Anatomi Musik B.O.A.R dan Album Penanda Zaman

Album “Membabi Buta” B.O.A.R menjadi catatan yang jujur dan kontekstual atas situasi sosial dan politik yang sedang terjadi.
Aksi panggung B.O.A.R (dok. Mahendra Bayu Kusuma Aji)

Zaman barangkali tidak selalu dicatat oleh narasi besar. Kadang ia bersembunyi di balik kepingan sonik berdurasi 16 menitan dengan lima langgam musik keras, lirik yang menyindir, dan jalinan suara yang mewakili amarah kolektif. Di dalamnya, terdapat beragam perspektif untuk membongkar (juga menuding) peristiwa-peristiwa politis yang terjadi hampir setahun belakangan di Indonesia.

Mini album “Membabi Buta” karya grup musik B.O.A.R telah mengudara selama 3 bulan, setidaknya sejak 25 Januari 2025 melalui Dugtrax Records. Meskipun mulanya grup musik ini dibikin hanya untuk mengisi waktu luang sebagai band coveran, tetapi tawaran lain justru datang di kemudian hari. Beruntung, masing-masing dari mereka di dalam B.O.A.R adalah individu-individu yang telah menghabiskan banyak waktu bermusik bersama proyek musik lainnya.

Sebut saja ada Oik Wasfuk dari scandinavian hardcore punk A Sistem Rijek?!, Revan Bramadika dari trio grindrocker Rajasinga, Bagus Rizky dari kuartet rockabilly VeroBK and The Tumbleboys, dan J Arya dari grindcore unit Deadly Weapon. Sebuah kombinasi yang komplit untuk membentuk laboratorium musik dengan eksplorasi gagasan-gagasan liar bernama B.O.A.R, sebuah nama yang jika dibentangkan menjadi Bastard Oligarch Abusive Regime.

“Sebenernya yang aku tawarakan pertama kali itu ORBA? Terus ternyata kata [teman] yang lain jelek, ya udah BOAR aja,” celetuk Revan sambil tersenyum.

Dari teras belakang rumah lama kolektif Ace House Collective, kami duduk melingkar. Sayup-sayup terdengar suara obrolan pengunjung dari dalam galeri seni. Di antara personil B.O.A.R, hanya J Arya yang berhalangan untuk hadir. Oik lebih dulu mengambil peran untuk bercerita bagaimana mulanya kuartet musik ini terbentuk. Sebelum mengutak atik nama yang pas untuk grup musik ini, Oik mengaku bahwa proyek musik ini diawali karena keinginannya untuk memulai jamming session atau mengulik lagu-lagu favorit dari band lain.

“Awalnya inisiatif, dari awal [karena] Revan baru pindah ke Jogja, sebelum pandemi pindah ke Jogja dan menetap di sini. Awalnya pingin bikin band jamming session,” ungkap Oik.

Oik Wasfuk (dok. Mahendra Bayu Kusuma Aji)

Di masa awal, Oik mengajak Revan untuk mengisi posisi drum-seperti pada umumnya bersama Rajasinga, sedangkan Bagus didapuk menjadi pemain gitar. Namun keinginan menjadi band cover-an justru terlampaui oleh hasrat untuk membuat band sendiri. Karena ingin menggali eksplorasi musik yang lebih luas sebagai sebuah band baru, Revan memutuskan untuk mengambil posisi gitar dan Bagus berpindah memainkan bass. Posisi drum kemudian ditawarkan kepada J Arya, seorang drummer progresif yang juga bagian dari perkawanan Oik dan Revan.

“Karena aku tau Arya dan aku tau kapabilitasnya dia gimana. Oke kalau kayak gini, aku tau ekspektasi [musik] bisa seperti apa,” ucap Revan.

Dengan bergabungnya J Arya, maka genaplah kuartet musik ini memulai perjalanannya menjadi B.O.A.R.

Eksplorasi Musik dan Kontekstualitas Lirik

“Karena rencananya adalah menulis lagu sendiri, jadi pendekatan untuk menulis lagunya juga [perlu berbeda]. Kalau di Rajasinga aku mulai lagunya dari drum, kalau di sini [B.O.A.R] aku nulis lagunya dari gitar,” ungkap Revan ketika menjelaskan proses rekaman album “Membabi Buta”.

