The Most Peculiar Encounter | Bagian Ketiga Fiksi Sejarah Britpop

… Ground Control to Major Tom. Commencing countdown, engines on. Check ignition and may God’s love be with you…

Dengan bangga aku akan mengatakan, aku pernah bertemu David Bowie di tahun-tahun terakhir dalam hidupnya.

Setengah tahun sebelum merilis musikal Lazarus, ia sempat mengunjungi kembali Soho dan Denmark Street di London. Tak ada yang tahu ia sudah didiagnosis kanker saat itu. Informasi tersebut tertutup hanya untuk keluarga dan orang-orang terdekat.

David Bowie adalah pria kurus nan flamboyan. Ia jarang tersenyum dalam foto-fotonya. Ia lebih sering berpose dengan mata menatap tajam dan bibir terkatup erat.

Begitu pula saat David Bowie menyusuri Denmark Street untuk terakhir kalinya. Tubuhnya yang kurus berbalut jas tebal. Rambutnya pirang pucat, saru dengan corak keperakan. David tak tahu, saat itu ia sedang menyusuri rentang tipis yang memisahkannya dengan usia 70 tahun.

Saat di jalanan, ia tak mengenakan kemeja bercorak, rambut bercat oranye mencolok, dan pulasan mata tebal. Ia tak memegang standing mic dengan kedua tangan. Ia tak bernyanyi sembari menunjuk kamera.

Ia bukan ikon glam rock Inggris.

Ia bukan ikon androgini di atas panggung.

Ia bukan Ziggy Stardust.

Meskipun jelas, ada momen-momen tertentu Ziggy menjelma ke dalam dirinya.

Harus kuakui, David Bowie memiliki semangat membara yang tertanam dalam matanya. Atau dalam suaranya yang mendayu? Atau dalam aksi panggungnya yang menawan? Sampai detik ini aku meyakini, semua orang memiliki pengalaman pertamanya mendengar salah satu lagu David Bowie.

Bagiku, itu adalah Space Oddity.

Baca Juga: That Breakfast, We Turned Into Rockstars | Bagian Pertama Fiksi Sejarah Britpop

Petualangan sederhana Major Tom begitu memikat sejak detik pertama Ground Control mengumumkan peluncuran. Terdengar suara statis, lalu hitung mundur dimulai. Surat kabar meliput besar-besaran. Major Tom melangkah ringan di udara, memandang Bumi. Berada ratusan ribu mil jauhnya, ia justru merasa sangat tenang. Major Tom percaya pada pesawat ulang alik yang menuntunnya.

Namun tentu, tak ada cerita yang baik-baik saja. Sirkuit pertama mati dan disusul kerusakan lainnya. Ground Control kalang-kabut.

Major Tom tak terpengaruh. Birunya Bumi memukaunya. Dalam ‘tabung kaleng’ tersebut, ia memandang penuh takjub.

Dalam suatu wawancara, Elton John sendiri mengaku terpesona dengan penampilan David Bowie saat pertama kali mengenakan atribut Ziggy Stardust. Momen itu terasa seperti… eureka!

“Ia sangat berbeda, rasanya… wow,” ungkap Elton. “Belum pernah ada yang melihat sesuatu seperti itu sebelumnya.”

***

Sembari menegakkan kerah di sekitar lehernya, David Bowie berjalan cepat. Posturnya yang biasanya tegak itu sengaja agak dibungkukkan. Ia menghindari pandangan orang-orang sekitar yang tak peduli. Mereka tak tahu siapa pria kurus yang tergesa itu.

Sebelum menghilang di balik pintu salah satu gedung, ia berhenti sejenak. Seolah-olah sesuatu telah menarik perhatiannya.

Ia melempar pandang ke arahku, seperti tak sengaja bertumbukan dengan teman lama. Senyum singkat merekah di wajahnya.

… I’m floating in a most peculiar way, and the stars look very different today…

Sulit dipercaya, di masa mudanya ia adalah pria yang tidur di bekas ambulans yang dimodifikasi menjadi mobil camping. Berhari-hari parkir di depan La Gioconda, terkadang nongkrong bersama musisi lainnya di emperan.

Berbincang dengan Vince Taylor tentang obsesi mereka pada kehidupan luar angkasa. Setelah berbotol-botol Mateus Rosé dan segebung halusinogen, Vince mulai memetakan posisi pendaratan UFO di Charing Cross Road. David Bowie akan menyebutnya ‘sinting’.

Walaupun begitu, ada yang mengatakan, alter ego Ziggy Stardust berasal dari sosok Vince Taylor.

Baca Juga: Weekend Classics | Bagian Kedua Fiksi Sejarah Britpop

Asap memenuhi kafe sepanjang hari, begitu pekatnya seolah-olah dapat diiris dengan sebilah pisau. Musisi membuat rekaman di tepi jalan. Terkadang ikut tinggal di flat di lantai atas studio.

Mereka membuat studio darurat yang dilapisi karton telur sebagai kedap suara. Lalu pergi ke 12 Bar Club, di mana musisi yang belum diakui bisa tampil murah meriah. Menarikan kisah patah hati sepanjang malam, ketiduran selepas subuh. Menenggak moonshine dan bertaruh siapa yang nasibnya lebih beruntung.

Setelah senyum singkat yang mendebarkan, David Bowie berlalu. Ia masuk melalui salah satu pintu. Aku tak sempat membalasnya.

 

… Far above the moon, Planet Earth is blue, and there’s nothing I can do.

Space Oddity, David Bowie

*) Kisah ini merupakan bagian ketiga dari 4 babak cerita fiksi sejarah Britpop karya Brigitta Winasis.

Editor: Tim SudutKantin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts