“Pie iki (gimana ini),” celetuk Wicak sambil memasang wajah agak muram dan cemas. Pertanyaan gundah itu keluar karena hujan deras disertai kilatan petir yang tak henti-hentinya membombardir daerah Pengasih, Kulon Progo.
“Yowes, nunggu rodo terang sek (ya sudah, tunggu agak terang dulu),” ujar seorang kawan lain untuk menenangkan Wicak.
Kegundahan Wicak muncul karena pada hari itu, 28 Desember 2024 adalah momen sakral bagi bandnya, Capellen. Sebuah band punk dusun asal Temon, Kulon Progo yang akan merayakan EP perdananya: “Sabung”.
Sebuah pertunjukan perdana “Sabung” sekaligus perayaan perjalanan empat tahun Capellen dihelat di tempat yang cukup eksentrik, yakni Pasar Hewan. Ya, kalian tidak salah baca: Pasar Hewan, Pengasih. Salah satu pasar terbesar di Kulon Progo.
Rencananya, acara akan dimulai pukul 16.00 WIB. Namun hujan deras yang tak kian mereda membuat venue pun tergenang air, perhelatan ini molor satu jam. Akhirnya, setelah serbuan hujan dan petir mereda, pada 17.00 WIB acara dimulai.
Tak seperti showcase EP/album band-band lain, Capellen membuka acara dengan tasyakuran atau kenduri. Dalam masyarakat Jawa, kenduri adalah sebuah ritus atau upacara rasa syukur atas berkah yang diberikan Tuhan, dalam hal ini adalah “Sabung”.
“Assalamualaikum wr.wb, kita mulai nggih,” ujar Pak Abdullah, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Dholam, Pengasih yang bertugas sebagai pemimpin kenduri.

Rapalan-rapalan doa keluar dari mulut setiap orang yang duduk dan hadir pada sore itu. Semuanya mendoakan agar “Sabung” bisa menjadi berkah bagi Capellen. Layaknya seorang anak, album ini harus diberikan doa-doa agar kelak bisa memberi manfaat untuk semua orang.
“Semoga karya ini bisa memberikan rezeki untuk Capellen, bisa bermanfaat,” doa Pak Abdullah. Secara bersamaan dan hampir serentak, orang-orang yang ikut kenduri mengucapkan “Amin”.
Setelah sesi doa berakhir, lusinan besek (sebuah kotak dari anyaman bambu) keluar dibarengi dengan cemilan dan teh hangat. Besek tersebut berisi sembako seperti minyak, beras, mie instan, teh, gula dan sepotong zine berisi tulisan mengenai Capellen. Sembako dalam besek adalah simbol ucapan terima kasih untuk setiap orang yang datang dan ikut mendoakan “Sabung”.
Usai kenduri, acara dilanjutkan dengan sesi dengar album dan diskusi. “Yak, setelah tadi sudah bersama-sama mendoakan ‘Sabung’, mari kita sama-sama mendengarkan setiap track yang ada di mini album ini,” terang moderator.
Semua track diperdengarkan, mulai dari Ladies Companion, Johnny Jackpot, Jackie Is A Punk, Dominasi Gila, Dia Yang Menorana Di Arena, hingga Tekad!. Lagu-lagu tersebut berangkat dari kisah hidup dan keseharian personil Capellen.
“Semua lagu yang ada dalam ‘Sabung’ adalah cerita-cerita kami (personil Capellen),” ungkap Wicak menjelaskan, “Di sini (Sabung) ada semangat untuk terus bertempur dengan kehidupan, makanya kami beri nama ‘sabung’ yang berarti pertarungan.”
Perhelatan ini juga jadi ajang rilis perdana merchandise dan kaset CD milik Capellen. Di lini kaset CD, Galih Johar diberi amanah untuk menjadi penata dan penyusun visual dengan ciri khasnya yang unik nan eksentrik. Sedangkan ilustrasi kaos, digarap oleh Jiwe The Kick dan diproduksi oleh Fearless Fighter yang bekerja sama dengan Walker Screen Printing.
Pada sesi diskusi, Galih Johar sempat menjelaskan makna visual yang ia buat. Visual berbentuk sabun batang berwarna ungu seakan menyimbolkan wewangian yang bisa menutupi bau keringat para personil Capellen yang semuanya adalah buruh. Buruh toko plastik di Pasar Wates hingga sopir eskavator adalah profesi para punggawa Capellen. Sangat relevan jika dalam album tersebut menceritakan kisah-kisah pertarungan untuk terus hidup dan berjuang layaknya kelas pekerja.
Sesi dengar dan diskusi selesai ketika adzan Maghrib berkumandang. Segera, para panitia membereskan speaker, kabel, dan tikar yang digunakan untuk kenduri dan diskusi. Setelah adzan selesai menggaung, rintik-rintik kecil hujan mulai turun lagi.
Rintik-rintik hujan datang berbarengan dengan para pedagang kaki lima yang membuka lapaknya di venue perhelatan “Sabung”. Bakso tusuk, telur gulung, sempol, cilok, dan es teh jumbo meramaikan rentetan penjual jajanan.
Sekitar pukul 18.30 WIB, riuh penonton mulai terdengar dan berdatangan meskipun hujan belum sepenuhnya berhenti. Di pertunjukan ini, Capellen mengajak The Riot and Funny, The Genk, The Kick, dan The Jeblogs untuk hadir dan berbagi panggung. Kesempatan pertama diberikan kepada The Genk untuk membuka panggung berukuran 8×6 meter itu. Membuka panggung dengan Jogjakarta Bois!, membuat para penonton langsung merapat ke depan panggung.
