Kumpulan puisi ini; Sajak Penghujung Juni, Ternyata Aku Telah Kehilanganmu Sejak Lama, dan Gadis-Gadis Kampung, ditulis oleh Azman Hassam. Lahir di Singaraja, Bali. Biasa dipanggil Ajeman, seorang mahasiswa yang kini hijrah sementara dan menempuh pendidikan di UIN Maulana Malik Ibrahim kota Malang. Tergolong aktif di komunitas sastra, salah satunya di Pelangi Sastra Malang. @azmnhssmb
Sajak Penghujung Juni
Sore itu kau meninggalkanku, ketika hujan penghujung Juni sedang deras-derasnya, dan menyisakan bekas aromanya di tanah-tanah warga yang nantinya akan dibangun mall, supermarket juga gedung-gedung tinggi. Mungkin saat itulah potret kumuhku teraba oleh indramu, bahwa tubuh yang selama ini kaudekap sesungguhnya kumal, penuh sayatan, compang-camping. Bahwa tangan yang selama ini kaupegang sesungguhnya kasar, jamuran dan berkuman. Karena itu dunia sulit menyadari selama berpuluh-puluh tahun aku bermuara menggunakan topeng sebagai bahtera, kau tak luputnya dermaga singgah namun aku terlena menetap.
O, betapa menyedihkannya mencintaimu ketika kemiskinan menjerat di sekujur tubuh ini. Memalukan, sungguh memalukan. Bagaimana tidak, kekasih? Aku hanya bisa mencintaimu tanpa dompet tebal, tanpa atm yang full saldo, tanpa café-café sebagai tempat nongki dan pakaian-pakaian milenial masa kini. Iya, aku hanya mampu mencintaimu dengan selembar uang lima ribuan, motor masih cicilan, rokok lintingan, nahan lapar seharian, dan kuyakin wanita sepertimu mana tahan.
Malang, 27 Juni 2021
Ternyata Aku Telah Kehilanganmu Sejak Lama
Ternyata aku telah kehilanganmu sejak lama, kekasih, sebelum negeri ini dijajah orang luar dan penduduknya sendiri. Aku telah kehilanganmu, sungguh, aku telah kehilanganmu ketika korupsi di negeri ini merajalela, penggusuran di mana-mana, rakyat jatuh miskin dan bermukim di sudut-sudut kota, di bawah jembatan, di tempat genangan yang dipenuhi lalat dan penyakit-penyakit yang merambat. Aku sudah dan telah kehilanganmu bahkan sebelum kemerdekaan dikumandangkan, pembantaian dilegalkan, kerusuhan antar golongan juga aspirasi-aspirasi yang dibubarkan.
Ternyata, manisku, aku telah kehilanganmu di saat teks-teks kebenaran tak lagi berdaya di bawah kekuasaan yang zalim, ketika kebohongan menjadi sumber apa adanya tanpa ditelusuri dari mana datangnya, dan aku telah kehilanganmu ketika manusia-manusia sibuk berebut benar, saling menyalahkan, mencari-cari pengakuan. Tapi lupakan semua itu, manisku, lupakanlah. Barangkali cintaku saja yang datang terlambat serupa bantuan rakyat.
Malang, 22 Juni 2021
Gadis-Gadis Kampung
Irsyad, gadis-gadis kampung mengepungku, melirikku, mereka terpesona akan ketampananku dan kewibaanku. Mereka menggoda, memainkan mata, meramu rayu, berlenggak-lenggok di depanku. Banyak di antara mereka memuji aku, menaruh hati padaku. Bagaimana ini, Irsyad, bagaimana? Aku telah melalui segala kecamuk situasi, melewati peperangan-peperangan. Laut pasang, kekeringan demi kekeringan, bencana tiada henti: Gunung meletus, banjir bandang, angin topan, badai hujan. Kemarin, kubaca di koran ada kecelakaan lalu lintas yang menewaskan kedua pengendara motor, pesawat yang oleng lalu jatuh-meledak, dan kapal selam yang lucunya mereka sendiri tenggelam.
Tolong aku, Irsyad, tolong aku. Kenapa semua selalu tersenyum kepadaku, mengedipkan mata kepadaku. Katakan kepada gadis-gadis kampung itu, Irsyad, katakana kepada mereka jangan menyanjungku. Sungguh, aku bisa melewati kegentingan dan ketakutan dari bencana-bencana sebelumnya. Tapi aku takut, Irsyad, aku takut. Aku takut jatuh cinta, mencintai salah satu di antara mereka. Karena jatuh cinta adalah bencana paling menyedihkan yang ingin kuhindarkan, yang tak ingin kusentuh dan tak ingin kulihat lagi.
Bali, 3 Mei 2021