Saya pertama kali tahu King Buffalo karena rekomendasi halaman utama Spotify untuk albumnya The Burden of Restlessness. Karena saya suka banget dengan album itu, saya pun memutuskan untuk mengikuti band King Buffalo dan mendengarkan seluruh karya-karyanya. Singkat cerita, saya pun jatuh cinta pada King Buffalo.
King Buffalo adalah band indie rock asal Amerika Serikat yang musiknya bernuansa psychedelic. Lirik-lirik lagunya biasanya singkat, tetapi musiknya penuh dengan improvisasi. King Buffalo sendiri menyebut musik mereka sebagai heavy psychedelic rock.
Album perdananya, Orion, mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk menjaga improvisasi musik dengan tema yang tetap teratur. Album The Burden of Restlessness mendemonstrasikan kemampuan mereka untuk membentuk musik bernuansa kelam tetapi tetap memiliki riff-riff gitar yang groovy.
Ulasan ini akan fokus pada album mereka yang berjudul Regenerator, dirilis pada tahun 2022. Album ini berisikan 7 lagu. Sebenarnya hanya 6 lagu, karena salah satunya hanyalah filler.
Pada track pertama, ‘Regenerator’, saya merasa wow dengan kesan pertama yang muncul. Improvisasi musik ada di mana-mana, dan bahkan bisa dibilang hampir seluruh track adalah improvisasi nada. Liriknya juga penuh dengan semangat dan motivasi, dengan kesan yang sangat segar.
I rise from the withering night / New dawn brings the morning light /
A thin veil falls gently from my eyes / A beam of light as the sun comes up
Ini adalah lirik yang puitis dan penuh motivasi, dan dinyanyikan dengan vokal penuh semangat. Ditambah lagi dengan nada musik yang positif, saya merasakan hawa-hawa energi positif bahkan hanya dengan mendengarnya saja.
I feel alive as the morning comes / Regenerated by the warming sun
Lirik di bagian ini secara terang-terangan menunjukkan esensi dari lagu ‘Regenerator’. Musik yang ada di lagu ini juga menerjemahkan lirik dengan nada-nada gitar yang cemerlang dan terkesan terang. Lagu ini memang durasinya 9 menit 30 detik, akan tetapi vokal hanya dibawakan selama sekitar 3 menit saja. Sisanya adalah improvisasi musik. Pola yang mirip juga terjadi pada lagu-lagu berikutnya.
Pada track kedua, ‘Mercury’, saya jujur memang kurang menyukai nyanyian vokal yang terasa kurang energik. Rasanya kurang cocok dengan liriknya yang terkesan energik. Semua ini dipadu dengan musik yang mengesankan repetisi notasi gitar dan bass. Akan tetapi, saya langsung wow ketika distorsi gitar mulai memasuki musik dibarengi dengan improvisasi musik yang tertata sangat rapi. Saya kagum dengan permainan bass sangat jernih dan gampang diingat yang muncul di sekitar pertengahan lagu, yang langsung disusul dengan distorsi gitar ala-ala stoner rock.
Holding on I’m racing towards the sun / Riding on the wavering winds above /
Mercury unbridled by the sun
Nyanyian lirik di atas adalah outro lagu yang langsung mengejutkan saya, dikarenakan berbeda dengan nyanyian di awal lagu. Kali ini vokalnya terkesan sangat energik.
Pada track ketiga, ‘Hours’, saya langsung dikejutkan dengan atmosfir musik yang bertolak belakang dengan dua lagu sebelumnya. Raungan distorsi gitar benar-benar kotor dengan pattern drum yang trippy. Lagu ini seakan menjeritkan aliran psychedelic rock versi klasik. Lirik lagu ini mengisahkan seorang bocah dan apa yang dilaluinya, hingga ia berakhir menjadi seorang lelaki dewasa yang tidak lagi bisa merasakan emosi.
He was an anxious boy / A roving wandering thing /
A drifter alone in the void
Bandingkan lirik di atas dengan yang berikut ini:
Now he’s an ardent man / A fervant scrambling thing /
Still stumbling alone in the void
Lagu ‘Hours’ merupakan lagu favorit pribadi saya. Bisa jadi karena liriknya yang sangat bisa dimengerti secara universal oleh orang dewasa, atau bisa jadi karena musiknya yang sangatlah trippy. Bisa jadi karena campuran keduanya.
Pada track keempat, ‘Interlude’, merupakan filler yang sangat bagus. Lagu ini sesungguhnya hanyalah filler yang diselipkan di pertengahan album. Meskipun begitu, lagu ini mengesankan ketenangan fajar sebagaimana yang tertera pada lirik dan nyanyiannya.
Saya jujur menyukai penggunaan diksi puitis yang mengesankan si ‘Aku’ menemukan harapan baru ketika disirami cahaya matahari awal hari. Improvisasi musik di durasi pertengahan hingga akhir lagu juga mengesankan cengkraman jari-jemari sinar surya menyusuri celah-celah bumi dengan nada-nada yang terkesan ‘menyirami’ telinga pendengar lagu. Saya pribadi menginterpretasinya sebagai siraman cahaya di relung bumi. Saya tahu bahwa sebagaimana musik adalah medium seni, pasti ada banyak interpretasi lainnya.
Golden fingers brush the night away / Bringing forth the beauty of the day
Perhatikan saja bagaimana kedua larik di atas berinteraksi satu sama lain, membentuk cahaya fajar sebagai jari-jemari emas yang mengusap kegelapan malam.
Pada track kelima, ‘Mammoth’, saya langsung disodori intro nada-nada gitar yang trippy, yang entah bagaimana mengesankan waktu yang berjalan mundur. Mungkin ini disebabkan oleh progresi nada yang terkesan “mengantuk”. Lirik lagunya penuh dengan metafor-metafor dingin. Ada warna putih, salju, dan hewan mammoth.
I’m trying to find a way out from the cold /
Just wanna leave the past behind don’t wanna end up frozen on the vine
Lirik di atas langsung disusul dengan improvisasi musik yang sangatlah bagus. Saya pribadi menyukai bagaimana terdengar secuil denging gitar sebelum alunan distorsi menjadi ritem musik. Selain itu, solo gitar yang dihadirkan setelahnya juga menampilkan kualitas King Buffalo sebagai para musisi yang bertalenta tinggi. Improvisasi musik yang ada di lagu ini benar-benar menghadirkan kualitas yang tidak main-main, meskipun mereka terkesan bermain-main dengan nada-nada ‘ngantuk’ yang ada di intro lagu.
Pada track keenam, ‘Avalon’, progresi nada ‘mengantuk’ masih terus terdengar. Saya menyukai liriknya yang mengisahkan si ‘Aku’ menyeberangi dunia memasuki Avalon. Lagu ini terkesan unik di antara lagu-lagu lainnya, dikarenakan improvisasi musik yang ditaruh di pertengahan lagu (mirip lagu ‘Hours’), sehingga ada ruang untuk vokal bait kedua di paruh kedua lagu.
Pada track ketujuh dan terakhir, ‘Firmament’, adalah lagu yang unik. Intro lagu ini sangatlah muram dengan lirik yang menyiratkan kepedihan.
Out of the loam, I rise / Embraced by the ether / The river below, relieves / My hands of silver
…
I have become, one with the sky / Everything’s one, made new by the sun
Siapa sih yang tidak jatuh cinta dengan penggalan lirik-lirik di atas? Sebagai lagu penutup album, saya jujur agak speechless dengan lagu ini. King Buffalo seakan ingin mengucapkan nada-nada dan lirik-lirik terbaiknya di akhir album.
I have become, one with the great eternal blue sky / Everything’s one, under the firmament’s eye
Dua larik di atas langsung saja disusul dengan musik energik yang menanggalkan kesan kelam di awal lagu. Sang gitaris memainkan nada-nada groovy sebelum memainkan solo gitar. Ritme drum nya juga semakin energik menjelang pertengahan lagu. Lalu, tiba tiba saja, semua energi itu ditanggalkan dengan nada-nada gitar bersih yang menyiratkan keindahan.
Eh, tiba-tiba lagi, kita dilempar pada nada-nada distorsi groovy yang dimainkan berulang-ulang dan diakhiri dengan ending lagu yang penuh kesan semangat. Ending tersebut juga merupakan ending album (sebagaimana ‘Firmament’ adalah lagu terakhir), sehingga kesan semangat itu juga akan ‘menempel’ pada pendengar album ketika seluruh musik di album ini berakhir.
Saya jujur mencintai album Regenerator. Album ini kaya akan improvisasi musik, suara bass yang sangat jernih dan gampang didengar, dan penuh imaji cahaya terang sebagaimana yang terus ditekan oleh ‘Regenerator’, ‘Interlude’, dan ‘Firmament’.
Album ini sangat layak didengar oleh para penikmat musik indie rock yang menginginkan lagu-lagu bernuansa terang dan penuh imaji puitis mengenai cahaya dan harapan. Saya pribadi sangat tidak sabar untuk mendengar karya-karya selanjutnya dari King Buffalo, jika seandainya mereka memilih untuk terus melanjutkan karir mereka dalam kancah musik.
Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Bandcamp/Verbal Kent