Track-track andalan The Genk yang sarat akan kritik dan cerita anak muda tengah kota yang terpinggirkan, menggema di Pasar Hewan, Pengasih. Di akhir lagu Kaum Pekerja, vokalis dan gitaris The Genk mengampanyekan seruan “Dogs Are Not Food”. “Berhentilah mengonsumsi daging anjing teman-teman, ingatkan teman-teman kalian yang masih mengonsumsi untuk berhenti,” ungkap Firman, vokalis The Genk di atas panggung.
Setelah The Genk selesai menggebrak panggung, kini giliran salah satu band living legend asal Kulon Progo, mereka adalah The Riot and Funny. Memadukan berbagai macam musik, ska, orkes, kroncong, dan ada sedikit pop punk, membuat para penonton bergoyang tak henti-hentinya. “Selamat malam, selamat datang di Kulon Progo teman-teman,” vokalis The Riot and Funny mengucapkan sambutan untuk penonton dari luar Kulon Progo.
Selanjutnya, giliran unit asal Kota Gede, The Kick. Malam itu adalah kali pertama The Kick memainkan musiknya di Kulon Progo. Tak tanggung-tanggung, mereka membawa sembilan track untuk memuaskan dahaga pemuda-pemudi Kulon Progo yang sudah lama menunggu The Kick singgah ke tanah Binangun.
Momen sial tak kenal waktu datangnya. Ketika The Kick sedang asik-asiknya sing a long, tiba-tiba sound system bermasalah saat lagu Orgasme Dengan Sepeda. Mau tidak mau, lagu itu terpaksa harus diulang dari awal.
Cercaan penonton pun tak bisa dihindarkan. Mulai dari “Sound jelek” hingga “Ganti karaoke wae” terdengar di antara kerumunan. Namun, setelah beberapa menit, musik kembali hidup dan menggelegar.
Sampai track pamungkas, Tak Jelas dan Terbakar Di Lampu Merah, tak ada lagi masalah di atas panggung. Menuju akhir, crowd penonton semakin ramai dan tak terkendali. Stage diving di mana-mana, nyanyian semakin keras terdengar, dan ajang rebutan microphone tak terlewatkan di penghujung pertunjukan The Kick.
Kini saatnya tuan rumah dan penghelat acara tampil. Dengan jargon punk rock sempoyongan, Capellen membuka panggung dengan beringas. Diawali dengan intro materi baru mereka dengan tempo cepat dan pekikan vokal yang lantang, membuat area penonton menjadi memanas.
Disusul lagu Jhonny Jackpot berkumandang. “Jhonny sialan! Malam ini menang lagi, perangkapnya tepat, empat angka terpenuhi,” seru penonton sambil berusaha menggapai mic Wicak.

Seperti kerasukan Iggy Pop dan Jhonny Rotten, Wicak menggila di atas panggung. Panggung dengan tinggi 1 meter itu diubah menjadi layaknya panggung gigs yang menghancurkan batas antara penonton dan penampil.
Nyanyian antara Wicak dan penonton hampir terdengar bersamaan. Apalagi ketika Ladies Companion dimainkan. Lagu andalan Capellen ini seakan menyeret penonton untuk bernyanyi bersama.
“Ladies co, ladies companion! Ladies co, ladies companion!” terdengar riuh dengan energi yang gila.
Sepanjang 45 menit Capellen menggebrak panggung, Wicak selalu mengajak penonton untuk bernyayi dengan menyodorkan mic. “Ayo nyanyi kabeh!” seru Wicak sembari mendekati penonton. Capellen memungkasi panggungnya dengan membawakan Dominasi Gila, sebuah lagu tentang kemarahan atas dominasi yang selalu mengganggu kebebasan diri.
“Terima kasih untuk semua yang sudah membeli tiket, tim panitia, dan band-band yang sudah tampil,” kata Wicak dengan tubuh yang sudah sempoyongan akibat alkohol dan energi yang terkuras.
Penampil pamungkas dan ditunggu-tunggu pada malam itu adalah The Jeblogs. Sama seperti The Kick, ini adalah kali pertama mereka memainkan musiknya di Kulon Progo. “Selamat malam Kulon Progo, kami The Jeblogs dari Klaten,” kata Amir sebagai pembuka.
Antusias warga Kulon Progo begitu besar ketika The Jeblogs naik ke atas panggung. Seketika, di depan panggung dipenuhi lautan manusia.
The Jeblogs membawakan delapan lagu untuk meramaikan panggung tasyakuran “Sabung”. Dibuka dengan Aku Ada, dan diakhiri dengan Bersandarlah, grup asal Klaten ini berhasil membawa seluruh penonton yang hadir di Pasar Hewan melantangkan setiap bait dan lirik yang dinyanyikan Amir.
Belasan hingga puluhan gawai pun tak terhindarkan untuk mendokumentasikan penampilan perdana The Jeblogs di Kulon Progo.
Semua bagian acara berjalan dengan lancar. Pedagang kaki lima, hujan, nyanyian, dan rapalan-rapalan doa, berhasil membuka gerbang mengudaranya album perdana Capellen. Apa yang terjadi di Pasar Hewan malam itu hanyalah awalan bagi Capellen untuk semakin menggebrak panggung-panggung lain bersama amunisi andalan dari tembang-tembang di album “Sabung”.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Indra Setiawan