Tidak ada momentum pasti yang membuat B.O.A.R mulai rekaman di studio. Namun salah satu yang menjadi alasan terbesarnya adalah efek jenuh karena bermain jamming. Rencana mulai disusun. Sejak pertengahan tahun 2023, B.O.A.R telah menabung beberapa materi lagu dari hasil eksplorasi. Setidaknya ada sekitar 5 materi lagu yang dikerjakan. 

Untuk menyiapkan materi mini album “Membabi Buta”, Oik dan kawan-kawan memulai rekaman penuh di studio pada Juni 2024. Setiap personil mencoba untuk keluar dari titik nyaman masing-masing dalam bermusik untuk menemukan formula lain yang sesuai untuk B.O.A.R. Revan dengan khusus merancang sendiri warna gitar yang diinginkannya. Begitu juga dengan teknik vokal yang dibangun oleh Oik dan pattern drum yang dimainkan Arya untuk tidak mengarah pada satu karakter genre musik tertentu. Sedangkan Bagus, merayakan kemerdekaannya memainkan bass elektrik yang jarang dilakukannya sebagai seorang pemain kontrabas di band yang lain.

Setiap personil punya karakter musik tersendiri. Beberapa riff gitar diakui Revan didapatkan ketika workshop bersama B.O.A.R di studio. Hampir sebulan penuh proses rekaman dilakukan dengan materi pilihan untuk album “Membabi Buta”. Menurut Oik, semua materi lagu yang sudah direkam lalu dipertemukan dengan konteks lirik yang tepat dengan proses diskusi antar personil. 

“Semua lagu sudah selesai direkam, baru kita mikir liriknya,” kata Oik sembari menghembuskan asap rokoknya, “Kita kembalikan lagi ke kita berempat, ini mau dibawa buat ngomongin apa nih sebetulnya?”

Sejalan dengan yang disampaikan Oik, Revan mengaku bahwa setiap lirik yang hadir di album tersebut merupakan isu-isu yang dekat atau hangat diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa lirik lagu juga dimulai oleh sebuah usulan tema lirik dari personil band. Lemparan tema ini semacam sketsa yang ditawarkan personil untuk merancang lirik yang sesuai. 

Revan Bramadika (dok. Mahendra Bayu Kusuma Aji)

“Tapi isunya bukan yang gimana-gimana, yang deket-deket aja. Apa yang lagi terjadi di sekitar kita, [atau] belakangan hari ketika musik itu direkam, itu yang menjadi liriknya,” kata Revan.

Dalam pemilihan kata dan diksi, ada perhatian khusus di antara personil B.O.A.R. Dengan anatomi musik yang cenderung agresif, maka diperlukan lirik yang lugas tanpa bumbu metafor berlebih di dalamnya untuk dapat dipahami dengan mudah. Para personil setuju untuk menggunakan kata-kata yang tidak susah dicerna dan setidaknya mampu mewakili pandangan banyak orang.

“Kita juga menyeleksi mana kira-kira yang memang dari sisi bahasa, dari sisi diksi, yang diambil yang memang bisa mewakili suara orang banyak. Buatku pribadi, ya itulah kekuatan karya seni. Dia bisa menjadi suara siapapun. Dia bisa beririsan dengan pendengarnya,” cerita Revan.

Terlepas dari pemilihan diksi dalam lirik, apa yang diramu oleh B.O.A.R agaknya susah untuk dikelompokkan ke dalam satu jenis genre musik saja. Mudahnya, barangkali menyebutnya dengan genre musik hardcore punk. Namun begitu, musik yang dirancang oleh masing-masing personil B.O.A.R justru semakin membuka potensi untuk menemukan warna musik tersendiri. Alih-alih sibuk bersilat dengan penamaan genre musik yang kian hari makin beragam, Revan lebih suka menyebutnya sebagai genre rock pada umumnya.

“Aku malah lebih senang disebut sebagai musik rock. Karena musik rock itu lebar, tidak spesifik,” pungkas Revan.

Meskipun cenderung berbeda dari apa yang dibayangkan sejak awal sebagai sebuah band cover-an, jerih payah ini menjadi kepuasan tersendiri bagi setiap personil. Lima lagu yang dirilis dalam album “Membabi Buta” melegakan segala gagasan eksplorasi musik dan lirik yang dibawa para personil. Bagus bahkan mengakui tak pernah membayangkan bahwa hasilnya akan seperti ini.

“Dari cover-cover [lagu], musiknya seperti apa. Lalu kita serius, bikin lagu, terus bedalah [musiknya]. Nggak kepikiran [hasilnya seperti ini],” pungkas Bagus tersenyum.

