‘No-Brain Dance’ Y-DRA: 1000% Koplo Eksperimental Asli Indonesia

Enam tahun yang lalu, Y-DRA merilis album ‘No-Brain Dance’ bersama netlabel Yes No Wave Music, sebuah eksperimen liar yang mengacak-acak batas antara tradisi dan modernitas.

Y-DRA adalah proyek musik elektronik eksperimental dari Yennu Ariendra, seorang musisi, komposer, dan desainer suara asal Yogyakarta. Y-DRA memperkenalkan “Koplotronika”, sebuah genre eksperimental yang menggabungkan dangdut dengan IDM (Intelligent Dance Music), techno industrial, dan post-rock. Hasil eksperimennya yang memadukan musik tradisional dengan suara elektronik modern berhasil melambungkan nama Y-DRA di skena musik underground Asia.

Koplo atau dangdut koplo mungkin merupakan bentuk musik dansa paling populer di Asia Tenggara. Jenis musik ini mulai dikenal di internet sejak label rekaman besar dan saluran industri musik konvensional mengalami kemunduran. Ironisnya, banyak orang Indonesia sendiri menganggap koplo sebagai bentuk musik tidak berharga atau hiburan murahan yang tidak mewakili budaya Indonesia. Dalam bahasa sehari-hari pun, kata “koplo” bisa diterjemahkan sebagai “bodoh”.

Meskipun makna “koplo” itu sendiri dikaitkan dengan sesuatu yang bodoh atau dungu, rasanya dalam urusan musik, maknanya akan jadi lebih luas dan saya mengamini bahwa selain bab kelink, koplo adalah elemen kuat budaya rakyat Indonesia yang tidak akan pernah mati. Warga dari berbagai sudut kota, antar kabupaten, dan pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke merayakan musik koplo dan memiliki pandangannya masing-masing terhadap genre itu. Koplo merepresentasikan ekspresi budaya kelas pekerja dan masyarakat urban di Indonesia. Musiknya sering dimainkan di berbagai acara rakyat, seperti hajatan dan konser jalanan. Maka, bisa dibilang koplo mencerminkan realitas kehidupan serta hiburan bagi masyarakat luas.

Dengan “Dark Koplo”, Yennu seakan membawa pendengar koplo atau bahkan penggemar musik lainnya untuk ikut merasakan pengalaman yang menegangkan antara kegembiraan dan kesedihan. Lagu-lagu koplo yang beredar di tengah masyarakat bercerita tentang kesedihan, penderitaan dan nyaris mati-matian menjalani hidup, tapi musiknya tetap energik, kasar, dan liar. Orang-orang yang mendengarkan musik koplo itu akan menari penuh suka cita, seolah-olah segala duka yang mereka alami hanyalah lelucon yang harus dirayakan. 

Tak sekadar mengambil gaya koplo dangdutan, Yennu mulai mendekonstruksi narasi, legenda, dan unsur-unsur musik lokal yang kemudian membentuk tradisi tersebut.

Tradisi jaranan buto dan jathilan merupakan salah satu contoh penerapan budaya dan musikal yang secara terang-terangan digunakan olehnya untuk proyek musik Y-DRA.

Meskipun unsur budaya tradisi ini sudah lebih dulu diterapkan di proyek musiknya bersama J. Mo’ong Pribadi, Raja Kirik, saya pikir ide dan hasil risetnya akan musik koplo di Indonesia lebih luas untuk digambarkan pada Y-DRA. Y-DRA mampu membawa koplo ke level panggung dunia dan mengombinasikan musik jalanan dengan teknologi tanpa kehilangan esensinya.

Merilis No-Brain Dance

Enam tahun yang lalu, pada 17 April 2019, Y-DRA merilis No-Brain Dance bersama netlabel Yes No Wave Music. Album ini tidak hanya menyuguhkan musik elektronik, tetapi eksperimen liar yang mengacak-acak batas antara tradisi dan modernitas. Dalam siaran pers menyebutkan bahwa album ini merupakan bagian dari penelitian Yennu mengenai electronic dance music lokal di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan yang erat kaitannya dengan tradisi lokal dan gejolak sosial-politik masyarakat.

Album ini adalah bentuk keberanian dalam menggali identitas lokal melalui suara yang futuristik, mengawinkan beat dangdut koplo dengan denyut kencang IDM, techno industrial, hingga kebisingan khas underground.

Bagi saya, No-Brain Dance merupakan salah satu penciptaan dan arsip musik Indonesia yang men666erikan! Album ini menjadi salah satu tonggak penting dalam eksplorasi musik elektronik di Indonesia. Di tengah gelombang arus utama yang lebih sering menyorot genre pop atau tren musik global lainnya, album ini juga mengingatkan saya bahwa tradisi dan eksperimentasi tidak perlu bertolak belakang. Justru, keduanya bisa bersanding, beradaptasi, dan pada akhirnya melahirkan sesuatu yang benar-benar baru tanpa menghilangkan akar budayanya.

Bagi orang Indonesia, musik elektronik mungkin masih identik dengan festival EDM megah atau dentuman bass di kelab malam. Namun, Y-DRA membawa pendekatan yang berbeda. Ia memperkenalkan sesuatu yang lebih mentah, organik, dan lebih dekat dengan akar budaya kita sendiri, yaitu kendang koplo dengan elemen musik avant-garde sehingga menghasilkan “koplotronika”.

No-Brain Dance akan menyuguhkan bagaimana tradisi jaipong dan jathilan bertransformasi dengan elektronik. Pada lagu pertama album ini, yaitu “Sayyidah Sound Sistim”, langsung digeber dengan dentuman kendang yang setiap menitnya membuat anggota badan semakin luwes untuk bergerak. Tidak ketinggalan elemen elektronik dan post-rock juga dimasukan untuk semakin menekan getaran tanpa henti. Sekitar kurang lebih delapan menit, lagu pertama ini akan menjadi gerbang menuju perjalanan musik koplo yang sulit diprediksi dan membuat tubuhmu kesurupan tidak berhenti untuk bergoyang!

Bagi yang belum pernah mendengar No-Brain Dance, album ini tidak bisa didengarkan oleh telinga saja. Ia adalah musik yang menubuh. Musik yang mengajak kita untuk tidak hanya memahami, tetapi juga merasakan dan bergerak. Seperti namanya, ini adalah no-brain dance yang berarti tarian yang tidak butuh banyak berpikir, cukup ikuti ritme dan biarkan tubuh yang merespons.

Y-DRA tak hanya menghadirkan atmosfer musik koplo dengan suara kendang yang kental dalam albumnya, tapi ia turut menyisipkan nada dan rima arena jalanan untuk memperluas liarnya album koplotronika ini. Lagu kedua berjudul “Kombatan Asap Geronjal” biasa saya putar kencang kencang. Musiknya begitu berisik layaknya geberan mesin RX-King. Bebunyian pada lagu kedua ini cocok menjadi musik latar sebuah adegan film balapan liar di jalanan dengan jokinya yang kesurupan menaiki kuda lumping, pokoke losss!.

Kemudian ada lagu yang landai tetapi tetap mengganggu kuping, yaitu “Goyang Tobong”. Ibarat saat sedang nikmat bergoyang di acara hajatan mendadak terkena serangan jantung, suasana yang awalnya bisa hokya hakye langsung berubah  tegang. Bunyi seruling pada pertengahan musik “Goyang Tobong”  ini akan mengantarkan ending dengan nuansa bencana yang selalu bersandingan dengan kehidupan. 

Lagu “Pencak Siang Bolong” menjadi lagu terakhir yang saya bahas di tulisan ini. Lagu itu seperti mengeluarkan suara berbagai alat gamelan dan beberapa alat tiup. Selama sembilan menit lamanya, musik pada track ini adalah eksperimentasi bunyi alat musik tradisional dan dentuman khas koplo, kemudian noise yang meraung  memberikan efek klimaks untuk musik koplotronika ini.

Meskipun masih ada beberapa judul yang belum saya ulas di tulisan ini, rasanya keempat judul musik di atas membuat saya takjub dan kepala saya tidak berhenti bergeleng. Hal yang tidak mudah untuk membuat sesuatu yang bisa bikin mabuk dan ketagihan. Ini adalah koplotronika, 1000% asli budaya Nusantara.

Eksplorasi Visual Nyentrik

Yennu Ariendra juga menghadirkan pengalaman audiovisual bagi para pendengarnya. Ia membuat video klip untuk setiap track dalam album ini. No Brain-Dance bukanlah sekadar kumpulan lagu, tetapi sebuah eksplorasi visual yang mendalam.

Setiap video menampilkan satu hingga dua model yang berbeda. Mereka menari secara liar dan mengeluarkan energi tak terkendali. Tubuh yang ekspresif, pencahayaan yang dramatis, serta elemen visual yang unik menggambarkan esensi musik koplo dalam interpretasi modern. Melalui video-video ini, Y-DRA mengajak penonton untuk menyelami dunia di mana batas antara tradisi dan eksperimentasi melebur dalam ritme yang kacau dan menghanyutkan. Dengan pendekatan ini, No-Brain Dance menegaskan sebuah pernyataan artistik yang autentik dan mengukuhkan posisinya sebagai bagian dari evolusi budaya musik Indonesia.

Apakah Koplotronika akan diterima sebagai genre baru? Apakah eksperimen Yennu akan membuka jalan bagi musisi Indonesia lain untuk melakukan hal serupa? Pertanyaan ini masih terbuka. Tetapi satu hal yang pasti, Y-DRA telah menciptakan sesuatu yang unik: sebuah jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang mengguncang sekaligus mengajak kita menari.

Dengarkan album “No-Brain Dance” Y-DRA di sini.


Editor: Hifzha Aulia Azka
Foto sampul: Wok The Rock

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Anatomi Musik B.O.A.R dan Album Penanda Zaman

Next Article

Cinta yang [Dilarang] Marah: Kumpulan Puisi Ayup Armaddi

Related Posts