Nuansa Kelam dari Temaram di Cherrypop 2024!

Meskipun bernuansa kelam, Temaram menawarkan keindahan musik dalam kegelapan dan kedalaman emosi manusia.

Saya akui line up Cherrypop 2024 biasa aja dan lebih keren tahun kemarin. Meskipun lebih bervariatif, anggapan ini setidaknya menjelaskan kenapa ada beberapa nama band besar yang masih tetap nongol di line up gelaran festival musik ini, meskipun itu sah dan bisa dibilang lumrah untuk hampir semua kalangan. Sampai di mana pada hari Minggu, 21 Juli 2024 sepertinya saya punya kesempatan yang kuat untuk mampir ke acara ini.

Hari itu akun resmi Instagram Cherrypop mengumumkan line up baru yang membuat saya terkesan. Ada postingan mereka saat itu menggunakan latar belakang merah dengan tulisan “Temaram” di tengahnya. Nama band ini memang sudah tidak asing di Yogyakarta, namun menjadi kejutan tersendiri ketika mereka menyempil dalam gelaran festival musik sekelas Cherrypop dan memainkan doom metal. Ntab!

Nama Temaram muncul sehari setelah postingan “submission band Bising Kota diposting. Selain Temaram, ada beberapa nama baru juga yang akan memeriahkan panggung festival ini dan itu semua di luar prediksi pikiran saya, seperti new wave black metal VMO alias Violent Magic Orchestra dan band post rock lokal yaitu Last Kiss To Die Of Visceroth.

Sekilas, Temaram sekarang berformasi Yudha B. Nugraha (Guitar), Iqbal Tawakkaltu (Guitar), dan Nugraha Adam (Drum). Memainkan musik doom sebagai media untuk berkarya dan menyampaikan apa yang seharusnya disuarakan. Mereka menyajikan musik berdurasi cukup panjang ketimbang kelompok bermusik biasanya, ditambah kegaharan distrosi berat dengan tempo yang lambat. Kemudian suara gitar yang sesak dan gebukkan drum ciri khas doom, klasik, dan kotor seperti sensani mabuk menjelang tumbang. Persis sama dengan artinya, “temaram” merujuk pada kondisi pencahayaan yang tidak terlalu terang, tetapi lebih ke arah pencahayaan yang lembut dan redup (remang-remang).

Temaram tampil hari kedua di jam tujuh malam setelah kurang lebih satu jam lamanya cahaya matahari tenggelam. Sebuah momentum yang pas juga mantab setelah jemparingan berkerja, bertemu, dan ngobrol dengan cukup banyak pelangan kemudian melipir ke acara musik untuk merealisasikan emosional mendalam tanpa perlu banyak kata-kata dengan menikmati musik Temaram secara langsung.

Sat Set Das Des! Tidak mau ribet, hari itu menjadi koentji. Agak kaget dan sedikit kurang nyaman setelah sampai di lokasi tepatnya Lapangan Panahan Kenari, Yogyakarta. Susunan panggung di acara ini hampir sejajar dan cukup berdekatan, saut-sautan sound system sudah jelas terasa sewaktu berada di tengah lokasi. Sambil berjalan dan tanpa basa-basi, saya memustuskan untuk berhenti di panggung bernama Laidback Cherry Gigs Stage, menunggu Temaram mengguncang Cherrydoom!

Burn menjadi lagu pembuka untuk membakar suasana malam itu. Bagi saya pribadi lagu ini menggambarkan perlawanan sebagai jalan pintas menuju kematian dengan yang lebih beruntung mungkin diasingkan hingga akhir hidup. Lagu ini dimulai dengan introduksi yang lamban namun penuh tekanan, menciptakan suasana yang mencekam dan melankolis. Perlahan-lahan, intensitas musik meningkat, dengan pola ritmik yang kompleks, riff gitar yang menghantam, dan atmosfer yang sama sekali berbeda di bagian tengah lagu.

Perubahan ini tidak hanya menggambarkan penderitaan dan keputusan, tetapi juga menandakan semangat membara dari satu generasi ke generasi berikutnya. Setiap ketukkan dan nada dalam Burn mencerminkan bagaimana api bisa saja tenang dan menghantui, meskipun sering kali tampak seolah bisa padam. Namun tetap menyala dalam jiwa-jiwa pemberani yang melanjutkan perjuangannya sampai memecah gelombang kemalangan dan kekalahan dengan tekad yang tak tergoyahkan.

Secuil kata gitaris Yudha setelah lagu pembuka, setelahnya tidak perlu banyak membuang waktu untuk masuk ke lagu selanjutnya yaitu Oilslamicstate. Ini merupakan lagu yang cukup panjang berdurasi sekitar 16 menit. Mengkutip dari postingan Simaksiar, lagu ini dibuat saat Temaram masih dalam formasi duo yaitu Yudha B. Nugraha (Guitar) dan Gilang Damar (Drum). Idenya bermula dari menonton berita tentang negara penghasil minyak bumi yang di mana harusnya negara itu kaya raya tapi malah sebaliknya, negaranya miskin karena diambil lahannya oleh negara-negara maju.

Aksi panggung Temaram di Cherrypop 2024 (dok. Temaram)

Lagu ini adalah pernyataan terang-terangan tentang keserakahan yang dilegitimasi negara. Lagu ini juga mencerminkan restu terhadap perusakan sumber daya alam yang merugikan banyak kehidupan. Semua hal itu dirangkum dengan distorsi kotor khas Temaram, sekaligus mengungkapkan betapa jijiknya tindakan perusakan yang dilakukan oleh berbagai entitas yang diberdayakan oleh negara.

Video visual yang saya lihat dalam panggung mereka di lagu ini malam itu juga memperlihatkan dengan jelas bagaimana nuansa kelam menjadi gambaran nyata bahwa masih banyak kehidupan yang sebenarnya jauh dari kata layak dan di ambang kerusakan.

Berbagai potongan video yang ditampilkan memperlihatkan begitu merah merasuki suasana perang, sekaligus saling lomba unjuk kekuatan untuk berkuasa dan merusak rantai ekosistem secara brutal. Estetika visual dalam panggung juga ditambah penggunaan asap atau kabut dan pencahayaan sedikit redup dengan masih menggunakan warna merah sebagai selimut suara membuat pertunjukan mereka memiliki atmosfer penuh amarah, misterius dan suram, namun tetap intens yang dalam.

Betapa letihnya menjadi warga negara. Menyaksikan banyak tragedi, kedegilan, keserakahan, dan tipu daya. Negara yang seharusnya menjadi jalan menuju kesejahteraan malah sering kali menjadi jalan pintas menuju kesengsaraan. Banyak orang tumpas nyawanya dan tak sedikit yang kehilangan warisan dan kedudukan, kemudian digantikan gedung-gedung pencakar langit dan pita maupun poster pembangunan yang berkilau namun omong kosong.

Mendengarkan Oilslamicstate juga merupakan perjalanan yang berat dan mungkin bisa tidak nyaman, namun itulah yang membuatnya begitu kuat dan mengesankan. Malam itu lagu ini menantang saya untuk tidak hanya menikmati musiknya, tetapi juga merenungkan pesan yang disampaikan.

Rasa pedih dan perih perlahan-lahan menyusut, sementara suka cita menggantikan suasana tersebut. Meskipun panggung Temaram tidak seramai panggung lain, orang-orang di sekitar merayakan keberhasilan mereka menjadi warga negara, memiliki rumah, dan tempat untuk mengarahkan nasibnya masing-masing, salah satunya bersinergi dengan cara bermusik maupun sekadar menjadi penikmat musik.

Namun, suka cita itu, seperti segalanya dalam kehidupan, tidak pernah benar-benar abadi. Tawa dan kebahagiaan akan berganti dengan derita, dan derita ini entah bagaimana terus terpelihara di dalam lapisan masyarakat. Jadi nikmati saja prosesnya!

Begitulah secuil gambaran muram yang tersembunyi di balik slogan heroik dan ekspresi ceria yang ditelanjangi Temaram lewat dua lagu yang terselip dalam album mereka bertajuk “Praise The Darkness” sejak rilis tiga tahun kemarin namun masih membara sampai sekarang.

Sebagai penutup sesi, Temaram spill lagu baru sekaligus menjadi kabar yang ditunggu-tunggu buat penggemarnya. Sialnya malam itu saya lupa nama judul dari lagu baru yang dibawakan Temaram, entah karena sudah hanyut dalam getaran doom-nya atau teliga saya yang sudah noise lantaran terlalu dekat dengan sound panggung.

Pengalaman mendengarkan doom metal Temaram di Cherrypop 2024 adalah sesuatu yang tiada duanya. Meskipun tema lagunya mungkin tampak kelam, Temaram menawarkan keindahan musik yang menantang norma dan mengajak kita pada refleksi diri dalam kegelapan dan kedalaman emosi manusia.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Temaram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts