Kembara: Kumpulan Puisi Endy Langobelen

Kumpulan puisi ini: KamarKembara, dan Mati Rasa diitulis oleh Endy Langobelen.


Kamar

Dulu, aku sejadi-jadinya merindu
Tentang kamar — tempat merebah sendu
Melepas keluh, menghempas pilu

Kala penat membatu di ujung tanduk
Kamar satu-satunya menujuku

Kamar, sewaktu itu, serupa pelukan ibu
Hangat dan tenang rasaku
Damai di tengah perang kepalaku

Lantas seketika semua melintas
Ibarat air melesat di atas dedaun talas

Kamar telah beralas cadas
— keras dan tak lagi pantas tuk berpulas

Entah kepada apa melajuku
Tanpa arah melariku
Tinggal bayang samar di awan-awan
Segalanya kutumpahkan

Timika, 2024

Kembara

Ingin kutanggalkan jangkar dan kembali berlayar
Mengarungi amuk gusar laut yang terbentang luas
Lalu menari di setiap deru ombak tak beruas

Kembaraku ‘tuk bertualang
Sekalipun tak berpulang
Hingga segala tinggal kenang
Dan abadi tatkala tenang

Di laut, langit memang tak setinggi itu
Dan kepadanya selalu kutempuh
Walau tangan tak pernah sampai pada ujung
titik demi titik garis lingkaran waktu

Aku tak suka membaca peta
Kubiarkan angin membawaku jauh kepada entah
— bulan, matahari, atau gemintang yang mendera

Selalu kunantikan badai yang kerap bertamu
Begitu juga gemuruh guntur yang menyatu
Ada keyakinan yang menggelegar hebat di situ

Sebab, bila ketiadaan itu telah tiba
Tak satu jiwa pun ‘kan merisau
Tentang sekujur tubuh yang fana
Lekang sesaat tumbuh dan patah

Timika, 2024

Mati Rasa

Apapun itu, rasa serupa sia-sia
Kehampaan hadir di tiap-tiap

Aku, waktu, dan ruang-ruang
Hanyalah konstelasi bintang-bintang
Yang bertebaran di langit-langit temaram

Pernah kubermimpi tentang sebuah masa
Ketika yang kualami tak benar-benar nyata
Saat kuselami tak benar-benar ada

Ibarat hari ke hari cuma sehari
Yang terjadi berkali-kali
Berulang lagi

Seumpama,
Deras hujan kemarin adalah air mata
Kuyup tubuhku telah lama tak terhindarkan
gemertak gigil sejengkal usiaku tak terhiraukan

Sampai kini
Lagi dan lagi
Tak kupikirkan
Tak kubayangkan

Dan pada akhirnya
— apa yang kubisa;
Menelan secuil kata pisah di sisa
Mengubur segala putus di asa

Hingga lelah habis tersiksa
Hidup dan mati tiada terasa

Timika, 2024


Penyelaras aksara: Arlingga Hari Nugroho
Foto sampul: Bima Chrisanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts