Yogyakarta, kota seni yang kaya, menjadi rumah bagi sebuah acara musik yang inovatif dan multidimensi pada Sabtu, 23 September 2023 lalu. Sabina Thipani, yang dikenal sebagai Fafa sebagai nama panggung menghadirkan pertunjukan yang berjudul Melambat di Jagongan Wagen episode 149.
Namun yang membuat pertunjukan ini semakin menarik adalah kolaborasi Fafa dengan Anne Shakka (monolog), Ficky Tri Sanjaya (pantomim), dan Dimas Dwi Ananto Yuwono (drum). Bersama dengan tiga seniman berbakat ini, Fafa berkesempatan untuk mempresentasikan karyanya secara perdana di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK).
Sebagai pengingat, Fafa adalah musisi yang telah hilir-mudik di kancah musik indie Yogyakarta. Fafa telah aktif di dunia musik sejak tahun 2012 dengan beragam proyek musik seperti Ilalang Zaman, Agoni, hingga musik solonya. Fafa setidaknya telah mengawali proses kreatif penciptaan musik yang melibatkan narasi-narasi tentang perasaan, pertentangan, dan harapan.

Pertunjukan dimulai dengan intro dramatis dari Dimas, dilanjutkan oleh penampilan penuh ekspresi dari Ficky dalam pantomim, sebelum Fafa membuka pertunjukan dengan memainkan lagu pertamanya sambil bermain gitar. Terdapat sekitar 8 lagu yang dibawakan Fafa di atas panggung yang saling berkesinambungan.
Satu momen yang barangkali tak bisa dilupakan adalah sesaat ketika deru vokal beradu dengan ritme drum. Momen di mana keharmonisan seperti mampu menggetarkan hati dan menghipnotis para penonton. Anne Shakka juga menyusul dengan monolog yang memukau. Begitu pula Ficky Tri Sanjaya membawakan pantomim dengan ketajaman yang membuat penonton semakin sibuk menatap panggung.
Dari atas panggung, masing-masing penampil menjadi bukti nyata bahwa batasan antara berbagai bentuk seni bisa dihapuskan dan dipadukan menjadi pertunjukan yang menggairahkan. Secara ruang meskipun tampil di panggung sederhana, tetapi atmosfer artistik yang tidak berlebihan dan tata lampu tepat, memungkinkan penonton untuk benar-benar merasakan keindahan dan kegetiran dalam waktu yang bersamaan.
Jika diperiksa ulang, esensi dari melambat adalah proses tentang penemuan diri yang lebih dalam. Ini melibatkan pengenalan terhadap beragam emosi, termasuk kesedihan, luka, dan trauma yang telah kita alami dan rasakan.

Ada semacam proses di mana penonton diajak untuk mengidentifikasi emosi dasar seperti kebahagiaan, marah, takut, sedih, dan sebagainya secara personal. Peng`alaman emosi ini juga berbanding lurus dengan sensasi fisik atau impresi yang ditangkap oleh tubuh melalui ragam indera ketika memahami hubungan antara gerakan pantomim, perkusi, teks monolog, dan rasa yang dilantunkan menjadi lagu.
Dalam bahasa yang terkesan teoritis, mungkin interaksi sebuah pertunjukan mencerminkan bagaimana budaya dan pengalaman individu dapat membentuk persepsi emosi. Pertunjukan yang merangsang refleksi pribadi dapat membantu penonton menjelajahi bagaimana pengalaman mereka membentuk emosi, menghubungkannya dengan tema rasa yang ada dalam pertunjukan. Melambat berhasil mengingatkan para penonton betapa pentingnya menyadari kedalaman diri sendiri.
Setelah menyaksikan Melambat, ada keyakinan dalam diri bahwa seni adalah bahasa universal yang menghubungkan kita semua. Pertunjukan ini adalah peluang langka untuk mengalami perpaduan eksperimental yang luar biasa dari musik, monolog, pantomim, dan drum dalam satu pertunjukan.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: PSBK/Sito Adhi Anom
