Tulisan ini merupakan bagian dari pengarsipan festival cendera mata musik, Music Merch Fest. yang berlangsung di tahun 2023.
SALATIGA – Salatiga didekap udara dingin seperti biasanya. Minggu malam, Senin (30/4), saya dan segerombol anak muda sibuk bercengkrama dalam ruang Music Merch Fest (MMF), sebuah ruang pertemuan kecil antar band dan merch itu sendiri. Rangkaian MMF bagian Salatiga ini dilaksanakan di Laju Kopi, sebuah cafe yang terletak di pinggiran kota, Jalan Nakula Sadewa Raya No. 2, Sidomukti.
Kabut tipis menutupi bulan yang malu-malu dan angin malam tak mengganggu kehangatan obrolan muda-mudi Salatiga. Maklum, jarang-jarang event di Salatiga dapat menyatukan beberapa elemen antara musisi, penggemar musik, desainer, dan pelapak merchandise untuk bertukar cerita.
“Parkir penuh mas..” ketus parkir memperingatkan.
Saya menyapu pandangan sekeliling yang padat motor roda dua, sesegera mungkin memarkirkan sebisanya. Melihat rundown acara saya kalang kabut, sudah telat 10 menit. Berjalan memasuki lorong cafe memesan menu adalan es kopi susu gula alpen. Wajah Laju Kopi tak seperti biasanya, beberapa langkah ada lapak merch setelah itu baru kelihatan panggung utama.
Bagi saya sebagai pendengar musik yang masih amatiran, LIBSTUD dan FSTVLST dalam tajuk acara Music Merch Festival 2023 mampu menyadarkan bahwa merchandise band bukan hal yang bisa kita anggap sebelah mata.
Beberapa hari sebelumnya, gawai saya ramai postingan MMF dengan jargon “Tanggalkan Baju Perang. Kenakan Merch Andalan”. Sejurus kemudian ternyata acara ini mampu berjalan secara kolektif dan sukses di kurang lebih 17 kota di Indonesia.
Mulai dari Klaten hingga Padang (Sumatra bagian Barat), dari pesisir Semarang sampai Kota Makassar, dan masih banyak lagi. Semua punya hak sama dalam pertemuan antar merch dan musik dalam skala lokal, begitu juga Salatiga.
Menurut Muiz sebagai pengagas MMF Salatiga, ia berpendapat bahwa acara MMF ini penting bagi industri musik Salatiga.
“Penting banget meng-highlight band-band di Salatiga atau penggiat seni di Salatiga. Dan MMF Salatiga ini tujuannya buat meng-highlight pegiat musik di Salatiga, nggak di luar Salatiga,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan, “Saya berharap bahwa MMF ini bisa memantik dan mengerucut festival area Joglosemar. Jadi orang-orang enggak harus membuang-buang uang untuk ke kota-kota besar dan cukup di Joglosemar.”
Perayaan Musisi Lintas Genre
Salatiga malam ini tak seperti biasanya, Music Merch Festival 2023 mampu menyatukan segala genre musik dan skena, semua tumpah ruah dalam kehangatan. Sebelum acara perfomance dimulai, penonton disuguhkan lapak Pop up Market mulai dari Kasette Pae (@kasette pae), Maximum Alternative (@maximumalternativ), B.A Record Store (@bekas.anyar), Cranky (@crankystore_salatiga), Shoping Loakan (@sekenanlawas), Stalls of Berkah Record (@lapak of blessings03), Goods X Used (@barangxbekas). Serta ada Official Merch Underestimate (@underestimatehc), Deathcurse (@deathcurseofficia), Dosed Youth (@80sfuckinrules), Toxic Society (@toxicsociety), dan Thrash Iron Side (@ironsidefury).
Pukul menunjukkan 19.00 WIB, makin malam penonton makin membludak. Bising obrolan mulai mereda selaras dimulainya perfomance pertama: No! Words!. Distorsi gitar listrik pop punk menyeruak di tengah-tengah kerumunan. No! Words! dengan komposisi 5 anak muda yang beranjak dewasa, saat ini beranggotakan Whysadega (vokal/gitar), Silvia (vokal), Noreen (bass), Narkojun (gitar), dan Yoel (drum). Dibentuk tahun 2021 oleh sang gitaris Whysadega yang berawal dari proyek solo dan kini menjadi sebuah band dan kabar baiknya mereka bakal rilis mini album di tahun ini.
Dengan nada pop punk yang lebih power, show dilanjut dengan Chemical Park. Maju dengan formasi baru seakan tidak menyurutkan semangat Chemical Park untuk terus berkarya. Saat ini formasi mereka diisi dengan 3 personil awal; Fadhil (vokal/gitar), Fredy (bass), dan Andy (gitar). Sebagai gongnya, Syrian menjadi puncak atas pesta banda dan cendera mata ini.
Syrian menyuguhkan musik rock dengan balutan vokal tinggi, distorsi ala stoner, dan melodi basah ala psychodelic. Beberapa lagunya juga dimainkan dengan scale ketimuran sehingga tak jarang musik Syrian dipanggil dengan “rock padang pasir”. Digawangi oleh 4 personil formasi awal yaitu Greg Sidharta pada vokal, Doni Negara pada gitar, Andhika Latief pada bass, dan Satria Ghifari pada drum. Kemudian seiring berjalan waktu masuk Josan Ramadan menambah posisi gitar sehingga Syrian menjadi 5 personil.
Bagi saya, acara ini pun merefleksikan para pekerja kreatif khususnya di industri musik, disadari atau tidak, esok harinya adalah hari buruh sedunia.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Syifaudeen / @syifaudeen