Berkunjung Ke Pameran Dreamy Sekaligus Gloomy; Sepasang Rangkaian Bunga Karya Elisa dan Desy

Sepasang Rangkaian Bunga/ Pameran Seni Rupa Desy Febrianti & Elisa

Jumat (18/11/2022) adalah hari yang tepat untuk mengakhiri penat, berkunjung ke galeri sambil melihat karya seni bisa jadi opsi. Saya mendapat undangan untuk hadir berkunjung ke pameran berjudul Sepasang Rangkaian Bunga. Pameran ini mengusung karya lukis dari dua orang perupa abstrak Jogja, Desy Febrianti dan Elisa Faustina.

Saat diperjalanan, saya cek press release yang mereka siapkan, tidak ada kurator atau penulis, namun senimannya sendiri yang menulis pengantar pameran. Tidak terlalu mengejutkan, bukan pula sesuatu yang baru, namun saya cukup mengapresiasi saat seniman menulis untuk pamerannya sendiri.

Rasanya sudah jarang bisa melihat momen seperti ini. Benar saja, sesampainya di Poison Smoothie Bar + Art Space, saya mendapati dua tulisan pengantar, umumnya disebut sebagai wall text. Desy Febrianti dan Elisa Faustina menulis tentang pameran ini dan saling bertukar menulis proses berkarya satu sama lain. Lukisan mereka terpajang rapi hingga ke ruang paling belakang, makin estetik dengan susunan kursi dan sofa milik kafe. Kesan yang saya dapatkan untuk pertama kalinya adalah warna warni yang tidak sepenuhnya bermakna ceria namun juga memiliki sisi misterius.

Sambil memesan satu Banana Ice Cream Smoothie yang menjadi minuman andalan saat berkunjung ke Poison, saya berkeliling. Tampak karya Desy yang khas, mudah dikenali walaupun ukurannya sedikit lebih kecil dari yang sering saya lihat. Kesempatan kali ini juga saya bisa melihat karya Elisa secara langsung, tidak hanya melalui postingan Instagramnya saja.

Tepatnya di ruangan semi outdoor, Desy dan Elisa sedang melakukan live Instagram sebagai bagian dari pembukaan pameran. Sebelumnya saya sudah diberi tahu, bahwa pameran mereka ini hanya akan dibuka dengan sederhana, biar lebih intim, hangat dan akrab. Tidak mengundang banyak orang, hanya ada beberapa teman dekat. Satu persatu teman yang datang, silih berganti memberi selamat atas pembukaan pameran mereka yang akan berlangsung sampai 10 hari ke depan.

Karya Elisa “Self Reward: Love Bouquet” no 7 | 40 x 40 cm | Mixed media on canvas | 2022

Setelah mereka selesai dengan membuka pameran secara simbolis, saya diperkenalkan dengan Elisa. Seniman perempuan yang dikenal dengan karyanya yang bagus dan pernah menjadi perbincangan saat di Pameran Perupa Muda Sangkring Art Space tahun 2017.

Menurut Desy, karya Elisa dulunya sangat menggelegar, siapa saja yang melihat lukisannya akan dibuat merinding sampai ke tulang belakang. Sempat vakum beberapa tahun, Elisa kembali berpameran dengan Desy, adik kelasnya di ISI Yogyakarta. Saya diberi bocoran akan rencana mereka kedepannya, pameran ini merupakan awalan menuju proyek dan pameran yang lebih besar di November tahun depan. Meskipun yang kali ini sederhana, mereka mengutamakan visual experience untuk pengunjung.

Pameran Sebagai Hadiah Untuk Pengunjungnya

Pameran ini bertajuk Sepasang Rangkaian Bunga, bunga banyak dikaitkan dengan perempuan, baik eksekusinya secara gamblang membawa visual bunga sesungguhnya atau mengajak untuk diinterpretasi sebagai bunga yang lain.

