Syair Kelam dari Ruang Gelap: Kumpulan Puisi Endy Langobelen

Kumpulan puisi ini: Syair Kelam dari Ruang GelapDendam Tujuh Rupa di Tanah Surga, dan Di Tanah Emas. Ditulis oleh Endy Langobelen.


Syair Kelam dari Ruang Gelap

Sebelum lelapmu tenggelam di punggung tilam, izinkan aku melantunkan syair-syair kelam dari ruang gelap — tempat orang-orang kulit hitam menegadah menanti surga dari sinar mata bulan yang menganga menyoroti malam. 

Bahwa sebelum kau terkatup dalam bilik suntuk di tengah detak jantung waktu, orang-orang itu sedang berlari menyeret belenggu yang terikat erat di setiap kerutan kening dengan ingatan yang tak lepas kenang.

Bahwa sebelum kau bercumbu dengan bayang semu buah tidurmu, jejak tapak langkah dari kaki-kaki itu sedang menyusuri belantara tanpa baswara di antara moncong senjata para tentara yang sigap dalam sekejap memagut raga merenggut nyawa.

Bahwa sebelum kau mendengkur panjang, lolong tangis jerit dari dalam jurit telah mengerang memecah perang di puncak malam yang lekang bersama bintang.

Bahwa sebelum kau terbangun meraut hari, orang-orang itu sedang termenung menyulut api membakar pendar mentari yang meredup di setiap kerling mata yang memelas lesu.

Dan sesaat setelah kau berdiri membuka mata jendela, dunia tampak masih terkatup di balik mendung langit kelabu. Sementara sang pembawa kabar tengah berlomba-lomba mengobral kepalsuan — bahwa kekejaman itu ialah sebuah keniscayaan.

Timika, 2023

Dendam Tujuh Rupa di Tanah Surga

Apa kau pernah mendengar tanah surga? 
Ya, ada dendam tujuh rupa di sana
:
Perampasan
Perampokan
Perayonan
Penahanan
Pembantaian
Pemusnahan
Penjajahan

Timika, 2023

Di Tanah Emas

Di tanah emas, darah hanyalah setetes air yang mengalir di atas daun talas. Ia melesap jauh ke dalam senyap dan seketika itu pun lenyap tanpa sebab.

Di tanah emas, demokrasi hanya sebatas kata milik yang empunya kuasa dalam bersiasat. Sedang suara-suara atas nama kemanusiaan senantiasa direcoki oleh suara-suara atas nama keamanan.

Di tanah emas, miras dan segala bentuk perjudian milik cukong tumbuh subur sebab dijaga oleh anjing-anjing piaraan tuan demi sepiring tulang di akhir bulan. 

Di tanah emas, aturan hanya sebatas figuran, sedang kasus penguasa adalah lahan subur bagi penegak hukum. 

Di tanah emas, kemerdekaan serupa ketiadaan bagi para empunya. Kedamaian dan kesejahteraan hanyalah ilusi bak fatamorgana di sudut jalan yang tak berujung.

Timika, 2023


Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Akwila Chris Santya Elisandri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Belajar dari Sekolah Liar di Pinggiran Kebumen

Next Article

Mengantisipasi Monolog Kebudayaan | Ulasan Buku Ekshibisi: Antologi Artikel Seni Budaya Yogyakarta