Bagus Rizky (dok. Mahendra Bayu Kusuma Aji)

Musik sebagai Penanda Zaman

Di antara lima lagu dalam album “Membabi Buta”, lagu Buruk Muka Cermin Dibelah adalah lagu pertama yang dirilis menjadi debut single. Lagu ini dirilis pada 20 Oktober 2024, bertepatan dengan hari Pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2024-2029.

Tanpa basa-basi, penggalan kata demi kata dalam lirik lagu ini bertubi-tubi menampilkan bentuk wajah negara dengan gamblang. Momentum yang tepat atas apa yang terjadi pasca Pemilihan Umum 2024. Perhatikan saja misalnya pada lirik “Pemerintah buruk, pilihan rakyat // Pemimpin yang korup, cerminan rakyat.”

Nada serupa juga hadir mewakili realitas dan konteks sosial lainnya pada lagu berikutnya. Misalnya saja pada lagu Oposisi = Kroni sebagai bentuk kekecewaan atas keberpihakan orang-orang yang sebelumnya mengawal kebijakan mayoritas, namun berbalik bersepakat untuk memulai kehancuran dan kerusakan.

Lalu lagu Abbah yang menceritakan sosok ayah yang menghalalkan segala cara untuk menuntun anaknya meraih bangku kekuasaan. Sedangkan lagu Sapi Betina 11-12, penggambaran atas tipu daya orang-orang tidak bertanggungjawab yang menguras sumber daya alam dan menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tembang terakhir, album ditutup dengan lagu Salah Mengaku Salah sebagai refleksi sekaligus sindiran terhadap kecenderungan manusia yang selalu merasa “benar” dan menolak mengakui kesalahan.

Setidaknya, lima lagu ini sahih untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi pada waktu itu dan barangkali mewakili pandangan sebagian besar orang. Sebuah capaian yang patut dicentang oleh para personil karena berhasil menemukan formula yang tepat untuk karya musik B.O.A.R. Ulasan album Membabi Buta dan singgungannya dengan kekacauan negara juga pernah diulas dalam artikel berjudul Album ‘Membabi Buta’ B.O.A.R: Umpatan Vulgar Atas Karut-marut Negara di Sudut Kantin Project.

J Arya (dok. Mahendra Bayu Kusuma Aji)

“Kita nggak percaya bisa mengubah dunia, tapi kita percaya kita bisa membuat orang yang sedih jadi agak terhibur mungkin ya,” celetuk Oik tentang pandangannya terhadap karya musik.

Secara personal, masing-masing personil B.O.A.R yakin bahwa musik belum tentu mampu mengubah dunia. Alih-alih berharap akan suatu sumbangsih yang masif dan mampu mengubah realitas melalui lagu-lagunya, B.O.A.R justru lebih berharap bahwa karya musik mereka dapat menghibur para pendengarnya. Dengan lirik yang politis, Revan menyebut bahwa lagu-lagu B.O.A.R dapat dinikmati sebagai bagian dari menertawai diri sendiri di tengah kekacauan.

“Ini tuh bentuk komedi paling tinggi,” ucap Revan, “Misalnya mendengarkan Oik nyanyi dan membaca lirik-liriknya B.O.A.R, ya kayak sebenernya kita menertawakan diri kita sendiri.”

Meskipun begitu, B.O.A.R yakin bahwa ada banyak sekali lagu yang mengiringi suatu titik perubahan di berbagai peristiwa atau zaman sebelumnya. Album “Membabi Buta” menjadi catatan atas situasi sosial dan politik yang berlangsung di masanya. Beragam prasangka, kekecewaan, dan kemarahan atas jebakan kehidupan sebagai warga negara termaktub dalam kepingan album ini. Ada suatu sikap yang jujur dan kontekstual disampaikan lewat lima lagu tersebut. 

Dengan begitu, anggap saja album “Membabi Buta” bukan sekadar debut album bagi B.O.A.R sendiri, tetapi juga sebuah penanda waktu atas situasi yang mereka (dan kita) hadapi saat ini. Dari situlah kemudian muncul keyakinan bahwa sebuah karya musik dapat menjadi penanda zaman.


Foto sampul: Mahendra Bayu Kusuma Aji

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous Article

Film 'Cinta Tak Pernah Tepat Waktu': Problem Tiga Peran untuk Perempuan

Next Article

'No-Brain Dance' Y-DRA: 1000% Koplo Eksperimental Asli Indonesia

Related Posts