Idealnya prakerja hadir untuk nambah skill. Namun bagi Panjul, nambah skill ya belum tentu dapat kerja. Lantas?
Walau masa pandemi, angkringan Kang Ramto tetap saja jadi langganan tukang ojek online nyari es teh sebelum jam asar. Udara tidak terlalu panas tapi sedikit gerah, barangkali sebentar akan hujan.
Kendaraan dan langkah kaki saling berlalu lalang di sekitar persimpangan angkringan Kang Ramto. Terdengar lagu cover-an meraung dari salah satu kios pulsa di ujung jalan. Tiga motor sudah terbaris rapi di samping angkringan.
Di dalam angkringan, Panjul sedang sibuk ngutak-atik HP baru. Sementara Bandot, si ojek online lagi ngaso duduk di bangku panjang.
“Es teh satu, Kang,” pesan Bandot sambil membuka jaket hijaunya yang mulai pudar, “Kamu lagi ngapain, Njul?”
“Lagi nyoba-nyoba pakai HP ini, Mas. Kemarin baru dikasih pinjam temen,” jawab Panjul sambil meluruskan kabel headset yang sedikit kusut.
“Orderan rame, Mas?” Panjul basa-basi.
“Ya dikit-dikit ada lah, Njul. Untung masih ada yang mau order ngirim-ngirim makanan.” jawab Bandot sekenanya. Panjul masih konsentrasi pada HP-nya.
Begitu datang, segelas es teh yang parkir di hadapannya langsung ditenggak Bandot.
“Kang Ramto, punya kenalan yang bisa masukin prakerja?” tanya Bandot setelah tegukan pertama.
“Nggak ada e Mas, masih belum dapet po?”
“Belum e Kang. Ponakanku tahun kemarin baru lulus kuliah, dah ngelamar kerja belom dapet-dapet. Daftar prakerja juga hasilnya coba lagi.”
“Zaman Covid gini, semua serba susah. Mau nyoba apa-apa jadi susah.”
“Iya, Kang. Saiki kabeh-kabeh yo butuh duit, butuh mangan, butuh kerjo.”
“Lagian aneh ya, kenapa pemerintah gak buka lowongan kerja aja sih?” serobot Panjul sambil melepaskan headset, “Nek entuk prakerja, terus melu pelatihan, entuk sertipikat, entuk duit, yo rung mesti entuk gawean toh, Kang?”
“Iya sih, Njul. Tujuan prakerja itu kan buat yang nganggur belajar online biar dapat pekerjaan gitu toh?”
“He’em.”
“Tapi ya lumayan Njul, buat bertahan hidup,” jawab Bandot sambil mengelus janggut tipisnya, “Paling gak ya bisa nambah skill dan dapat modal buat usaha.”
“Idealnya yo ben iso nambah skill to Mas. Nambah skill yo belum tentu dapat kerja. Gawe usaha yo belum tentu bisa bertahan. Lah wong zamannya sekarang lagi pada susah. Ujung-ujungnya intensif prakerja ya buat makan sehari-hari, Mas.”
Seperti biasa, Kang Ramto dan siapa saja yang satu meja dengan Panjul akan memilih untuk diam dan nunggu ocehan Panjul mereda. Kemudian Panjul merogoh kantongnya dan menghitung sisa uang recehannya.
“Kadang-kadang pemerintah ini punya ide dan program-program bagus, tapi sayangnya cuman satu,” pungkas Panjul sambil bayar makanannya.
“Opo, Njul?” sahut Kang Ramto.
“Pemerintah sering lupa cara mengawasi program atau kebijakan mereka. Lihat bansos kemarin, masih ada saja yang nyaplok. Apalagi program begini, dananya besar tapi pengawasannya kurang. Siapa yang bisa menjamin ini bisa ngurangin angka pengangguran? Siapa yang bisa pastikan kalau ini gak salah sasaran?”
“Ya kembali ke masing-masing orang to, Njul,” jawab Bandot sambil berjaga-jaga memastikan jika ada orderan dari aplikasi ojek onlinenya.
“Pasti ada saja yang beneran buat belajar, ada juga yang nyeleweng. Aku ki yo sebenernya bersyukur, ngojek online masih dapet pemasukan walaupun ndak banyak lagi. Tapi yo nganu, aku juga gak ikhlas nek jatah prakerja nggak tepat sasaran.”
Panjul pergi begitu saja meninggalkan angkringan Kang Ramto. Ahong karyawan konter pulsa dengan rambut basah dan wajah segar baru saja datang dari arah berlawanan. Bandot malah sudah pindah ke tempat lesehan bersama tukang ojek online lainnya.
“Jaga malam, Hong?” tanya Kang Ramto.
“Ho’oh. Kopi satu, Kang,” ucap Ahong sambil memeriksa kaleng biskuit yang berisi rokok eceran.
“Kamu nggak daftar prakerja, Hong?”
“Sudah, Kang.”
“Sudah ketrima?!”
“Sudah tujuh kali gagal, Kang. Padahal lagi butuh duit, tapi kok ya belum rezekinya,” jawab Ahong dengan rokok yang menempel di mulutnya, “Tumben hari ini Panjul gak kelihatan, Kang.”
“Barusan dari sini, tuh sekarang di sana,” monyong mulut Kang Ramto menunjuk ke suatu arah. Terlihat Panjul sedang asyik ndodok pakai headset sambil senderan di pagar kampus. Sesekali kepalanya mengangguk, sesekali tangannya nulis di atas kertas bekas bungkus nasi Kang Ramto.
“Panjul ngapain, Kang?” Belum sempat Kang Ramto menjawab, Ahong malah sudah berteriak manggil Panjul, “Njul! Ojo ndelok pilem saru, Njul!”
“Panjul lagi nyari Wifi kampus. Dia lagi seneng, kemarin lusa dapet kerjaan.”
“Akhire! Syukurlah kancaku wis entuk gawean,” Ahong masih memperhatikan Panjul dari angkringan, “Jadi dapet kerjaan di mana Kang? Jualan piscok?”
“Bukan…”
Mata Ahong terus menatap ke arah bibir Kang Ramto, nggak sabar nunggu kalimat yang keluar dari mulut Kang Ramto. Tapi Kang Ramto masih saja sibuk mencebar-ceburkan gelas kotor ke dalam ember hitam cucian. Ahong mulai menyipitkan matanya yang sudah sipit ke arah Kang Ramto.
“Panjul jadi joki. Kerjanya nonton video pelatihan prakerja lewat akun orang lain. Nanti insentifnya dibagi dua.”
Editor: Agustinus Rangga Respati
Ilustrasi: Yohakim Ragil Anantya