kenang Penangsang, dan Kepada Rimang ditulis oleh Khuluqul Karim, seorang pemuda kelahiran Gresik yang nyantri di Sanggar Teater Eska dan belajar berjalan bersama Ruang Makmal.
Cultuurstelsel
kematian itu hidup
aku yang menghidupinya
– dengan seganjil kehidupan
yang aku sewa dari tuan tanah
; 20% (wajib) disisihkan
sementara, kepala jawatan
asyik berburu prosenan
2021
Kenang Penangsang
kepada kau yang menyelinap lamat-lamat
ke dalam tubuhku dan mengoyak lambungku
kita telah sepakat memadu dingin dan hangat
di pinggir bengawan di punggung kudaku
kau lihat ususku terburai berlumur darah
tuanmu terhenyak dan matanya terbelalak
ia buru-buru lari sebelum matiku purna;
tak lagi kuat lihat biru darahku terkuak
mahkota memang tidak jatuh, ia hanya tak lagi berharga
– darah dan air mata penuh, timpa tanah tumbuh istana
tetapi bukankah kita telah sepakat?
dingin matamu dan hangat darahku
menjadi padu di penghujung hayat;
kabut luruh bersama embun ayahku
riak air bengawan
luapkan kesumat dendam
dan rindu terperam
ritus berulang
gugur kembang
dalam kenang
tak ada menang
waktu itu ayahku,
dan kali ini aku
2024
Kepada Rimang
jangan bersedih, Rimang!
tak ada yang dicipta menjadi sia
di semesta mana saja
jika bukan hari ini
maka bisa jadi esok hari
atau bahkan malah sudah terjadi
jangan bersedih, Rimang!
bukankah kau sudah menjadi hebat
dengan sumpah setia
dan dedikasimu selama ini?
tak ada keluh, Rimang
tak ada keluh
ini bukan salahmu, kau tahu
tuan yang kau cintai ini gugur
dengan hormat di tanahnya
tak ada ragu, tak ada
tegarlah dan antar aku
kembali dengan tenang
seusai perang itu
kita menangkan
Rimang, dengarlah!
buat aku lebih waspada
agar tak tersulut amarah
dan bertindak gegabah
(hening menjelma bising)
kau dengar itu, Rimang?
mari lekas kita tuntaskan!
2024
Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Bima Chrisanto
