kangen/rindu/kosong; Kumpulan Puisi Safari R.

Tiga puisi dalam kumpulan kangen/rindu/kosong ditulis oleh Hanadya Safira Rinaldy, perempuan yang suka melahirkan tulisannya dalam wujud zine bersama Kelompok Membaca dan Mengamuk (KECAMUK).


kangen/rindu/kosong

hidup yang penuh memori ini memaksa aku untuk selalu berpikir ke belakang.
bisa ga sih aku lupa ingatan saja?
banyak rasa bersalah yang dengan mantap menyelimuti aku dan mengucapkan;

“selamat malam, tidur yang ga nyenyak, ya”

itu sangat candu.

tanpa lupa ingatan saja aku banyak lupa, setelah menyakiti orang lain. aku kira itu hal yang manusiawi.
namun aku diajari cara bertahan untuk hidup oleh society.

permisi, minta maaf, dan terima kasih.

basic skill life katanya.

memori yang sering kali ke belakang itu, tak jarang memunculkan ide tentang apa yang akan terjadi padaku selanjutnya.
entah gantung diri atau gambaran samar nadi kiri yang putus dengan pisau buah bercorak kembang dan berwarna pink.

beberapa kali pula mampir rangkaian obituari yang sangat ingin aku wujudkan. cuman kalo gabisa juga gapapa.

aku tak mencoba untuk meraih apapun sekarang, karena terlalu banyak kompetisi yang membuat aku semakin nirnafsu.

biarkan aku menyayat tipis dinding klaustrophobiaku yang dalam. atau menambal tembok luka yang tetanus menahun, karena tak ada revanol atau die da yao jing yang bikin kelukurnya mengering.

temboknya sekarang terlalu tinggi dan tebal hingga ucap dan rasa penuh sesalku tak terdengar.
malah dibalas dengan “gausah njaluk ngapuro nek mbok baleni terus”

bersyukur jadi hal paling mahal dibeli oleh sebuah tagihan lewat thok pada slip gaji budak kapitalis.
dua puluh empat bulan di perdaya ibukota tak sekalipun aku menjadi insan yang tak sok-sokan.

Gusti, kula nyuwun ngapura…

 

2.

aku bahkan tidak paham, bagaimana caraku bertahan pada insan berkepala batu yang parasnya saja penuh warna merah.

nasihat-nasihat yang baik pun juga mental
ketika panas perkara miskin arti
terbang melayang dengan pisuhan penuh maksut
yang sudah masuk ICU

rumah sakit tanpa perawat
dengan kamar yang penuh penderita serupa
bangsal tak kenal kasta bangsat
berjejal, berharap tak akan banjir
but every disaster leaves much stain

setiap spedometer yang merangkak naik ke jalan bukit, berharap aku ditabrak truk tangki air, supply area Uluwatu

kali ini aku tak lagi jadi asu jalan Beraban
lari-lari di pinggir Pantai Padang-Padang
setelah bayar sepuluh ribu, karena memang tak ada yang gratis di dunia ini, sayang!

udara yang ku hirup pun tak jernih
penuh dengan ekspektasi masing-masing harap

bak pemulung kita berlomba jadi paling ulung

seraya menunggu, gunung siapa yang pertamax erupsi

Tuhan, jika kau ciptakan cinta hanya untuk dipisahkan oleh yang dibuat manusia
Maka ajari aku, untuk kaul melepaskan duniawiku untuk-Mu

 

3.

kemelut abu-abu buatan manusia yang bajingannya sengaja membakar sampah
bisa aku sulap menjadi pelukan yang pekat menyelimutimu

klaustrophobiaku hari ini diuji oleh dosen titisan Tuhan paling killer
seakan memaksa aku tersadar bahwa:

you must take the most risk path of your life, even if its also most smallest, darkest and deepest place

apiku akan menyala paling terang pada siang hari pukul 12
suaraku akan terdengar lantang nomor dua setelah Sangkakala
akan kuambil lagi dan lagi jalan paling gelap

pada malam paling sunyi sekalipun
akan selalu muncul tangis warna hitam
dengan ratapnya yang basah
dan rajuk pinta akan sebuah pelukan

terminal 3 Soekarno Hatta
adalah saksi jujur paling bisu
akan sebuah pertemuan manis
atau perpisahan dua buah insan kecintaan ibukota dan Pulau Dewata

 

Ilustrasi: Christoforus Dananjaya

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts