Eksperimen Musik dan Rupa dalam Pertunjukan Equal Exhibition

Tidak hanya membawakan musik instrumental, pertunjukan Equal Exhibition “Music and Visual Eksperiment” juga menghadirkan teknik visual art. Visual yang dihadirkan seolah-olah menciptakan ruang yang berbeda.


Gairah pekerja seni di kota Yogyakarta pada masa pandemi semakin hari semakin unik dan menarik. Situasi pandemi seolah tidak menyurutkan semangat mereka untuk memamerkan atau mempertunjukkan karya mereka ke penikmat seni. Salah satunya adalah karya seni eksperimen oleh Wasis Tanata dan kawan-kawannya.

Proyek seni eksperimen ini dilaksanakan di Jogja Film Academy pada tanggal 27-28 Maret 2021 dengan perpaduan musik dan visual. Selaras dengan rilisan album instrumental karya Wasis Tanata yang bertajuk Equal, maka proyek seni eksperimen ini juga diberi nama Equal Exhibition “Music and Visual Eksperiment” dengan komposisi eksperimen bebunyian yang tentunya menarik dan penuh kejutan. Pertunjukan ini tentunya telah disesuaikan dengan protokoler covid-19 dan penyesuaian batas maksimal 15 orang di setiap sesi diterapkan sebagai bentuk upaya pencegahan penyebaran covid-19. Tentunya hal ini berdampak bagi audience untuk bisa mendengar dan melihat dengan nyaman.

Wasis Tanata merupakan seorang musisi dari Indonesia dengan basic drummer dan memiliki album musik instrumental. Wasis Tanata juga senang berkolaborasi dengan beragam musik dan seni dengan latar belakang budaya yang berbeda, dan beberapa residensi musik lainnya. Hal itu terlihat dalam karyanya kali ini, yaitu dengan mengadirkan musik-musik instrumental yang saya kira kaya akan instrumen-instrumen modern dan tradisional. Wasis Tanata juga menggandeng teman yang lainnya seperti kolaborasi Ismoyo Adhi, Gilang Lepas Kendali, dan KevinRajabuan sebagai visual artist, Don Wage sebagai audio engineer. Selain mereka, proses yang kurang lebih dilaksanakan selama 1 bulanan ini turut mengajak teman-teman volunter tari, teater, dan perupa dari ISI Yogyakarta, hingga pegiat seni dari Amikom.

Perpaduan Bebunyian, Rupa, dan Tarian

Dalam pertunjukan kemarin, Wasis Tanata memilih alat musik modern seperti gitar, drum, dan teman-teman elektroniknya, dipadukan dengan alat musik tradisional seperti gendang dan saron sehingga ada cita rasa etnik yang unik. Tidak hanya membawakan musik instrumental, pertunjukan Equal Exhibition “Music and Visual Eksperiment”  juga menghadirkan teknik visual art. Visual yang dihadirkan waktu itu seolah-olah kita dibawa ke dimensi berbeda atau menciptakan ruang berbeda, menurut saya hal tersebut unik juga.

Pertama-tama audience diajak untuk memasuki ruang gelap. Setelah mendengar arahan menaati aturan yang telah ditetapkan, audience akan disuguhkan permainan lighting yang sangat memukau oleh permainan warnanya. Tidak hanya lighting yang memukau, visual dalam pertunjukan tersebut dibantu oleh empat aktor saat itu.Mereka menari-nari sesuai tempo dan alunan musik yang dibawakan. Karena hal tersebut suasanya yang diciptakan pun semakin terasa hasilnya. Para aktor juga berinteraksi dengan penonton tetapi bukan berbicara melainkan menertawakan penonton tanpa alasan entah apa maksud pesan yang disampaikan tapi itu memiliki arti tentunya. 

Setelah menyaksikan Equal Exhibition “Music and Visual Eksperiment”, saya mendapatkan hal baru dan pengalaman baru. Salah satunya adalah tentang konsistensi kita dalam berkarya walaupun pandemi covid-19 ini yang belum berakhir. Hal tersebut justru dibuktikan oleh Wasis Tanata bersama teman-teman. Saya berharap pertunjukan-pertunjukan seperti ini tetap ada dan dilanjutkan walaupun pandemi belum berakhir. Mengutip salah satu tagline “Panjang Umur Apresiasi”, maka kita sebagai penikmat seni harus tetap mengapresiasi apapun itu karya yang sudah diciptakan oleh para pekerja seni.

 

Editor: Arlingga Hari Nugroho

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts