Pesona Marilyn Monroe sebagai Ikon Gerakan ‘Tubuhku, Tanggung Jawabku’

Film-film Marilyn Monroe selain menarik secara visual juga mengobati rasa insecure dalam diri perempuan. Hal ini juga membantu perempuan untuk lebih mencintai dirinya.

Perempuan yang memutuskan memilih menggunakan pakaian yang ia pilih dan mau dikenakan baik terbuka (tanktop dengan jeans atau rok mini) atau dengan pakaian tertutup (cadar, hijab) tetap akan dipergunjingkan terus-menerus. Salah satu relasi saya yang tergabung dalam komunitas feminis di Yogyakarta, Aminah (nama samaran), ia menceritakan ketika menggunakan cadar ia merasa semua orang ‘menatapnya’ dengan cara yang berbeda. Banyak yang menjauh karena Aminah langsung disebut sebagai radikal.

Ketika mendengarnya bercerita, kuletakkan pulpenku. Kami saling menatap sebagai perempuan dan menguatkan bahwa memang pilihan perempuan berpakaian selalu berujung pada perdebatan. Kami sudah lama tidak bertemu kembali. Namun jika ada acara diskusi atau acara seni kami saling menyapa dan memang terasa seperti teman lama.

Teman perempuan yang memilih untuk percaya diri dengan penampilannya di Yogyakarta terbilang banyak. Clara salah seorang teman perempuan bertubuh tambun selalu bercerita bahwa ia kehabisan ide lagi untuk menurunkan berat badan. Mulai dari olahraga terkecil lari pagi, push-up hingga mengurangi makanan mengandung lemak tetap saja nihil tidak menyusutkan tubuhnya. Ia sudah menyerah. Alih-alih aku menyuruhnya diet ia justru memakai pakaian yang berani di luar pakem. Dengan memperlihatkan gelambir badan ia memakai jeans ketat dan tanktop, juga tak lupa memakai riasan yang mencolok. Ia terampil membubuhkan perona pipi dan riasan warna mata. Hingga di mataku, ia berhasil membuat dirinya percaya diri dengan penampilannya.

Cuplikan film The Seven Year Itch (Twentieth Century-Fox)

Dari tabungan cerita tersebut, aku teringat dengan simbol kebebasan tubuh Marilyn Monroe di era tahun 1950 hingga 1960-an. Ketika belum terkenal, ia sering disebut tidak percaya diri dengan bentuk bibir dan alisnya. Namun karena kecerdasan seksualnya ia sukses menjadi ikon dalam film The Seven Year Itch (1955). Dalam film itu menampilkan adegan Marilyn dengan gaun putih yang berkibar memperlihatkan betisnya dan ia berteriak manja dan bangga atas tubuhnya. 

Analisis tubuh dalam film-film Marilyn Monroe masih banyak yang menggunakan “tatapan lelaki”. Dalam film Blonde (2022) yang diperankan oleh Ana de Armaz, Marilyn tampak sekali depresi dengan keadaan. Kemudian diceritakan ia aborsi berkali-kali. Seperti perempuan yang mudah diajak untuk pergi ke ranjang, jatuh ke pelukan lelaki satu ke lelaki lainnya. Karena film ini memakai visual hitam putih (B/W), membuat suasana semakin klasik dan membosankan. Diceritakan di film itu Marilyn pasif dalam memilih jalan hidupnya. Ia ditemukan agen berbakat dan dieksploitasi habis-habisan karena cantik dan memiliki pinggul yang indah. 

Film ini terbilang rentan. Karena menunjukkan bagaimana seorang perempuan bergulat dengan tubuhnya. Berdialog dengan tubuhnya dan memutuskan aborsi dengan terpaksa. Kritikannya perlu ditambahkan latar kenapa Marilyn memilih untuk aborsi. 

Film drama biografi Marilyn Monroe berjudul Blonde (Netflix)

Kemudian, film selanjutnya juga mengenai perjalanan tubuh Marilyn Monroe dalam judul My Week with Marilyn (2011). Film ini dibintangi oleh Michelle Williams. Terlihat jelas Marilyn bekerja dengan kamera memakai passion dari jiwanya. Kamera begitu bersahabat dengan tubuhnya. Hingga “tatapan lelaki” dalam tangkapan layar begitu nyata. Sosok Marilyn cerdas memainkan geliat tubuh meski terkadang suasana hatinya naik turun dalam situasi yang harus dituntut untuk fokus dalam pengambilan gambar. 

Dari pengambilan gambar kedua film tersebut terlihat jelas Marilyn sebagai ikon perempuan yang bangga dengan seksualitasnya. Ia cerdik memainkan ‘kekurangan’ yang ada pada dirinya menjadi nilai lebih. Di kedua film itu dapat ditemukan perspektif “tubuhku, tanggung jawabku”. Karena setiap perempuan dengan pilihan apapun pakaiannya akan menunjukkan seksualitasnya. Tubuh mereka nyaman dan sudah menjadi tanggung jawab mereka, sekalipun mendapatkan reaksi yang beragam atas apa yang dikenakan.

Di film itu juga memunculkan ide bahwa keseimbangan tubuh dan jiwa akan sampai pada titik kecerdasan seksualitas. Perempuan yang cerdas secara seksual dapat mengurangi tindakan kekerasan seksual di ruang-ruang terdekat mereka. Film-film Marilyn Monroe selain menarik secara visual juga mengobati rasa insecure dalam diri perempuan. Hal ini juga membantu perempuan untuk lebih mencintai dirinya.


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Siddhesh Mangela/Flickr

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts