Puisi Yang Mungkin Kau Baca Suatu Saat Nanti: Kumpulan Puisi Munanda Okki Saputro

Kumpulan puisi ini: Puisi Yang Mungkin Kau Baca Suatu Saat NantiHari Ke-514, dan Menjadi Saksi ditulis oleh Munanda Okki Saputro. Mahasiswa Sosiologi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bergiat dalam kelompok pertunjukan “Monolog Pejalan” yang berbasis di Kota Solo.


Puisi Yang Mungkin Kau Baca Suatu Saat Nanti

Tak mungkin terus terang kuucapkan kata “rindu” kepadamu
Tak mungkin lagi tatap matamu dan mataku bertemu 
Maka ijinkan kupeluk lagi hari-hari itu
Dalam puisi yang kutuliskan ini
Dalam kata yang tak cukup indah untuk menggambarkanmu
Dalam waktu yang singkat yang tak mampu mewakili hari-hari itu

Bulan, matahari tenggelam, lampu merah, lampu mercuri dan nanas madu
Itu adalah kesukaanmu
Entahlah kau tak terlalu banyak bercerita soal pagi
Maka wajar saja bila kini, pagi adalah waktu yang paling aman bagiku
Selamat dari ingatan yang terus diasah waktu dan terus menusukku
Kian tajam, kian keras dan kian dalam tiap harinya
Aku tak tahu lagi dengan cara apa untuk bisa kembali berbicara denganmu
Semoga puisi ini dapat kau baca suatu saat nanti, entah bagaimanapun caranya

Dalam puisi ini ingin kusampaikan “sate kambing yang dulu sempat ingin kita kunjungi bersama. Meskipun mahal rasanya biasa-biasa saja, saranku tidak usah penasaran”

Hari Ke-514

Menghitung hari
Kau tahu aku tak pandai mengingat tanggal kecuali tanggal lahirku dan hari kemerdekaan
Itu 17 agustus 1945
Rasanya memang perlu ikatan kuat dan momen besar untuk hari agar dapat diingat dengan baik
Oleh orang sepertiku

Tetapi tepat hari ini 514 hari, terhitung 6 November 2022
Aku tak begitu tau, kenapa aku menghitungnya
Untuk apa hitungan itu. Yang jelas hari ini adalah hari ke-514
Tidak banyak yang berubah sejak hari itu
514 hanyalah hitungan kecil yang entah pada angka berapa hitungan ini akan berhenti
514 kali setidaknya aku kembali pada peristiwa itu
Saat dimana kita berjalan bersama, berhadapan dengan persimpangan
Sialnya kita memilih jalan yang berbeda

514 hari itu, berarti hanya menegaskan bahwa ;
Tak akan lagi bisa kutemui hari rabu untuk menjemputmu
Tak akan lagi kutemui matahari tenggelam di Seberang terminal Tirtonadi
Tak akan lagi kutemui ajakan menuju konser fiersa besari
Tak akan lagi kutemui nyanyian lagu-lagu Jason ranti yang coba kau tiru
Tak akan lagi kutemui sop ayam pak min klaten di pagi hari
Dan satu yang tak boleh lupa tanpa seledri

Menjadi Saksi 

Saat kembali melihat tanggal dan tahun
Baru terasa, semuanya sudah begitu lama berlalu
Banyak orang telah berlabuh dengan layar besarnya 
Kabar itu ku dapatkan dari instastory
Beberapa orang aku dan kau sama-sama mengenalnya
Bahkan kita memulainya hampir bersamaan
Tetapi badai telah menerjang kapal kita
Karam!!
Kita terpisah oleh lautan, terseret ombak dan terdampar masing-masing

Sudah ratusan kali kucoba menyusun rakit
Sialnya ombak lautan terlalu kuat
Berkali-kali aku terhempas ke tepian
Entahlah denganmu, mungkin kapal besar telah membawamu kembali mengarungi lautan
Kini aku banyak menghabiskan waktu memandang lautan
Yang kian jauh kian biru, kian dalam
Hari berganti dan aku memilih untuk tetap terpaku

Tawangmangu, 05 Mei 2024


Editor: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Muhammad Fajar Imani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts