Malam Nudus; Kumpulan Puisi Fransisca Christina

Kumpulan puisi ini; Malam Nudus, Areola, dan Penetrasi & Penitensi, ditulis oleh Fransisca Christina. Seorang yang suka melamun, nonton anime, mendengarkan musik, dan tidur. Rajin menulis puisi dan cerpen di buku harian.


Malam Nudus

Aku menitipkan sebuah pesan
yang paling rahasia,
Melalui sebuah lonceng gereja
samping rumahmu.

Ketika jam menunjukkan pukul enam tepat,
kau harus cermat mendengarkan pesan tersebut
lewat tiap ketuk yang tak akan pernah
sudi kuketik dalam sebuah surat.

Bila kau sudah mengerti arti pesannya,
kau tidak boleh mengunci jendela kamarmu.
Malam ini juga,
aku akan datang seperti seorang pencuri,
menyelinap masuk dan mematikan perapianmu.

Kau akan sedikit kedinginan, namun ingat pesannya.
Cermati, dan lakukan dengan benar.

Sementara kau menjadi anak lelaki yang penurut,
aku masuk dengan sifat seorang ibu.
Ah tidak, aku ingin menjadi perempuan jalang
yang rakus menikmati badan telanjangmu.

Aku menyelusup masuk bersama
udara sejuk bulan Desember,
mencumbui tiap rongga dan bilik-bilik sempit
yang mengandung banyak rahasia.
Lalu aku keluar lagi,
dan menjelma sebuah selimut tipis
yang kini melilit tubuh perkasamu.
Mengukur tiap Senti jenjang lengan
dan kakimu yang selalu aku kagumi,
sungguh aku mabuk akan tubuh jangkung ini.
Kau mengerang sedikit ketika aku sampai
pada sebuah titik yang paling sensitif,
Aku bermain-main sebentar di situ.

Tubuhmu sekarang menjadi sedikit lebih hangat,
Kau berkeringat seperti seorang anak
yang habis mengalami mimpi buruk.
Aku melata dan meraba-raba di muka kulitmu yang pualam,
mencari inti jiwa dan sebuah nama yang menjadi panggilanku.

Malam ini kau seperti bayi yang tidak dibalut apa,
dan aku meninabobokanmu di antara kedua buah dadaku.

 

Areola

Tubuhku sebuah kota
yang kerap kau kunjungi tiap pukul satu.
Selayaknya seorang pengunjung yang setia,
kau punya tempat favoritmu sendiri.

Kau kerap bermain peran
ketika sedang berada di Tubuhku,
Kadang kau seperti anak kecil yang permintaannya
lebih terdengar seperti sebuah perintah.
Kadang kau juga berperan seolah
seperti perjaka yang lugu dan amat penasaran.
Dan aku selalu menyambutmu,
membiarkan kau bermain sampai kadang
kelelahan dan jatuh pada tidur yang pulas.

Kau senang sekali berkeliling
mengitari sepasang bukit kecil milikku.
Jemari lincahmu nan menggemaskan tak jarang
kerap membuat perutku yang merupakan sebuah taman luas
menjadi penuh dengan kupu-kupu yang sibuk berterbangan.

Sepasang bukit milikku merupakan tempat
yang kau khususkan dari sebuah kota yang
tak pernahkah mengenal kata pulang.
Kadang saking senangnya kau pada sepasang bukitku,
kau mengitarinya berkali-kali sampai lupa waktu.

Kau pernah bilang,
hal itu kau lakukan karna lingkaran gelap pada
sepasang bukitku merupakan jalan yang tak memiliki sebuah ujung.

Apapun alasannya aku kerap tak sabaran untuk
memintamu mendaki puncaknya.
Dan pintaku kadang hanya terdengar seperti angin lalu bagimu.

Tapi, Persetan dengan semua keinginanku.
mainlah saja sampai kau puas,
Sampai rasa jemu lekas mendewasakan
seorang anak lelaki yang tinggal sangat lama di kepalamu.

 

Penetrasi & Penitensi

Dalam khusyukku,
kau masuk tanpa diundang.
Menyelinap dalam remang cahaya lilin sebatang.

Tangan binalmu meraba segala doa-doa
yang sedang kubaca,
berusaha menerjemahkan bahasa cinta
dan penyesalan dalam satu waktu.

Sekuat tenaga kutepis rupamu dalam pejam,
berusaha untuk tetap tak
kehilangan pijakan dan kesadaran.

Namun kau sampai pada sebuah liang
yang sekarang sudah menjadi sedikit lembab,
Aku merasakan lututku gementar karena
berusaha menahan sebuah hasrat yang kau paksa masuk
sebelum aku benar-benar meninggalkan ragaku
dari anak-anak nafsu yang kini semakin beranak pinak.

Nafasku berat melafalkan doa tobat,
sementara kau sibuk bermain-main tanpa sekat.
Aku kehilangan pegangan atas diriku sendiri,
hampir rubuh menahan berat keinginan  untuk
menggila dan melontarkan segala kata-kata mengandung kutuk.

Aku rebah, melupakan dosa
yang mestinya segera harus aku lunasi
Untuk sesal yang kau buat gagal, 

Tuan mesti lembur lagi.

1 comment
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Kisah Hujan di Hari Minggu | Cerita Pendek Kristophorus Divinanto

Next Article

Potret Minotaur dalam Perjalanan Psychedelic Sigmun