Rangkaian bunga sendiri sering kita jumpai dalam sebuah acara seremonial, sebagai hadiah, ungkapan rasa bahagia, cinta dan hormat dan pada orang yang diberikan. Begitu juga dengan pameran ini, rangkaian bunga yang divisualisasikan dalam lukisan abstrak diharapkan bak layaknya rangkaian bunga yang diberikan kepada pengunjung, dengan memberikan rasa kebahagiaan saat melihat karya-karya yang ditampilkan.

Dua seniman ini menginterpretasikan tema dalam karya yang berbeda, seperti Desy dengan “Glow in the Darkness” dan Elisa dengan “Celestial Garden.” Dua-duanya unik, bisa dilihat kesamaannya dan juga pembeda yang sangat kuat. Desy menggunakan warna hitam yang menurutnya sangat jarang ia gunakan pada setiap lukisannya dan Elisa dengan warna pastel mengaitkannya dengan dunia transendental. Menurut mereka, karya-karya yang mereka tampilkan merupakan presentasi di luar zona aman dari segi teknis berkarya.

Karya Desy dan Elisa

Sedikit mengenang perkenalan saya dengan Desy, tepatnya di tahun ini. Pertama kali bertemu di salah satu program Yayasan Biennale Jogja, Desy sebagai salah satu seniman yang lolos sebagai peserta Asana Bina Seni Kelas Seniman. Pada akhir kelas ini diadakan pameran bersama oleh peserta Asana Bina Seni yang diberi judul “Silang Saling: Titian dan Undakan” di Taman Budaya Yogyakarta, Juli 2022.

Saat itu Desy memamerkan karyanya yang berjudul “Penghormatan Pada Gaia,” lukisan bertema alam yang didominasi warna kuning dan hijau itu berukuran cukup besar, kontras dibandingkan karya lain. Ada juga instalasi pohon dan tumpukan kayu kering di bawah lukisannya. Sejak saat itu, saya mulai mengenal ciri khas karya Desy, ia aktif berpameran sana-sini, tidak hanya di Jogja namun sampai ke luar kota.

Karya Desi “Glow In The Darkness” | 60 cm x 60 cm | Mixed media on canvas | 2022

Elisa Faustina, seorang seniman perempuan yang karya-karyanya penuh warna cerah. Karya-karya yang dihadirkannya memberikan kesan bahagia. Menurutnya, karyanya banyak mengarah ke spiritualitas.

Seniman asal Surabaya yang kini menetap di Jogja ini amat lihai memanggil kembali ingatan-ingatan lama audience melalui karya abstraknya. Seperti pada karya berjudul “Self Reward Love Bouquet 4, 6, 7, 8” Karya-karya ini akan mengingatkan pengunjung pada kue ulang tahun. Terlihat cetakan dari spuit cake mengisi keseluruhan kanvas.

Saya bisa menduga karya ini akan lama kering dan menghabiskan banyak cat, sekaligus terbayangkan betapa menarik dan megahnya karya ini apabila dibuat dalam kanvas yang cukup besar. Menurut Elisa dalam tulisannya, lukisan ini berawal dari ide memberikan buket bunga kepada diri sendiri sebagai perhatian dan menghargai diri.

“Buket ini tampaknya akan membekas bagi saya sendiri, ingatan kolektif seperti ini memberikan banyak kenangan yang berbeda-beda pada tiap penikmatnya, namun bagi saya visual-visual ini menghadirkan memori masa kecil dan acara ulang tahun” ungkapnya.

Elisa hadir dengan membawa 8 karya abstrak yang berukuran kecil dan satu yang berbentuk instalasi pada pameran ini. Elisa termasuk seniman yang cukup rapi dan membutuhkan proses yang lama dalam menghasilkan 1 lukisan, ia amat menikmati setiap prosesnya. Stigma dan persepsi tentang menciptakan karya abstrak yang bisa diselesaikan
dengan cepat, tidak selalu bisa disamakan antar seniman. Lukisan abstrak juga sama seperti lukisan lainnya, membutuhkan proses yang panjang dan tidak sederhana kelihatannya.

