Membongkar Mitos Energi Nuklir di Indonesia

Nuklir Indonesia
Foto: dystopos (flickr)

Sudah puluhan tahun lamanya kita berdebat mengenai rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia. Menariknya, PLTN itu tidak seberbahaya yang kita bayangkan, dan Indonesia pun lebih dari siap untuk mengembangkan PLTN!

Mitos mengenai Indonesia yang sampai saat ini belum siap atau tidak akan pernah bisa untuk mengembangkan PLTN selalu saja menyinggung hal yang sama, yaitu medan Indonesia yang rentan bencana alam, kecemasan akan korupsi pada pengembangannya, ketakutan akan terjadi bencana nuklir seperti Chernobyl dan Fukushima, dan pencemaran limbah radioaktif, faktanya anggapan-anggapan tersebut sudah dipatahkan sedari lama!

Berikut ulasannya:

1. Pembangunan PLTN diawasi Langsung oleh International Atomic Energy Agency (IAEA)

International Atomic Energy Agency atau dalam bahasa Indonesia disebut Badan Tenaga Atom Internasional adalah suatu instansi internasional yang mengatur tentang penggunaan energi nuklir, dan menghambat penggunaan teknologi nuklir untuk keperluan militer.

Dalam membangun instalasi PLTN, suatu negara wajib untuk mengajukan izin pembangunan ke IAEA, IAEA bertugas untuk melakukan pengawasan mulai dari aspek lokasi, tenaga ahli, pembiayaan, operasional, bahkan aspek militer! Berbeda dengan pertambangan dan teknologi terbarukan yang hanya butuh izin dari pemerintah lokal, izin PLTN diawasi dengan sangat ketat hingga hampir mustahil terjadi konflik kepentingan.

2. Tidak semua wilayah di Indonesia masuk dalam cincin api (Ring of Fire)

Ring of Fire atau dalam bahasa indonesia disebut cincin api, merupakan suatu daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi. Cincin api mengitari daerah Indonesia dari Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali, Jawa, dan Sumatra. Apakah ada yang janggal? Iya, Kalimantan tidak masuk ke dalam cincin api, sehingga tidak pernah mengalami bencana gempa bumi ataupun gunung meletus. Menjadikan Kalimantan tempat yang sangat cocok untuk membangun PLTN.

3. Bencana nuklir di Chernobyl dan Fukushima murni akibat kesalahan manusia

Bencana nuklir di Chernobyl memang mengakibatkan dampak yang sangat mengenaskan, tapi faktanya, meledaknya reaktor di Chernobyl murni disebabkan oleh tindakan ceroboh yang dilakukan oleh para pimpinan PLTN Chernobyl. Tindakan yang dimaksud adalah melakukan tes ketahanan yang sebenarnya tidak diperlukan, dengan harapan bila tes tersebut berhasil, maka mereka akan mendapatkan promosi jabatan. Sistem pemerintahan Uni Soviet yang tertutup mengakibatkan dunia internasional tidak dapat mengawasi langsung PLTN Chernobyl.

Hampir mirip dengan Chernobyl, bencana nuklir di Fukushima juga diakibatkan oleh human error. Secara geografis, hampir seluruh wilayah di Jepang berada di dalam cincin api, namun Jepang tetap bersikeras untuk membangun PLTN. Faktanya, bencana nuklir di Fukushima sebenarnya bisa dicegah apabila faktor keselamatan ditingkatkan menjadi maksimum.

Pada tahun 2002, para pimpinan PLTN Fukushima mengabaikan peringatan bahwa pagar pembatas air yang melindungi reaktor dari tsunami, tidak akan sanggup menahan gelombang yang melebihi 10 meter, sedangkan tsunami yang menerjang Fukushima memiliki tinggi gelombang sebesar 14 meter!

Terlepas dari kecelakaan yang terjadi, Jepang masih tetap bersikeras untuk menggunakan energi nuklir untuk pasokan listrik dalam negeri, mereka yakin bahwa energi nuklir masih lebih dari layak untuk dimanfaatkan di negeri sakura apabila menggunakan pendekatan logis.

4. Tenaga ahli Indonesia sudah lebih dari siap

Mengutip dari finance.detik.com, per 2015 Indonesia memiliki kurang lebih 100 professor (S3) dan 300 magister (S2) di bidang nuklir. Jumlah tersebut disinyalir sudah lebih dari cukup, karena satu unit nuklir hanya dibutuhkan beberapa ahli saja. Bahkan banyak ahli nuklir Indonesia yang saat ini bekerja di IAEA.

Selama ini, sudah ada ribuan putra-putri terbaik Indonesia yang disekolahkan gratis oleh negara kita ke luar negeri untuk menjadi tenaga ahli nuklir. Namun hingga saat ini, sebagian besar tenaga ahli nuklir Indonesia terpaksa harus beralih bidang keahlian, dikarenakan tidak adanya lapangan kerja yang sesuai.

5. BATAN memiliki kemampuan untuk mengelola limbah radioaktif

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah berpengalaman dalam mengelola limbah radioaktif sejak tahun 1988. Dalam prosesnya, BATAN diawasi secara langsung oleh IAEA.

Dengan pengalaman puluhan tahun dan pengawasan ketat dari Badan Tenaga Atom Internasional, kita tidak perlu khawatir akan terjadinya pencemaran limbah radioaktif di Indonesia.

Dari fakta-fakta yang ada diatas, sudah waktunya kita menyadari bahwa sebenarnya ketakutan terhadap energi nuklir itu hanya berdasarkan mitos yang tak masuk akal. Mitos mitos tersebut selalu digoreng oleh pemangku kepentingan. Ketakutan kita terhadap energi nuklir selalu dimanfaatkan secara politis oleh pihak tertentu, agar tetap mendukung pemanfaatan energi fossil seperti batubara dan minyak bumi sebagai sumber energi utama Indonesia. Dengan dalih tersebut mereka berhasil meraup keuntungan yang sangat besar dari perusahaan batubara dan minyak bumi yang mereka miliki.

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Julia dan Jelita: tentang Bahagia

Next Article
Politik bahasa

Politik Bahasa: Masyarakat di Antara Kepanikan dan Literasi Mitigasi