Gerakan Berbagi Makanan: Solidaritas dan Protes

Gerakan berbagi makanan oleh para komunitas akar rumput mulai tersebar merata di berbagai daerah di Indonesia. Mereka menggunakan tagline seperti: pasar gratis, dapur umum, wargabantuwarga, solidaritas pangan, ruang bebas uang, rakyatbanturakyat, mutualaid, foodnotbomb, dan lain sebagainya.

Meski mengusung tagline yang berbeda, komunitas tersebut tetap memiliki persamaan terkait respon mereka terhadap situasi kontemporer masyarakat Indonesia. Sebagai contoh di era pandemi Covid-19 yang belum juga menemukan titik terang, masyarakat kelas menengah ke bawah masuk ke dalam kelompok rentan sebagai imbas dari pandemi. Hal tersebut mengakibatkan mereka harus berkerja ekstra lebih dari biasanya. Belum lagi ditambah dengan hilangnya mata pencaharian.

Ironisnya, di saat rakyat sedang kelaparan dan bahu-membahu mengadakan aksi berbagi makanan, (eks) menteri sosial asal fraksi PDI Perjuangan, Juliari Batubara justru merampok dana bantuan sosial yang seharusnya diberikan kepada masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan kemarahan rakyat. Juntrungnya, besar kemungkinan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan menurun. Maka tak pelak gerakan dan komunitas akar rumput makin membesar sebagai bentuk solidaritas organik.

Gerakan berbagi makanan yang diadakan oleh para komunitas akar rumput di atas memiliki perbedaan dengan komunitas pada umumnya karena aksi tersebut cenderung bersifat non-hierarkis. Mereka tergerak untuk bersolidaritas menyumbangkan bermacam hal. Selain itu, mereka tak luput meminta bantuan dari masyarakat untuk ikut berkontribusi melalui penggalangan donasi yang mereka canangkan guna kelancaran gerakan.

Begitupun saat penggalangan donasi, kabar gembiranya adalah masyarakat sebagai donatur memiliki antusias yang cukup tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan postingan rekap hasil donasi sebagai bentuk transparansi yang nilainya relatif tinggi, ada yang jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah. Hal ini menandakan betapa kuatnya solidaritas sesama rakyat untuk tetap bertahan di situasi krisis akibat pandemi Covid-19 tanpa campur tangan dari pemerintah yang cenderung apatis akan gerakan tersebut.

Selain merupakan wujud solidaritas, gerakan macam berbagi makanan justru dapat dibaca sebagai protes kepada negara karena mereka, melalui organ dalam pemerintahan, yang seharusnya memenuhi kebutuhan primer masyarakat, justru menjadikan kebutuhan primer sebagai komoditas, alih-alih menyediakannya secara mudah dan gratis bagi masyarakat yang kerap kesulitan mengaksesnya.

Oleh karenanya, protes melalui gerakan bagi makanan tersebut sepatutnya menjadi bahan refleksi bagi para pemerintah Indonesia untuk sesering mungkin mempertanyakan tata kelola yang telah dilakukannya. Bukan malah menutup mata dan telinga. Ataukah justru pemerintah Indonesia malah menganggap gerakan tersebut sebagai aksi yang subversif dan juga separatis dengan dalih karena melawan pemerintah dan juga para pemodal?

 

Editor: Andreas Pramono

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Deathgang: Sihir 𝐹𝑢𝑧𝑧𝑎𝑛𝑎! Pembawa Malapetaka

Next Article

Peran Kurator Pertunjukan di ARTJOG MMXXI

Related Posts