Elisa berkarya dengan komposisi yang kompleks, lembut, bersih dan menyuguhkan sesuatu yang dekat dengan audiencenya. Begitu juga yang dipahami Desy atas proses berkarya rekannya, “Saya sebagai seorang yang sering kali mempertanyakan sesuatu, Elisa lah yang sering menyuguhkan jawaban” pungkas Desy yang mengenang kembali proses kreatif dirinya dan Elisa.

Bagi Elisa, pameran ini tidak sekadar pameran biasa. Kembalinya Elisa berkarya dan pameran tidak lepas dari pengaruh Desy sebagai supporting system. Elisa cukup lama vakum dengan alasan yang cukup privasi, dan untuk memulai berkarya kembali membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Tampak dari karya-karyanya, kini ia lebih sederhana dengan tetap menghadirkan ciri khas karyanya yang ‘hidup’. Lain halnya dengan karya Desy yang berjudul “Ghost Circle” dan “Three Dark Places.” Lukisannya memberikan kesan kuat, warna hitam yang menurutnya sebagai border atau batasan terasa diantara goresan warna-warna pastel lain.

Gabungan titik dan garis semakin terasa tajam dan kuat karena pengaruh warna-warna gelap. Gelap tidak selalu menutupi warna, ada saatnya hitam membawa dominasi dan kontras pada warna lain agar terlihat lebih hidup. Karya-karyanya kali ini banyak menyangkut dunia metafisik dan mitos-mitos masa kecil Desy yang masih terbawa hingga dewasa. Saya juga bisa merasakan, warna hitam pada karya ini memiliki suatu kesan gloomy terkadang bikin ngeri, namun tetap bisa dinikmati.

Seni Untuk Seni Atau Seni Untuk Pasar?

Selain obrolan tentang pameran, saya juga berkesempatan bertanya tentang bagaimana pendapat Elisa tentang munculnya seniman abstrak baru dan membahas pasar lukisan hari ini bersama Desy. Elisa menanggapi ramainya seniman abstrak perempuan sebagai hal positif, memang sudah menjadi bagian pop culture dan trending. Selain itu, ia merasa menjadi bagian dari fenomena ini dengan pernah menginfluence seniman lain untuk berkarya abstrak.

Membahas tentang pasar, Desy sendiri adalah salah satu dari sekian banyak pelukis abstrak perempuan yang sedang naik daun. Saya mendapat bocoran pula tentang karya-karya yang dihadirkannya di ruang pameran ini adalah karya yang ditolak oleh pasar.

Selain karena menggunakan warna hitam, judul-judul yang bermuatan negatif juga menjadi alasannya penolakan. Sebaliknya, pada pameran ini ia bebas menghadirkan karya-karya yang ingin ditampilkan ke ruang publik, tidak berpatok pada keinginan satu pihak bahkan menjadi wujud idealismenya.

Melihat Desy yang cukup banyak menghadiri pameran besar dan mempunyai ‘nama’ di pasar, menarik untuk ditanya alasannya mau berpameran dalam suasana yang sederhana. “Kita sepakat Sepasang Rangkaian Bunga menjadi seni untuk seni, bukan seni untuk komersil,” tegasnya.

Baginya pameran sederhana bisa kembali menguatkan relasi dan ingatan, bahwa seorang Desy juga tumbuh dari banyak hal-hal yang gak bisa dijangkau pameran besar salah satunya adalah keintiman, hangat dan akrab dengan semua teman dan kerabat. ”Aku tumbuh dari bawah, aku bukan siapa-siapa dan aku masih muda nih ya, kalau aku merasa eksklusif saat ini gimana nantinya” tegas Desy.

Seimbang antara seni dan market serta jujur dalam berkarya menjadi alasan kuat mengapa pameran ini tetap ingin dihadirkan oleh Desy dan Elisa. Mengingat banyak seniman hari ini hanya melukis apa yang sedang menjadi tren, terlihat dibuat-buat, mencari atensi dan tidak jujur apa adanya.

 

Editor: Tim Editor Sudutkantin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts